Peradaban Islam Menurut John Louis Esposito
loading...
A
A
A
John Louis Esposito mengatakan kaum Muslim menyebarkan agamanya; ternyata mereka bukan hanya orang-orang yang pandai berbuat tetapi juga rajin belajar. "Secara politis, pemerintah-pemerintah Muslim menyadari keterbatasan mereka dan kemajuan banyak kerajaan dan kebudayaan yang ditaklukkan oleh tentara-tentara mereka," ujarnya.
Dalam dalam bukunya berjudul "The Islamic Threat: Myth or Reality?" atau "Ancaman Islam Mitos atau Realitas?" (Mizan), pengamat Islam yang akademisi Italia- Amerika ini mengatakan lembaga-lembaga lokal, gagasan-gagasan, dan personil-personil diasimilasi dan diadaptasi dengan norma-norma Islam agar para pembesar Islam dapat mengambil pelajaran dari pengetahuan mereka yang sudah lebih maju.
Perpustakaan -perpustakaan besar serta pusat-pusat penerjemahan didirikan; buku-buku penting yang berisi ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filsafat Barat dan Timur dikumpulkan dan diterjemahkan, seringkali oleh orang-orang Kristen dan Yahudi , dari bahasa Yunani, Latin, Persia, Koptik, Syria, dan Sanskrit ke dalam bahasa Arab. Dengan begitu, buku-buku sastra, ilmu pengetahuan, dan kedokteran menjadi lebih mudah didapat.
Zaman penerjemahan diikuti oleh suatu periode kreativitas besar, karena generasi baru para ilmuwan dan ahli pikir Muslim yang terpelajar kini membangun dengan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh dan memberikan sumbangan mereka dalam bidang penuntutan ilmu. "Proses pengislaman tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh daripada sekadar mengintegrasikan dan memperbaiki. Hal itu telah menghasilkan energi kreatif yang luar biasa," ujar Profesor Agama, Urusan Internasional, dan Studi Islam di Universitas Georgetown di Washington, D.C. ini.
Periode kekhalifahan merupakan salah satu pengembangan kebudayaan." Itulah zaman tokoh-tokoh besar filsafat dan ilmu pengetahuan: Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi.
Pusat-pusat utama belajar, dengan perpustakaan-perpustakaan besar, bermunculan di Kordova, Palermo, Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, mengungguli Eropa yang tenggelam dalam abad-abad kegelapan.
Kehidupan kebudayaan dan politik para Muslim dan juga non-Muslim di kerajaan dan negara Islam dilakukan di dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan agama dan suku.
Gagasan-gagasan dan praktik-praktik yang baru diislamkan dan diarabisasikan. Peradaban Islam merupakan produk dinamika dan proses kreatif suatu perubahan dimana orang-orang Islam meminjam kebudayaan lain secara bebas.
Hal itu menunjukkan adanya keterbukaan dan keyakinan diri yang timbul karena kedudukan sebagai penguasa, bukan hamba, penakluk dan bukan yang ditaklukkan.
Berbeda dengan abad ke-20, kaum Muslim pada saat itu merasa mengendalikan dan aman. Mereka merasa bebas meminjam dari Barat, karena identitas dan otonomi mereka tidak terancam oleh ancaman dominasi politik dan kebudayaan. Mereka meminjam, tetapi mereka juga memberikan warisan kepada Barat.
Pola lalu-lintas kebudayaan sebelumnya, berbalik ketika Eropa, yang bangkit dari abad-abad kegelapan, mengubah pusat-pusat belajar kaum Muslim dengan tujuan memperbaiki kembali peninggalan-peninggalan yang hilang dan belajar dari kemajuan-kemajuan orang-orang Islam dalam bidang matematika, kedokteran, dan sains.
Posisi Esposito
Sekadar mengingatkan John Louis Esposito dikenal sebagai seorang pengamat Islam atau ―Islamisis yang netral dan relatif proporsional- sebagai pembedaan dengan Orientalis- terkemuka di Barat.
Esposito juga dikenal sebagai salah seorang cendekiawan yang sangat aktif menyuarakan dialog peradaban, dialog antarumat beragama, terutama antara Islam dan Kristen. Ia juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif sekaligus kritis terhadap kajian yang dilakukan oleh para pakar Islam di Barat dan telah melahirkan puluhan karya baik dalam bentuk buku, ratusan artikel, penelitian tentang Islam yang menjadi referensi penting bagi sarjana Muslim dan Barat pada umumnya.
Beberapa karya terpenting Esposito adalah buku The Islamic Threat: Myth or Reality, Dalam buku ini, Esposito mengambil sikap yang berbeda dengan pakar keislaman di Barat dalam melihat kebangkitan Islam dan membantah teori para pakar Islam di Barat yang menyatakan Islam sebagai ancaman baru pasca tumbangnya komunisme yang dibesar-besarkan para pakar dan dilestarikan oleh media-media di Barat. Karya terpenting lainnya adalah, Islam: The Straight Path, Unholy War: Terror in the Name of Islam dan The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.
