Kisah Mualaf Asal Amerika Serikat Samir Gustavo Jerez Ungkap Terorisme Militer di Negerinya

Kamis, 10 November 2022 - 13:31 WIB
loading...
A A A
"Ya, saya yakin," jawabnya.

Saya bertanya lagi, "Apakah ini gambaran terorisme global. Kenapa yang dipertontonkan hanya tentang Timur Tengah, padahal terorisme muncul di seluruh dunia?"

"Saya kira film itu sudah bagus, dan sesuai dengan kondisi sebenarnya," katanya.

Sekitar tujuh sampai delapan pertanyaan muncul dalam diskusi sesudah pemutaran film itu. Ketika waktu istirahat, saya dekati dia. "Saya bersedia melakukan riset kecil-kecilan untuk memperdalam pengetahuan tentang terorisme. Bolehkah saya mendapatkan satu rekaman film itu? Saya yakin itu akan sangat bermanfaat."

"Oh, tentu saja; " jawabnya sambil memberikan kaset film itu.

Langsung saja saya kirimkan kaset itu ke hagian audiovisual untuk direkam.

Tiga pekan lamanya saya harus menunggu untuk bertemu dengan salah satu pejabat di pangkalan itu. Ketika tiba saatnya untuk bertemu, dia hanya memberi saya waktu tiga menit, seraya menekankan bahwa dia tak mau berurusan dengan soal-coal keagamaan maupun politik. Dia juga mengatakan bahwa walau apa pun yang terjadi dia tak akan menghilangkan film itu dari program pelatihan.

Saya tak menemukan organisasi yang memperjuangkan hak-hak umat Islam untuk tidak diperlakukan sewenang-wenang. Akhirnya saya hubungi American-Arab Anti-Discrimination Commitee (ADC).



Saya bawa rekaman film itu ke ADC, dan mereka kemudian mengirimkannya ke kantor cabangnya di Washington. Kantor Washington menggelar sebuah konferensi pers.

Mereka juga menulis surat kepada Komandan Korps Marinir, dan mengirim rekaman film itu kepada Menteri Pertahanan dan Komandan Pangkalan Militer tempat saya bertugas. Komandan pangkalan memberi jawaban yang cukup melegakan, "Kami tidak akan memutar film itu sambil menunggu penelaahan lanjutan."

Media massa lantas memunculkan isu ini, dan memberitakan bahwa Korps Marinir akhirnya bersedia melakukan perbaikan. Mereka telah memutuskan untuk tidak memutar film itu lagi.

Sayangnya, kami bukanlah grup pertama yang menyaksikan film tersebut. Telah banyak kelompok-kelompok sebelum kami yang menonton pemutaran film itu; di pangkalan ini maupun pangkalan-pangkalan militer lainnya. Banyak anggota militer yang tak suka dengan tindakan tersebut, karena mereka senang menonton film itu.

Saya kemudian memasukkan pengaduan setebal 200 halaman, dan menggelar konperensi pers di Islamic Education Center, Walnut, California. Konferensi pers itu diliput dan disiarkan oleh stasiun TV setempat. Hingga kini kami masih menunggu jawaban atas pengaduan saya.

Saya berharap kaset itu akan dihancurkan. Dan saya juga berharap kejadian ini akan membuat semua lebih waspada, baik kaum Muslimin maupun orang-orang yang bukan Muslim.

Bayangkan, betapa banyak anggota Marinir seperti saya yang telah berkeliling dunia, termasuk Somalia yang merupakan negeri Muslim, tapi telah diajarkan untuk membenci kaum Muslimin. Karena itu saya masih mengharapkan adanya sebuah program pelatihan ulang untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Islam.

Saya sadar bahwa ini merupakan harapan yang berlebihan, tetapi saya pikir hal itu memang benar-benar dibutuhkan. Itulah harapan saya.



Sepucuk surat dari Komite Anti-Diskriminnsi Arab-Amerika (ADC) yang ditujukan kepada Jenderal Carl E. Munday Jr., Komandan Korps Marinir AS, tertanggal 8 Pebruari 1993, menyoroti pernyataan-pernyataan Korps Marinir AS yang mengemukakan bahwa menurut laporan dari Biro Keamanan Diplomatik Deplu AS, hanya 8 dari 233 insiden anti-AS pada 1990 yang ada kaitannya dengan negara-negara Timur Tengah.

Surat itu juga mengemukakan bahwa menurut laporan Deplu AS 1990 tentang "Pole Terorisme Global", terorisme lebih banyak terjadi di negara-negara Amerika Latin (762) dan Asia (96), ketimbang di Timur Tengah (hanya 63 kali), dan menyatakan bahwa ketidakakuratan dalam film itu memang tak dapat dipungkiri.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2392 seconds (0.1#10.140)