Sikap Muslim dalam Menghadapi Para Penghujat seperti Salman Rushdie

Selasa, 25 Oktober 2022 - 12:44 WIB
loading...
Sikap Muslim dalam Menghadapi Para Penghujat seperti Salman Rushdie
Mereka menghina Nabi Muhammad SAW. Dari kanan ke kiri: Salman Rushdi, Geert Wilders, Kurt Westergaard. Foto/Ilustrasi: Ist/mhy
A A A
Prof Muhammad Quraish Shihab menyampaikan sikap apa yang seharusnya dilakukan setiap muslim dalam menghadapi para penghujat Nabi dan al-Quran. "Ajaran Islam sungguh mengajak kepada kedamaian yang adil dan beradab, dan sedikit pun tidak merestui teror," ujar Quraish Shihab dalam buku kecilnya yang berjudul "Ayat-Ayat Fitna: Sekelumit Keadaban Islam di Tengah Purbasangka" (Lentera Hati, 2008).

Sekadar mengingatkan, pada Agustus lalu pria asal New Jersey berusia 24 tahun bernama Hadi Matar menikam Salman Rushdie , penulis novel "The Satanic Verses [Ayat-Ayat Setan]" yang berisi hinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan al-Qur'an .

Sementara itu, 33 tahun lalu, Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin tertinggi Iran saat itu, mengeluarkan fatwa membunuh Salman Rushdie beberapa bulan setelah Ayat-ayat Setan diterbitkan.



Kabar terbaru, Salman Rushdie kehilangan penglihatan di salah satu matanya akibat serangan tersebut. Salah satu tangannya juga mengalami kelumpuhan. Demikian disampai agennya, Andrew Wylie yang dilansir Reuters, Senin (24/10/2022).

Bukan hanya Salman Rushdi yang menghina Islam. Setelah Salman Rushdi, belakangan muncul Geert Wilders dengan film Fitna. Lalu, kartun/karikatur pelecehan Nabi Muhammad SAW karya Kurt Westergaard.

Prof Quraish Shihab mengatakan sejak dulu, agama, para pembawa ajaran agama, ajaran, dan penganut-penganutnya telah mengalami hujatan dan pelecehan dan dapat dipastikan bahwa di masa datang yang dekat dan yang jauh pun pasti masih akan muncul pelecehan dan fitnah-fitnah serupa!

Lalu, bagaimana menyikapi para penghujat seperti itu? Quraish Shihab mengutip ayat yang menyatakan: “Ambillah yang mudah, perintahkanlah yang baik, dan berpalinglah dari orang jahil” ( QS al-A‘râf [7] : 199).

Menurut Quraish Shihab, ayat ini, di samping memerintahkan untuk berpaling dari siapa pun yang jahil, juga memerintahkan mengambil yang mudah dari perilaku manusia yang kandungan pesannya antara lain adalah jangan menuntut yang sulit dari yang bodoh, jangan mengharap cinta dari pembenci, jangan juga perilaku yang baik/terlalu baik dari yang jahat, karena setiap bejana hanya mampu menuang apa yang dikandungnya.



Menyulut Kerusuhan
Novel karya Salman Rushdie diterbitkan Viking Penguin pada 26 September 1988. Novel ini telah memicu gelombang protes besar di berbagai dunia, terutama di dunia Muslim. Di Pakistan, novel ini menyulutkan kerusuhan pada 1989.

Novel ini secara terang-terangan menghina Islam dan Rasulullah secara keji dan menjijikkan. Itu sebabnya sebuah fatwa mati terhadap si penulis dikeluarkan oleh Khomeini. Sederet orang yang dikaitkan dengan novel ini di sejumlah negara ditemukan tewas, terutama para penerjemah The Satanic Verses ke bahasa-bahasa lain.

Rushdie pun harus bersembunyi demi menyelamatkan nyawanya. Ia juga harus bercerai dari istinya. Sejumlah hal yang diakui telah menyulut kemarahan kalangan Islam adalah fakta bahwa Rushdie menggunakan kata ‘Mahound’ untuk merujuk kepada sosok mulia di mata seorang Muslim, yakni Nabi Muhammad SAW.

Rushdie menyebut Mahound sebagai si pedagang (the businessman) yang gila (a looney tune, a gone baboon) di saat pertama melihat Malaikat Jibril. Ia juga menyebut Allah dengan allgood dan allahgod.

Rushdie juga menyebut Ibrahim as sebagai the bastard (anak haram) karena dengan seenaknya mengklaim bahwa Tuhanlah yang menyuruhnya meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir.

Tak berhenti di sini. Rushdie juga menyebutkan bahwa ada 12 pelacur dalam sebuah rumah pelacuran bernama The Curtain (Hijab) yang menyaru dengan menggunakan nama istri-istri Nabi.

Rushdie menggunakan nama Jibril (Gibreel) untuk sosok bintang film dan Shalahuddin (Saladin) untuk tokoh setan. Nama Ayesha (Aisah, istri Rasul) digunakan Rushdie di dalam novel ini untuk merujuk kepada sejumlah tokoh di tiap plotnya.



Prof Mohammad Hashim Kamali dalam bukunya berjudul "Freedom of Expression in Islam" (Ilmiah Publishers, 1998), menyebut cara Rushdie menggambarkan istri-istri Rasulullah SAW sebagai simply too outrageous and far below the standards of civilised discourse.

Penghinaan Rushdie terhadap Allah dan Al-Quran, tulis Hashim Kamali, are not only blasphemous but also flippant. Karena banyaknya kata-kata kotor yang digunakannya, banyak penulis Muslim menyatakan, tidak sanggup mengutip kata-kata kotor dan biadab yang digunakannya.

Salman Rushdie hidup di Inggris dan hukuman mati atasnya belum dicabut oleh pemerintah Iran. Kini, ia harus membayar perbuatannya itu. "Dia memiliki tiga luka serius di lehernya. Satu tangannya lumpuh karena saraf di lengannya terputus. Dan dia memiliki sekitar 15 luka lagi di dada," kata Andrew Wylie.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3138 seconds (0.1#10.140)