Posisi Esposito seringkali diterjemahkan berbagai kalangan sebagai juru bicara Islam dan Barat mengajak untuk selalu bekerjasama dan tidak tenggelam dalam konflik peradaban. Oleh karena itu, menurut Esposito bahwa saat ini perjumpaan Islam dan Barat harus dimaknai membangun dialog peradaban, bukan konfrontasi atau saling curiga.
Dalam dalam bukunya berjudul "The Islamic Threat: Myth or Reality?" atau "Ancaman Islam Mitos atau Realitas?" (Mizan), pengamat Islam yang akademisi Italia- Amerika ini mengatakan lembaga-lembaga lokal, gagasan-gagasan, dan personil-personil diasimilasi dan diadaptasi dengan norma-norma Islam agar para pembesar Islam dapat mengambil pelajaran dari pengetahuan mereka yang sudah lebih maju.
Perpustakaan -perpustakaan besar serta pusat-pusat penerjemahan didirikan; buku-buku penting yang berisi ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filsafat Barat dan Timur dikumpulkan dan diterjemahkan, seringkali oleh orang-orang Kristen dan Yahudi , dari bahasa Yunani, Latin, Persia, Koptik, Syria, dan Sanskrit ke dalam bahasa Arab. Dengan begitu, buku-buku sastra, ilmu pengetahuan, dan kedokteran menjadi lebih mudah didapat.
Zaman penerjemahan diikuti oleh suatu periode kreativitas besar, karena generasi baru para ilmuwan dan ahli pikir Muslim yang terpelajar kini membangun dengan ilmu pengetahuan yang mereka peroleh dan memberikan sumbangan mereka dalam bidang penuntutan ilmu. "Proses pengislaman tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh daripada sekadar mengintegrasikan dan memperbaiki. Hal itu telah menghasilkan energi kreatif yang luar biasa," ujar Profesor Agama, Urusan Internasional, dan Studi Islam di Universitas Georgetown di Washington, D.C. ini.
Periode kekhalifahan merupakan salah satu pengembangan kebudayaan." Itulah zaman tokoh-tokoh besar filsafat dan ilmu pengetahuan: Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi.
Pusat-pusat utama belajar, dengan perpustakaan-perpustakaan besar, bermunculan di Kordova, Palermo, Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, mengungguli Eropa yang tenggelam dalam abad-abad kegelapan.
Kehidupan kebudayaan dan politik para Muslim dan juga non-Muslim di kerajaan dan negara Islam dilakukan di dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan agama dan suku.
Gagasan-gagasan dan praktik-praktik yang baru diislamkan dan diarabisasikan. Peradaban Islam merupakan produk dinamika dan proses kreatif suatu perubahan dimana orang-orang Islam meminjam kebudayaan lain secara bebas.
Hal itu menunjukkan adanya keterbukaan dan keyakinan diri yang timbul karena kedudukan sebagai penguasa, bukan hamba, penakluk dan bukan yang ditaklukkan.
Berbeda dengan abad ke-20, kaum Muslim pada saat itu merasa mengendalikan dan aman. Mereka merasa bebas meminjam dari Barat, karena identitas dan otonomi mereka tidak terancam oleh ancaman dominasi politik dan kebudayaan. Mereka meminjam, tetapi mereka juga memberikan warisan kepada Barat.
Pola lalu-lintas kebudayaan sebelumnya, berbalik ketika Eropa, yang bangkit dari abad-abad kegelapan, mengubah pusat-pusat belajar kaum Muslim dengan tujuan memperbaiki kembali peninggalan-peninggalan yang hilang dan belajar dari kemajuan-kemajuan orang-orang Islam dalam bidang matematika, kedokteran, dan sains.
Posisi Esposito
Sekadar mengingatkan John Louis Esposito dikenal sebagai seorang pengamat Islam atau ―Islamisis yang netral dan relatif proporsional- sebagai pembedaan dengan Orientalis- terkemuka di Barat.
Esposito juga dikenal sebagai salah seorang cendekiawan yang sangat aktif menyuarakan dialog peradaban, dialog antarumat beragama, terutama antara Islam dan Kristen. Ia juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif sekaligus kritis terhadap kajian yang dilakukan oleh para pakar Islam di Barat dan telah melahirkan puluhan karya baik dalam bentuk buku, ratusan artikel, penelitian tentang Islam yang menjadi referensi penting bagi sarjana Muslim dan Barat pada umumnya.
Beberapa karya terpenting Esposito adalah buku The Islamic Threat: Myth or Reality, Dalam buku ini, Esposito mengambil sikap yang berbeda dengan pakar keislaman di Barat dalam melihat kebangkitan Islam dan membantah teori para pakar Islam di Barat yang menyatakan Islam sebagai ancaman baru pasca tumbangnya komunisme yang dibesar-besarkan para pakar dan dilestarikan oleh media-media di Barat. Karya terpenting lainnya adalah, Islam: The Straight Path, Unholy War: Terror in the Name of Islam dan The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.
Posisi Esposito seringkali diterjemahkan berbagai kalangan sebagai juru bicara Islam dan Barat mengajak untuk selalu bekerjasama dan tidak tenggelam dalam konflik peradaban. Oleh karena itu, menurut Esposito bahwa saat ini perjumpaan Islam dan Barat harus dimaknai membangun dialog peradaban, bukan konfrontasi atau saling curiga.
(mhy)