Kisah Bangsawan Lady Evelyn Zeinab Cobbold Memilih Islam
loading...
A
A
A
Lady Evelyn Zeinab Cobbold saat lahir bernama Lady Evelyn Murray. Perempuan ini lahir pada 17 Juli 1867 dan wafat pada Januari 1963. Ia adalah seorang penulis buku harian, pengembara, dan wanita bangsawan Skotlandia. Dia menyatakan diri memeluk Islam pada tahun 1915 yakni pada era Victoria.
Zeinab adalah putri tertua dari Charles Adolphus Murray, Earl of Dunmore ke-7 dan Lady Gertrude Coke, putri Earl of Leicester Kedua.Ia disebut-sebut masih keturunan dari Pangeran William I Inggris, yang juga dikenal sebagai William Sang Penakluk dan William dari Normandia.
Hanya saja, dalam tulisannya yang bertajuk "From Suffolk to Saudi", editor berita BBC Suffolk, Lis Henderson, mengungkapkan bahwa Lady Evelyn memutuskan untuk memeluk Islam pada akhir 1800-an atau menjelang abad ke-19. Di usia kanak-kanak, ia sudah mempelajari berbagai macam keyakinan. Sewaktu kecil, ia kerap menghabiskan liburan musim dinginnya dengan mengunjungi wilayah Afrika Utara. Di benua hitam inilah Lady Evelyn tertarik dengan Islam.
Lady Evelyn menikah dengan salah seorang anggota keluarga Cobbold, John Dupius Cobbold, pada 1891. Di negeri Inggris, keluarga Cobbold dikenal luas sebagai pendiri Cobbold Brewery, industri pembuatan bir. Namun, pernikahannya dengan John Cobbold hanya bertahan selama tiga dasawarsa. Pada 1922, pasangan ini memutuskan untuk berpisah.
Kandasnya bahtera rumah tangga yang telah dibinanya selama 31 tahun membuat Lady Evelyn mengalami kesedihan yang teramat dalam. Berbagai usaha telah ditempuhnya untuk menghapus kesedihan tersebut, tetapi tidak juga berhasil. Hingga akhirnya, ia pun memutuskan untuk pergi ke Afrika. Di benua hitam ini, ia menemukan obat pelipur laranya tersebut, yaitu agama Islam.
Dalam buku Islam Our Choice, bangsawan asal Suffolk ini mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui secara pasti kapan dia mendapatkan hidayah tersebut. "Saya merasa kalau saya selamanya sebagai seorang Muslim. Ini tidaklah aneh, bila mengingat Islam adalah agama fitrah, di mana seorang anak dibiarkan tumbuh menurut fitrahnya," ujarnya. "Karena itu, saya sependapat dengan perkataan seorang sarjana Barat bahwa Islam adalah agama rasional dan sesuai dengan akal sehat manusia."
Berikut ini penuturan Lady Evelyn Zeinab Cobbold sebagaimana dinukil buku yang diterjemahkan Bachtiar Affandie berjudul "Mengapa Kami Memilih Islam" oleh Rabithah Alam Islamy Mekkah (PT Alma'arif, 1981.
Pertanyaan terbanyak yang saya terima, ialah: Kapan dan mengapa saya memeluk agama Islam!
Saya hanya bisa menjawab bahwa tidak mungkin saya dapat memastikan secara persis detik-detik yang menentukan, sewaktu cahaya ke-Islaman memancar masuk ke dalam jiwa saya. Yang jelas ialah bahwa saya sudah menjadi orang Islam.
Kejadian ini bukan satu keanehan, jika orang ingat bahwa Islam itu adalah agama fitrah (natural religion). Ini berarti bahwa seorang bayi itu akan tumbuh menjadi seorang pemuda Islam jika dia dibiarkan hidup di atas fitrahnya sendiri.
Seorang kritikus Barat pernah membenarkannya dengan perkataan: "Islam is the relegion of common sense" atau "Islam adalah agama akal."
Setiap bacaan dan pelajaran saya tentang Islam bertambah, bertambah pulalah keyakinan saya bahwa Islam itu adalah suatu agama yang paling praktis dan paling mampu menyelesaikan segala kesulitan dunia dan membawa alam kemanusiaan ke jalan keamanan dan kebahagiaan.
Karena itulah maka saya tidak ragu-ragu dalam kepercayaan saya bahwa Allah itu SATU/ESA, dan bahwa Musa, Isa dan Muhammad SAW serta nabi-nabi lain yang sebelumnya itu adalah para Nabi yang dituruni wahyu oleh Tuhan, bahwa kita manusia semua tidak dilahirkan dalam dosa, dan kita tidak memerlukan seorang perantara dalam menghadap Tuhan.
Kita semua mampu menghubungkan jiwa kita dengan Dia sembarang waktu, dan manusia itu, sampai Muhammad dan Isa sekalipun tidak ada yang bisa menjamin apa-apa untuk kita dari Allah SWT, dan bahwa keselamatan/kebahagiaan hidup kita itu tergantung kepada cara hidup dan amal perbuatan kita sendiri.
