Kisah Yaman Dikuasai Orang Nasrani Pasca Ashabul Ukhdud

Rabu, 14 September 2022 - 16:35 WIB
loading...
Kisah Yaman Dikuasai Orang Nasrani Pasca Ashabul Ukhdud
Revolusi itu dipicu kekejaman Raja Yaman Dzu Nuwas yang dalam sehari membunuh 20.000 orang Nasrani. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Kisah Yaman dikuasai orang-orang Nasrani pascatragedi pembakaran 20.000 orang atau ashabul ukhdud dinukil Ibnu Katsir saat menafsirkan Al-Qur'an Surat Al-Buruj ayat 4-9.

Revolusi itu dipicu kekejaman Raja Yaman Dzu Nuwas yang dalam sehari membunuh 20.000 orang Nasrani. Mereka dimasukkan dalam parit-parit berapi. Namun ada seorang laki-laki yang selamat tragedi ini. Lelaki itu bernama Daus Dzu Sa'laban.

Dia melarikan diri dengan berkuda. Pasukan Dzu Nuwas mencoba mengejar namun gagal menangkapnya. Lolos dari kejaran kaum Yahudi itu, Daus pergi menemui kaisar raja negeri Syam. Di sana dia meminta suaka padanya. Selanjutnya kaisar berkirim surat kepada Najasyi raja negeri Habsyah (Etiopia) untuk bertindak menangani kasus Dzu Nuwas.

Selanjutnya Raja Najasyi mengirimkan pasukan besar yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habsyah. Mereka dipimpin oleh Aryat dan Abrahah. Pasukan inilah yang menyelamatkan negeri Yaman dari cengkeraman orang-orang yang beragama Yahudi. Sedangkan Dzu Nuwas melarikan diri melalui jalan laut, dan di laut ia mati tenggelam.



Sejak itu, negeri Yaman dikuasai oleh orang-orang Nasrani Habsyah. Konon kekuasaan Nasrani di negeri itu selama 70 tahun. Sampai kemudian, muncul tokoh Saif ibnu Zu Yazin Al-Himyari yang membebaskan Yaman dari tangan orang-orang Nasrani Habsyah.

Ini terjadi ketika Saif ibnu Zu Yazin Al-Himyari bergabung dengan Kisra, Raja Persia. Raja Persia itu mengirim Saif dengan pasukan yang terdiri dari pada napidana. Mereka ini berjumlah sekitar 700 orang. Saif pun sukses menaklukkan negeri Yaman dengan bala tentaranya itu.

Tiga Peristiwa
Menurut Ibnu Abu Hatim, targedi parit tak hanya terjadi di Yaman. Sebagaimana dikutip Ibnu Katsir, peristiwa ini Yaman hanya salah satu saja. Peristiwa itu terjadi di masa Tubba'.

Peristiwa sejenis, menurut Ibnu Abu Hatim, juga terjadi di Konstantinopel, yakni di masa Kaisar Konstantinopel, yaitu ketika kaum Nasrani dipaksa untuk berpaling dari kiblat mereka, yaitu agama Al-Masih dan ajaran tauhid. Maka kaisar membuat dapur besar, lalu orang-orang Nasrani yang berpegangan kepada agama Al-Masih dan ajaran tauhid dilemparkan ke dalamnya yang dipenuhi dengan api yang bergejolak.

Kejadian serupa juga terjadi di negeri Irak, yakni di negeri Babilonia yang rajanya bernama Bukhtanasar. Dia membuat patung dan memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk bersujud menyembah patung itu. Tetapi Nabi Danial dan kedua sahabatnya yang bernama Ezria dan Misyail menolak, maka dibuatkan bagi mereka tungku api yang besar, lalu dilemparkan ke dalam tungku itu kayu bakar dan api sehingga apinya besar sekali.



Kemudian kedua sahabat Danial dilemparkan ke dalam tungku api itu. Maka Allah SWT menjadikan tungku api itu terasa sejuk oleh keduanya dan menjadi keselamatan. Allah menyelamatkan keduanya dan sebaliknya orang-orang yang tadinya berbuat aniaya terhadap Danial dimasukkan ke dalam tungku api itu, mereka terdiri dari sembilan golongan yang semuanya mati terbakar oleh api.

Ibnu Katsir mengatakan bahwa Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman Allah SWT: "Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit." (Al-Buruj:4) Bahwa parit itu di masa lalu ada tiga, yaitu di Irak, di Syam, dan di Yaman. "Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim," tulis Ibnu Katsir.

Sedangkan Muqatil meriwayatkan bahwa peristiwa parit juga ada tiga, yaitu di Najran di negeri Yaman, yang lainnya di negeri Syam, dan yang terakhir di Persia, mereka dibakar dengan api dalam parit-parit tersebut. Pelakunya yang di negeri Syam adalah Antonius dan orang-orang Romawi; dan yang di negeri Persia adalah Bukhtanasar, sedangkan yang di negeri Arab (yaitu negeri Yaman) adalah Yusuf alias Dzu Nuwas.

Adapun mengenai yang terjadi di negeri Persia dan negeri Syam, maka Allah SWT tidak menyebutkannya di dalam Al-Qur'an, dan hanya menyebutkan apa yang terjadi di Najran saja.

Ibnu Abu Hatim mengatakan mereka adalah suatu kaum yang ada di masa fatrah. Ketika mereka melihat fitnah dan kejahatan yang melanda manusia di masa mereka yang membuat mereka menjadi bergolong-golongan, dan masing-masing golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri, maka mereka memisahkan diri ke sebuah kampung, lalu mereka di dalam kampung itu menegakkan ibadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya, mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat.

Demikianlah yang mereka lakukan selama beberapa waktu hingga perihal mereka terdengar oleh seorang raja yang angkara murka dan sewenang-wenang. Maka terjadilah peristiwa yang menimpa mereka, yang bermula raja memanggil mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala-berhala yang disembah oleh raja dan orang-orangnya.



Orang-orang yang beriman itu menolak dan mengatakan, "Kami tidak mau menyembah selain hanya kepada Allah semesta, tiada sekutu bagi-Nya."

Raja berkata kepada mereka, "Jika kamu tidak mau menyembah sembahan-sembahan ini yang kami puja-puja, maka sesungguhnya aku akan membunuh kamu semuanya".
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1644 seconds (0.1#10.140)