Setiap Insan Akan Mendatangi Surga atau Neraka Melalui Jembatan yang Tajam

Jum'at, 21 Oktober 2022 - 14:56 WIB
loading...
A A A
Di bawah jalan (jembatan) itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya. Orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka. Ada yang melewatinya bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda; dan ada juga yang merangkak, tetapi akhirnya tiba juga.

Sedangkan orang-orang kafir akan menelusurinya pula tetapi mereka jatuh ke neraka di tingkat yang sesuai dengan kedurhakaan mereka. Konon shirath itu lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Demikian kata Abu Sa'id sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Rasulullah SAW bersabda:

ثُمَّ يُؤْتَى بِالْجَسْرِ فَيُجْعَلُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْجَسْرُ قَالَ مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ تَكُونُ بِنَجْدٍ يُقَالُ لَهَا السَّعْدَانُ

Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana (bentuk) jembatan itu?”. Jawab beliau, “Licin (lagi) mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dan … (Muttafaqun ‘alaih)



Dan disebutkan lagi dalam hadis bahwa shirâth tersebut memiliki kait-kait besar, yang mengait siapa yang melewatinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

وَيُضْرَبُ جِسْرُ جَهَنَّمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَبِهِ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ أَمَا رَأَيْتُمْ شَوْكَ السَّعْدَانِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهَا لَا يَعْلَمُ قَدْرَ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ فَتَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ رواه البخاري

Dan dibentangkanlah jembatan Jahannam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: “Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah”.

Pada shirâth itu, terdapat pengait-pengait seperti duri pohon Sa’dân. Pernahkah kalian melihatnya?”

Para sahabat menjawab, “Pernah, wahai Rasûlullâh. Maka ia seperti duri pohon Sa’dân, tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allâh. Maka ia mencangkok manusia sesuai dengan amalan mereka. (HR al-Bukhari)

Ibnu Mas’ud ra berkata, “Mereka melewati shirath sesuai dengan tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada cahayanya sepert gunung, ada cahayanya yang seperti pohon, ada cahayanya setinggi orang berdiri, yang paling sedikit cahayanya sebatas menerangi ampu kakinya, sesekali nyala sesekali padam” (Imam Ibnu Katsîr berkata: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hâtim dan Ibnu Jarîr")



Menolak Keberadaan Shirath
Para ulama khususnya kelompok Mu'tazilah yang sangat rasional menolak keberadaan shirath dalam pengertian material di atas, lebih-lebih melukiskannya "dengan sehelai rambut di belah tujuh".

Mengomentari kelompok Mutazilah ini, Imam al-Qurthubi dalam "At-Tadzkirah" mengatakan bahwa apa yang disebutkan oleh orang ini adalah tertolak berdasarkan hadits-hadits yang kita sebutkan, bahwa beriman dengan hal itu adalah wajib.

Sesungguhnya (Allah) Dzat yang mampu menahan burung di udara, tentu sanggup menahan orang Mukmin di atas shirâth tersebut. Baik, dengan berlari maupun berjalan. Tidak boleh dialihkan dari makna hakiki kepada makna majazi kecuali bila mustahil. Dan tidak ada kemustahilan dalam hal itu, berdasarkan hadits-hadits dan penjelasan para ulama yang terkemuka tentang hal itu. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allâh Azza wa Jalla, maka ia tidak akan memiliki cahaya (petunjuk).

Menurut Quraish Shihab, memang melukiskannya seperti itu, paling tidak, bertentangan dengan pengertian kebahasaan dari kata shirath. Kata tersebut berasal dari kata saratha yang arti harfiahnya adalah "menelan". Kata shirath antara lain diartikan "jalan yang lebar", yang karena lebarnya maka seakan-akan ia menelan setiap yang berjalan di atasnya. Betapapun, pada akhirnya hanya ada dua tempat: surga atau neraka



Imam Qurthubi berkata: “Coba renungkan sekarang tentang apa yang akan engkau alami, berupa ketakutan yang ada pada hatimu ketika engkau menyaksikan shirath dan kehalusannya (bentuknya)."

"Engkau memandang dengan matamu kedalaman neraka Jahanam yang terletak di bawahnya. Engkau juga mendengar gemuruh dan gejolaknya. Engkau harus melewati shirath itu sekalipun keadaanmu lemah, hatimu gundah, kakimu bisa tergelincir, punggungmu merasa berat karena memikul dosa, hal itu tidak mampu engkau lakukan seandainya engkau berjalan di atas hamparan bumi, apa lagi untuk di atas shirâth yang begitu halus."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3884 seconds (0.1#10.140)