"Islam" berarti tunduk dan menyerah kepada Allah. "Islam" juga berarti selamat dan aman. Sedangkan seorang Muslim itu ialah orang yang beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Allah, sehingga dia bisa hidup dengan aman di hadapan Allah dan dalam lingkungan makhluk-Nya.
Islam berdiri di atas dua pokok. Pertama ialah ke-Esaan Allah, dan kedua ialah persaudaraan yang meliputi seluruh alam kemanusiaan. Islam bebas dari theologi dogmatis yang memberatkan. Lebih dari itu semua, Islam adalah suatu agama yang positif.
Dalam ibadah Haji --suatu peribadatan yang tidak bisa dijelaskan pengaruhnya dengan kata-kata-- orang melihat dirinya sebagai satu anggota dalam sebuah pergumulan besar dari seluruh dunia pada kesempatan suci di tanah suci, untuk bersama-sama dengan segala kekhusyuan mengagungkan Allah.
Dengan demikian tumbuhlah dalam jiwanya kesan tentang agungnya idealisme Islam, yakni terbukanya kesempatan baik untuk bersama-sama masuk dalam kancah percobaan kerohanian yang dianugerahkan Allah SWT kepada alam kemanusiaan.
Menziarahi tempat kelahiran Islam, bekas-bekas perjuangan Rasulullah SAW sewaktu beliau mengajak alam kemanusiaan yang sesat supaya kembali kepada Allah SWT.
Semua kehidupan yang penuh berkah itu membangkitkan kesan dalam semua hati dan ingatan kepada perjuangan lama makan banyak waktu, yang dijalankan oleh Muhammad SAW dalam tahun-tahun yang penuh pengorbanan.
Semua itu berpengaruh dalam jiwa dan melebur dalam semburat cahaya langit yang menerangi seluruh jagat raya.
Bukan itu saja, dalam ibadah Haji itu masih ada yang lebih penting lagi, yaitu membuktikan adanya persatuan di kalangan kaum Muslimin. Kalau ada suatu hal yang dapat mempersatukan kekuatan Ummat Islam yang bercerai-berai dan memberinya corak persaudaraan dan semangat kerjasama, maka ibadah Haji-lah yang dapat membuktikannya.
Dalam melaksanakan ibadah Haji terdapat kesempatan untuk mempertemukan semua bangsa dari seluruh dunia untuk saling berkenalan dan bertukar pikiran tentang hal-ihwal masing-masing, dan mempersatukan tenaga dalam usaha kemaslahatan bersama dengan mengesampingkan soal-soal negeri tempat tinggal, perbedaan golongan dan madzhab, warna kulit atau kebangsaan.
Semua bersatu dalam satu ikatan persaudaraan besar dalam akidah yang mengilhami bahwa merekalah sebenamya yang pantas menjadi pewaris keagungan.
Zeinab adalah putri tertua dari Charles Adolphus Murray, Earl of Dunmore ke-7 dan Lady Gertrude Coke, putri Earl of Leicester Kedua.Ia disebut-sebut masih keturunan dari Pangeran William I Inggris, yang juga dikenal sebagai William Sang Penakluk dan William dari Normandia.
Hanya saja, dalam tulisannya yang bertajuk "From Suffolk to Saudi", editor berita BBC Suffolk, Lis Henderson, mengungkapkan bahwa Lady Evelyn memutuskan untuk memeluk Islam pada akhir 1800-an atau menjelang abad ke-19. Di usia kanak-kanak, ia sudah mempelajari berbagai macam keyakinan. Sewaktu kecil, ia kerap menghabiskan liburan musim dinginnya dengan mengunjungi wilayah Afrika Utara. Di benua hitam inilah Lady Evelyn tertarik dengan Islam.
Lady Evelyn menikah dengan salah seorang anggota keluarga Cobbold, John Dupius Cobbold, pada 1891. Di negeri Inggris, keluarga Cobbold dikenal luas sebagai pendiri Cobbold Brewery, industri pembuatan bir. Namun, pernikahannya dengan John Cobbold hanya bertahan selama tiga dasawarsa. Pada 1922, pasangan ini memutuskan untuk berpisah.
Kandasnya bahtera rumah tangga yang telah dibinanya selama 31 tahun membuat Lady Evelyn mengalami kesedihan yang teramat dalam. Berbagai usaha telah ditempuhnya untuk menghapus kesedihan tersebut, tetapi tidak juga berhasil. Hingga akhirnya, ia pun memutuskan untuk pergi ke Afrika. Di benua hitam ini, ia menemukan obat pelipur laranya tersebut, yaitu agama Islam.
Dalam buku Islam Our Choice, bangsawan asal Suffolk ini mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui secara pasti kapan dia mendapatkan hidayah tersebut. "Saya merasa kalau saya selamanya sebagai seorang Muslim. Ini tidaklah aneh, bila mengingat Islam adalah agama fitrah, di mana seorang anak dibiarkan tumbuh menurut fitrahnya," ujarnya. "Karena itu, saya sependapat dengan perkataan seorang sarjana Barat bahwa Islam adalah agama rasional dan sesuai dengan akal sehat manusia."
