Ibnu Batutah Naik Haji: Sempat Menikah 2 Kali saat Perjalanan ke Tanah Suci

Minggu, 25 September 2022 - 12:55 WIB
loading...
Ibnu Batutah Naik Haji: Sempat Menikah 2 Kali saat Perjalanan ke Tanah Suci
Ibnu Batutah naik haji pada usia 21 tahun, di perjalanan menuju Mekkah itu ia sempat menikah dua kali. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Ibnu Batutah mengawali perjalanan haji pada tanggal 14 Juni 1325 M. Ia menempuh jarak ribuan kilo meter dari Maroko menuju tanah suci Mekkah. Jika dihitung pada saat ini dengan menumpang pesawat maka jarak Maroko-Arab Saudi adalah5.156 km dengan waktu tempuh paling lambat 10 jam 18 menit.Kala itu, Ibnu Batutah berjalan kaki dan sempat menaiki unta pemberian seorang pedagang. Waktu yang dibutuhkan sekitar 1,5 tahun. Di perjalanan menuju Mekkah itu Ibnu Batutah sempat menikah dua kali.

Sulaiman Fayadh dalam bukunya berjudul "Ibnu Battuta Penjelajah Dunia" menyebut Ibnu Batutah naik haji pada usia 21 tahun 4 bulan. Perjalanannya ke Baitullah inilah yang membawanya berpetualang menjelajahi dunia, dan keberangkatannya untuk menunaikan ibadah hajilah yang menjadi awal perjalanannya untuk mengelilingi dunia.

Ia melakukan petualangannya dan memanfaatkan masa mudanya untuk berpetualang dengan menghabiskan waktu selama 30 tahun.



Izin sang Ayah
Tatkala Ibnu Batutah ingin menunaikan rukun Islam kelima, ia memohon izin kepada ayahnya. Hanya saja, sang ayah tidak langsung mengizinkan. Bahkan sang ayah sempat berpikir untuk tidak mengizinkan. Terlalu riskan melepas putranya itu untuk menempuh perjalanan nun jauh di Tanah Suci.

Ibnu Batutah terus meyakinkan sang ayah. Akhirnya, ayahnya bisa mengerti keinginan kuat putranya. Sang ayah pun akhirnya mengizinkan Ibnu Batutah setelah banyak memberi nasihat kepada putranya itu.

Sulaiman Fayadh menyebut sebelum Ibnu Battuta berangkat haji ayahnya memberi nasihat dan pesan-pesan. Sang ayah meminta agar Ibnu Battuta selalu mengirim pesan kepada kedua orang tuanya saat di perjalanan.

Selain itu ayahnya juga berpesan agar Ibnu Battuta menginap atau singgah di tempat-tempat orang yang saleh dan di tempat-tempat ibnu sabil.

Akhirnya berangkatlah Ibnu Battuta ke Baitullah pada hari Kamis, tanggal 2 bulan Rajab tahun 725 H atau tanggal 5 Juni 1324/1325. Sumber lain menyebut tahun 1327.

Ia menempuh perjalanan selama satu setengah tahun. Di sepanjang perjalanannya sampai ke Kota Suci, ia melakukan persinggahan di Afrika Utara, Mesir, Palestina dan Suriah.

Baca juga: Ibnu Batutah, Saksi Kebesaran Kerajaan Islam Samudera Pasai
https://daerah.sindonews.com/read/852569/29/ibnu-batutah-saksi-kebesaran-kerajaan-islam-samudera-pasai-1660169290



Bergabung dengan Musafir
Di setiap perjalanannya dari kota ke kota lain ia selalu tinggal dan singgah di rumah orang-orang saleh, sebagaimana telah dipesankan ayahnya. Beberapa di antaranya adalah penguasa di daerah itu, dan beberapa yang lainnya merupakan rakyat biasa.

Perjalanannya menuju Baitullah tidaklah mudah. Banyak sekali cerita duka dan suka yang ia temui. Pada awalnya, ia berangkat haji seorang diri dan berjalan kaki. Namun di perjalanan ia bergabung dengan para musafir, yang satu sama lain belum saling mengenal.

Mereka terus berjalan kaki melintasi wilayah Utara Maroko dan Aljazair. Hingga tibalah di Kota Bujayah. Dalam perjalanan ini, orang-orang berkelompok dengan rombangannya masing-masing. Sementara Ibnu Battuta sendirian. Ia belum mempunyai kelompok.

Kelompok-kelompok tersebut mendirikan tenda untuk mereka tidur ketika malam tiba. Untunglah ketika Ibnu Batutah merasa sendirian ada seorang pedagang yang berhati mulia. Diberilah Ibnu Batutah sebuah tenda kecil untuk tempat tidurnya. Tak cuma itu. Pedagang ini juga memberi seekor binatang tunggangan kepada Ibnu Batutah yang disebutnya sebagai dabab.

Kala itu, Ibnu Battuta sudah sangat kelelahan, hingga ia sempat terkena demam. Kendati demikian, Ibnu Batutah tetap melanjutkan perjalanan bersama kelompok-kelompok itu. Ia menunggang dabab pemberian pedagang yang baik hati itu.

Ibnu Batutah mengingat tubuhnya agar tidak jatuh. Namun demam yang menyerang membuat membuatnya hampir menyerah. Ia berkata kepada temannya, “Wahai teman, Allah rupanya telah menentukan kematianku. Aku ikhlas jika aku mati, tidak apa-apa melanjutkan perjalanan menuju Hijaz.”



Menemukan Tambatan Hati
Di dalam petualangannya itu dia tidak hanya menemukan teman baru namun juga menemukan tambatan hatinya. Cerita asmaranya berawal dari perjalanannya menuju Tunis. Pada saat dalam perjalanannya menuju negeri itu, Ibnu Batutah sempat merasa pesimistis dengan tekadnya itu. Ia sempat berpikir akankah perjalanan sampai pada tujuan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1463 seconds (0.1#10.140)