Kisah Mualaf Jerman Wilfred Hoffman di Tanah Suci, Kembali ke Ibrahim
loading...
A
A
A
Semua jamaah menjauhi daerah sholatnya, khawatir mengganggu kekhusyuan sholatnya. Tidak seorang pun yang mengkritik keterlambatannya yang menyebabkan pemandangan ini. Ini karena si muslim sedang menunaikan kewajiban agamanya. Tidak lebih dari itu.
Pemandangan semacam ini tidak mungkin terjadi ketika para penziarah Kristen menyesaki Gereja St. Petrus di Roma. Perbedaan ini disebabkan karena ritus-ritus keagamaan Kristen hanya mengenal misa suci yang dipimpin oleh seorang pendeta sebagai simbol agama resmi. Islam tidak mengenal hal semacam itu. Yang ada hanya satu kewajiban (sholat) yang mesti ditunaikan oleh semua umat Islam. Adapun kepemimpinan imam dalam sholat hanyalah untuk menunaikan tepat pada waktunya.
Sholat mendapat tempat dan kedudukan yang tinggi dalam Islam, sampai-sampai pasal-pasal tentang sholat memenuhi kitab-kitab fikih. Seperti, kitab monumental karya Muhyiddin Abu Zakariya al-Anshari, yaitu Minhaj ath-Thalibin, yang dirilis pada abad ke-13. Di antara kitab yang paling mengagumkan adalah al-Muwattha' karya Imam Malik bin Anas yang mengkhususkan 14 bab awalnya hanya untuk menerangkan syarat-syarat dan kaidah-kaidah sholat.
Sesuai dengan kaidah-kaidah ini, wajib bagi setiap muslim untuk menghormati penuh ketenangan orang yang sedang sholat. Juga tidak dibenarkan melanggar daerah shalat, baik yang tertentu atau tidak --selembar sajadah shalat atau hanya dengan meletakkan kaca mata di depannya-- dalam kondisi apa pun.
Jika si muslim menguasai kaidah dasar shalat --seperti yang terjadi di setiap negeri. Islam-- maka mudah saja baginya secara relatif tenggelam dalam shalat, baik di pompa bensin, di trotoar, atau di atas menara yang tinggi. Sungguh kekuatan "Harakah Islamiyah", yang seringkali dipandang sebagai teka-teki oleh Barat, yang dilahirkan dan dihasilkan dari kekuatan dalam shalat.
Tentang Murad Wilfred Hoffman
Nama sebelum ia masuk Islam adalah Wilfred Hoffman. Begitu memeluk Islam, namanya ditambah menjadi Murad Wilfred Hoffman atau lebih populer dengan Murad Hoffman.
Dia terlahir pada 6 Juli 1931, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York. Dia Doktor dalam bidang Undang-Undang Jerman, juga magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-Undang Amerika.
Ia bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Murad pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al-Qur'an. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya.
Setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketika ia menjadi duta besar Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia mempublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif).
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.
Pemandangan semacam ini tidak mungkin terjadi ketika para penziarah Kristen menyesaki Gereja St. Petrus di Roma. Perbedaan ini disebabkan karena ritus-ritus keagamaan Kristen hanya mengenal misa suci yang dipimpin oleh seorang pendeta sebagai simbol agama resmi. Islam tidak mengenal hal semacam itu. Yang ada hanya satu kewajiban (sholat) yang mesti ditunaikan oleh semua umat Islam. Adapun kepemimpinan imam dalam sholat hanyalah untuk menunaikan tepat pada waktunya.
Sholat mendapat tempat dan kedudukan yang tinggi dalam Islam, sampai-sampai pasal-pasal tentang sholat memenuhi kitab-kitab fikih. Seperti, kitab monumental karya Muhyiddin Abu Zakariya al-Anshari, yaitu Minhaj ath-Thalibin, yang dirilis pada abad ke-13. Di antara kitab yang paling mengagumkan adalah al-Muwattha' karya Imam Malik bin Anas yang mengkhususkan 14 bab awalnya hanya untuk menerangkan syarat-syarat dan kaidah-kaidah sholat.
Sesuai dengan kaidah-kaidah ini, wajib bagi setiap muslim untuk menghormati penuh ketenangan orang yang sedang sholat. Juga tidak dibenarkan melanggar daerah shalat, baik yang tertentu atau tidak --selembar sajadah shalat atau hanya dengan meletakkan kaca mata di depannya-- dalam kondisi apa pun.
Jika si muslim menguasai kaidah dasar shalat --seperti yang terjadi di setiap negeri. Islam-- maka mudah saja baginya secara relatif tenggelam dalam shalat, baik di pompa bensin, di trotoar, atau di atas menara yang tinggi. Sungguh kekuatan "Harakah Islamiyah", yang seringkali dipandang sebagai teka-teki oleh Barat, yang dilahirkan dan dihasilkan dari kekuatan dalam shalat.
Tentang Murad Wilfred Hoffman
Nama sebelum ia masuk Islam adalah Wilfred Hoffman. Begitu memeluk Islam, namanya ditambah menjadi Murad Wilfred Hoffman atau lebih populer dengan Murad Hoffman.
Dia terlahir pada 6 Juli 1931, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York. Dia Doktor dalam bidang Undang-Undang Jerman, juga magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-Undang Amerika.
Ia bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Murad pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al-Qur'an. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya.
Setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketika ia menjadi duta besar Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia mempublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif).
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.
(mhy)