Berikut ini penuturan Lady Evelyn Zeinab Cobbold sebagaimana dinukil buku yang diterjemahkan Bachtiar Affandie berjudul "Mengapa Kami Memilih Islam" oleh Rabithah Alam Islamy Mekkah (PT Alma'arif, 1981.
Pertanyaan terbanyak yang saya terima, ialah: Kapan dan mengapa saya memeluk agama Islam!
Saya hanya bisa menjawab bahwa tidak mungkin saya dapat memastikan secara persis detik-detik yang menentukan, sewaktu cahaya ke-Islaman memancar masuk ke dalam jiwa saya. Yang jelas ialah bahwa saya sudah menjadi orang Islam.
Kejadian ini bukan satu keanehan, jika orang ingat bahwa Islam itu adalah agama fitrah (natural religion). Ini berarti bahwa seorang bayi itu akan tumbuh menjadi seorang pemuda Islam jika dia dibiarkan hidup di atas fitrahnya sendiri.
Seorang kritikus Barat pernah membenarkannya dengan perkataan: "Islam is the relegion of common sense" atau "Islam adalah agama akal."
Setiap bacaan dan pelajaran saya tentang Islam bertambah, bertambah pulalah keyakinan saya bahwa Islam itu adalah suatu agama yang paling praktis dan paling mampu menyelesaikan segala kesulitan dunia dan membawa alam kemanusiaan ke jalan keamanan dan kebahagiaan.
Karena itulah maka saya tidak ragu-ragu dalam kepercayaan saya bahwa Allah itu SATU/ESA, dan bahwa Musa, Isa dan Muhammad SAW serta nabi-nabi lain yang sebelumnya itu adalah para Nabi yang dituruni wahyu oleh Tuhan, bahwa kita manusia semua tidak dilahirkan dalam dosa, dan kita tidak memerlukan seorang perantara dalam menghadap Tuhan.
Kita semua mampu menghubungkan jiwa kita dengan Dia sembarang waktu, dan manusia itu, sampai Muhammad dan Isa sekalipun tidak ada yang bisa menjamin apa-apa untuk kita dari Allah SWT, dan bahwa keselamatan/kebahagiaan hidup kita itu tergantung kepada cara hidup dan amal perbuatan kita sendiri.
"Islam" berarti tunduk dan menyerah kepada Allah. "Islam" juga berarti selamat dan aman. Sedangkan seorang Muslim itu ialah orang yang beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Allah, sehingga dia bisa hidup dengan aman di hadapan Allah dan dalam lingkungan makhluk-Nya.
Islam berdiri di atas dua pokok. Pertama ialah ke-Esaan Allah, dan kedua ialah persaudaraan yang meliputi seluruh alam kemanusiaan. Islam bebas dari theologi dogmatis yang memberatkan. Lebih dari itu semua, Islam adalah suatu agama yang positif.
Dalam ibadah Haji --suatu peribadatan yang tidak bisa dijelaskan pengaruhnya dengan kata-kata-- orang melihat dirinya sebagai satu anggota dalam sebuah pergumulan besar dari seluruh dunia pada kesempatan suci di tanah suci, untuk bersama-sama dengan segala kekhusyuan mengagungkan Allah.
Dengan demikian tumbuhlah dalam jiwanya kesan tentang agungnya idealisme Islam, yakni terbukanya kesempatan baik untuk bersama-sama masuk dalam kancah percobaan kerohanian yang dianugerahkan Allah SWT kepada alam kemanusiaan.
Menziarahi tempat kelahiran Islam, bekas-bekas perjuangan Rasulullah SAW sewaktu beliau mengajak alam kemanusiaan yang sesat supaya kembali kepada Allah SWT.
Semua kehidupan yang penuh berkah itu membangkitkan kesan dalam semua hati dan ingatan kepada perjuangan lama makan banyak waktu, yang dijalankan oleh Muhammad SAW dalam tahun-tahun yang penuh pengorbanan.
Semua itu berpengaruh dalam jiwa dan melebur dalam semburat cahaya langit yang menerangi seluruh jagat raya.
Bukan itu saja, dalam ibadah Haji itu masih ada yang lebih penting lagi, yaitu membuktikan adanya persatuan di kalangan kaum Muslimin. Kalau ada suatu hal yang dapat mempersatukan kekuatan Ummat Islam yang bercerai-berai dan memberinya corak persaudaraan dan semangat kerjasama, maka ibadah Haji-lah yang dapat membuktikannya.
Dalam melaksanakan ibadah Haji terdapat kesempatan untuk mempertemukan semua bangsa dari seluruh dunia untuk saling berkenalan dan bertukar pikiran tentang hal-ihwal masing-masing, dan mempersatukan tenaga dalam usaha kemaslahatan bersama dengan mengesampingkan soal-soal negeri tempat tinggal, perbedaan golongan dan madzhab, warna kulit atau kebangsaan.
Semua bersatu dalam satu ikatan persaudaraan besar dalam akidah yang mengilhami bahwa merekalah sebenamya yang pantas menjadi pewaris keagungan.
(mhy)