QS. At-Taubah Ayat 102

وَاٰخَرُوۡنَ اعۡتَرَفُوۡا بِذُنُوۡبِهِمۡ خَلَطُوۡا عَمَلًا صَالِحًـا وَّاٰخَرَ سَيِّئًا ؕ عَسَى اللّٰهُ اَنۡ يَّتُوۡبَ عَلَيۡهِمۡ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
Wa aakharuuna' tarafuu bizunuubihim khalatuu 'amalan saalihanw wa aakhara saiyi'an 'asal laahu ai yatuuba 'alaihim; innal laaha Ghafuurur Rahiim
Dan (ada pula) orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Juz ke-11
Tafsir
Dan ada pula orang lain yang berada di sekeliling kamu yang mengakui dosa-dosa mereka lalu bertobat atas dosa-dosa itu, tetapi mereka masih mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk, dengan mereka taat dan beramal saleh dan pada waktu yang berbeda mereka masih berbuat jahat dan maksiat. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka jika mereka bertobat dengan sungguh-sungguh. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas segala dosa, Maha Penyayang kepada orang yang berusaha tidak mengulangi kesalahannya.
Dalam ayat ini dijelaskan golongan keempat, yaitu orang-orang yang tidak termasuk golongan munafik, ataupun as-Sabiqunal Awwalun, dan tidak pula termasuk golongan "orang-orang yang mengikuti dengan baik jejak as-Sabiqunal Awwalun". Mereka ini adalah orang-orang mukmin yang berdosa, dan mereka mengakui dengan jujur dosa-dosa mereka. Mereka ini telah mencampuradukkan antara perbuatan yang baik dengan perbuatan yang buruk, sehingga perbuatan mereka itu tidak seluruhnya baik dan tidak pula seluruhnya buruk.

Dengan demikian mereka bukan merupakan orang-orang yang benar-benar saleh, dan bukan pula termasuk golongan yang fasik atau munafik, karena dalam kenyataannya mereka suka berbuat yang baik tetapi sering pula berbuat jelek.

Di antara keburukan mereka ialah tidak ikut Perang Tabuk bersama kaum Muslimin lainnya, padahal mereka tidak mempunyai uzur atau alasan yang dibenarkan, karena mereka bukanlah orang-orang yang lemah, atau sakit; dan mereka tidak pula mengemukakan alasan-alasan bohong seperti yang dilakukan oleh kaum munafik; dan tidak pula minta izin seperti yang dilakukan orang-orang yang ragu-ragu. Namun demikian, mereka menyadari kesalahan itu pada saat mereka tidak ikut perang dan hati mereka takut kepada Allah. Dengan demikian, di satu pihak mereka tidak mau melakukan kewajiban, dan di pihak lain mereka menyadari kesalahannya karena merasa takut kepada Allah.

Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan bahwa golongan ini masih mempunyai harapan bahwa tobat mereka akan diterima Allah. Tobat mereka adalah kunci untuk memperoleh keampunan dan rahmat-Nya. Tobat yang benar hanya dapat dicapai bila seseorang telah mengetahui keburukan dosa serta akibatnya, sehingga timbul rasa takut ketika mengingat kemurkaan Allah serta siksaan-Nya. Kemudian timbul keinginan untuk membersihkan diri dari segala hal yang menimbulkan dosa, di samping niat dan tekad yang kuat untuk tidak melakukan kembali perbuatan itu, dan berusaha keras melakukan berbagai kebajikan untuk menghapuskan dosa-dosa dari perbuatan yang dilarang agama yang telah dilakukan, dan berakibat buruk bagi masyarakat dan diri sendiri.

Pada akhir ayat ini dijelaskan alasan masih adanya harapan bagi orang-orang yang berdosa bahwa tobat mereka akan diterima Allah, karena sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang mau bertobat dengan sebenar-benarnya; dan Allah adalah Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang mau berbuat kebajikan.

Menurut satu riwayat, ayat ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa yang terjadi pada enam orang Muslimin yang sengaja mangkir dari Perang Tabuk. Mereka itu adalah Abu Lubabah, Aus bin sa'labah, Wadi'ah bin hadzdzam, Ka'ab bin Malik, Murarah bin Rabi, dan Hilal bin Umayyah. Setelah menyadari kesalahan karena tidak ikut berperang, maka tiga orang di antaranya, yaitu Abu Lubabah, Aus dan sa'labah, datang ke mesjid membawa harta benda mereka, lalu mereka mengikatkan diri pada tiang-tiang mesjid, serta bertekad bahwa hanya Rasulullah yang akan melepaskan mereka dari ikatan itu. Sedang harta benda tersebut mereka maksudkan untuk diserahkan kepada Rasulullah untuk beliau bagikan kepada yang berhak menerimanya sebagai sedekah untuk menebus kesalahan mereka. Setelah hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw, maka beliau bersabda, "Saya tidak akan melepaskan mereka dari ikatan itu, sampai datangnya ketentuan dari Allah." Maka turunlah ayat ini. Rasulullah lalu membuka tali pengikat yang mengikat mereka di tiang itu.

Ibnu Katsir berpendapat, "Walaupun ayat ini turun mengenai orang-orang tertentu namun isinya tetap berlaku untuk umum, mencakup semua orang yang berdosa yang mencampuradukkan antara perbuatan yang baik dan yang buruk kemudian menyadari kesalahan mereka, lalu mereka bertobat kepada Allah dengan cara yang sebaik-baiknya."
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. At-Taubah
Surat At Taubah terdiri atas 129 ayat termasuk golongan surat-surat Madaniyyah. Surat ini dinamakan At Taubah yang berarti pengampunan berhubung kata At Taubah berulang kali disebut dalam surat ini. Dinamakan juga dengan Baraah yang berarti berlepas diri yang di sini maksudnya pernyataan pemutusan perhubungan, disebabkan kebanyakan pokok pembicaraannya tentang pernyataan pemutusan perjanjian damai dengan kaum musyrikin. Di samping kedua nama yang masyhur itu ada lagi beberapa nama yang lain yang merupakan sifat dari surat ini. Berlainan dengan surat-surat yang lain, maka pada permulaan surat ini tidak terdapat basmalah, karena surat ini adalah pernyataan perang dengan arti bahwa segenap kaum muslimin dikerahkan untuk memerangi seluruh kaum musyrikin, sedangkan basmalah bernafaskan perdamaian dan cinta kasih Allah. Surat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad s.a.w. kembali dari peperangan Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H. Pengumuman ini disampaikan oleh Saidina 'Ali r.a. pada musim haji tahun itu juga.