Gerhana Bulan Total: Begini Sifat dan Jumlah Rakaat Sholat Khusuf

Jum'at, 04 November 2022 - 09:26 WIB
loading...
Gerhana Bulan Total: Begini Sifat dan Jumlah Rakaat Sholat Khusuf
Gerhana bulan total diperkirakan akan terjadi pada 8 November 2022. Foto/IlustrasI: Ist
A A A
Hukum sholat khusuf ( gerhana bulan ) dan kusuf ( gerhana matahari ) adalah sunnat muakkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Sebelum membahas lebih rinci mengenai sifat dan jumlah rakaat sholat khusuf maupun kusuf mari kita tengok dulu informasi mengenai gerhana bulan total yang akan terjadi pada Selasa 8 November 2022.

Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan gerhana bulan awal akan terjadi pada pukul 16.09 WIB dan berakhir pukul 19.49 WIB. Seluruh wilayah Indonesia bisa mengamati gerhana bulan pada 8 November 2022 tersebut. Hanya saja, khusus wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu tidak dapat mengamati puncak gerhana bulan total ini.



Bagi tiap muslim, datangnya gerhana adalah undangan untuk menjalankan sholat gerhana. Sholat ini hukumnya sunnah muakkad . Dalam kitab "Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu" karya Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul disebutkan tata cara sholat gerhana tersebut. Tata cara sholat gerhana bulan dikerjakan sama seperti sholat gerhana matahari. Hal tersebut didasarkan pada sabda Nabi SAW.

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا

Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, sholat dan bersedekah”.

Perintah mengerjakan sholat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdoa, dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, bertakbir dan berdo’a pada saat terjadi gerhana.

Menurut kesepakatan ijma’ bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga dengan perintah untuk mengerjakan sholat yang berbarengan dengannya.



Sifat dan Jumlah Rakaat
Pertama, para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi sholat khusuf maupun kusuf. Dan yang disunnahkan menyerukan untuknya “(الصَّلاَةُ جَامِعَة) Ash-Shalaatu Jaami’ah”.

Abdullah bin Amr ra bercerita: “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, diserukan : Innash Shalaata Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.

Kedua, sholat gerhana dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku pada setiap rakaat. Hal ini didasarkan pada hadis Aisyah ra dan hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra.

“Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama.

Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –rukuk yang lebih pendek dari rukuk pertama.

Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama.



Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- rukuk yang lebih pendek dari rukuk pertama. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang matahari telah muncul. Maka beliau bersabda.

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْكُرُواللَّهَ

“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”

Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau bersabda.

ِنِّي رَأَيْتُ الْجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ عُنْقُوْدًا، وَلَوْ أَصَبْتُهُ، لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَابَقِيَتِ الدُّنْيَا، وَرَأَيْتُ النَّارَ، فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ، وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ

“Sesungguhnya aku melihat surga, maka aku berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita”.

Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”. Beliau menjawab.

يَكْفُرْنَ الْعَثِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْأَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَا هُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ ثَيْئًا، قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu” (HR Asy-Syaikhani).



Ketiga, bacaan dalam sholat khusuf maupun kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi SAW.

Dari Aisyah ra mengatakan Nabi SAW menjaharkan bacaannya dalam sholat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit rukuk, maka beliau berucap: “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat rukuk dalam dua rakaat dan empat sujud.” (HR Asy-Syaikhanu)

At-Tirmidizi mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat mengenai bacaan di dalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam sholat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan sholat ‘Idul Fithi dan Idul Adha serta sholat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada sholat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan: Bacaan tidak dibaca Jahr dalam sholat sunnat.

Keempat, sholat gerhana mengerjakannya di masjid. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.

1. Disyariatkannya seruan di dalam sholat kusuf, yaitu dengan “Ash-Shalaatu Jaami’ah”
2. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan sholat kusuf ini dengan berjama’ah di masjid.
3. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah dan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW mengerjakan sholat gerhana itu secara berjama’ah di masjid. Bahkan dalam sebuah riwayat hadis Aisyah, dia bercerita, “Pada masa hidup Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau. (HR Bukhari)

Kelima, sholat khusuf maupun kusuf terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.

Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah kehilangan berdiri, bacaan, dan satu rukuk. Berdasarkan hal tersebut, berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat sholat kusuf, sehingga rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.

Berdasarkan hal tersebut, setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu rakaat lagi dengan dua rukuk, sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadis-hadis shahih.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2428 seconds (0.1#10.140)