Doa Mustajab Orang Gila
A
A
A
Harun seorang driver perusahaan swasta. Hari itu ia lewat daerah Cawang Kompor, Otista, Jakarta Timur. Jalanan macet dan terlihat kerumunan. Sejurus kemudian, Harun menoleh dan ternyata di sana ada seorang gila dengan kepala berlumur darah.
Pemilik toko mengusir orang gila tersebut sambil memukulinya dengan gagang sapu. Banyak orang hanya menonton, namun Harun bersikap. Meski ia tidak kenal dengan orang gila itu namun ia hendak menghentikan ulah pemilk toko.
“Pak, jangan dipukul. Dia adalah hamba Allah juga seperti kita…!” teriak Harun ke arah pemilik toko. Mendengarnya sang pemilik toko menukas, “Kamu saudaranya ya? Bawa dia pergi atau saya pukuli dia kembali! Sebab dia ada di sini, semua orang takut berbelanja di toko ku”
“Bukan Pak, aku tidak mengenalnya. Namun tidak perlu menyiksa untuk menyuruhnya pergi…” jawab Harun. Harun pun menggamit (menyentuh dengan tangan) orang gila tadi. Puff…. Tubuhnya bau, dekil, dan menjijikan. Namun anehnya Harun gak kepikiran!
Diajaknya orang gila tadi ke dalam mobil. Namun Harun belum kenal dengan orang gila ini. “Hmmmm…., Bapak siapa namanya?” Harun membuka tanya. Orang gila itu menatap kosong tiada menjawab.
“Dimana rumahnya…., Bapak mau diantar kemana…, Bapak punya keluarga atau tidak…?” itulah sejumlah pertanyaan yang dilontarkan Harun kepada orang gila. Namun tidak sedikit pun ia menjawab. Kosong. Hening. Membingungkan.
Harun lalu menurunkan orang gila itu di bawah fly over MT Haryono, Cawang. Saat dituntun Harun, orang itu kemudian duduk jongkok di trotoar. Lagi-lagi tatapannya kosong. Tergerak untuk bertanya, Harun pun sekali lagi berujar, “Bapak lapar… Bapak mau makan?” Tetap saja pertanyaan Harun tidak dijawab.
Entah energI apa yang menggerakkan Harun. Ia tinggalkan orang gila itu dan pergi ke sebuah warung tegal di pinggir jalan. Ia beli sebungkus nasi dengan harga kurang dari Rp10.000. Nasi bungkus itu disodorkan kepada orang gila, namun tetap saja ia tak bereaksi apa-apa.
Harun masih bersabar, ia buka bungkus nasi tersebut dan ia letakkan persis di depan orang gila tadi.
Pemandangan indah pun terjadi….
Begitu melihat nasi bungkus terhampar di hadapannya, orang gila tiba-tiba menatap tajam ke arah Harun. Mulai dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Ia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa.
Harun merinding melihat kejadian ini. Nyaris buliran air mata menetes, kalau saja ia tidak merasa malu kepada orang gila tersebut.
Tanpa pamit, Harun bergegas lari ke dalam mobil. Terharu sekali rasanya ia didoakan oleh orang gila yang tiada dikenalnya.
Dari spion mobil, Harun masih melihat orang gila itu masih terus berdoa dengan menengadahkan kedua tangannya ke langit. Kali ini buliran air mata hangat benar-benar menetes di pipi Harun. Maka ia pun pergi.
Tidak lebih dari sepekan dari kejadian yang mengharukan itu. Seorang direktur bank tempat Harun bekerja menyapanya. “Pak Harun sering keliling Jakarta dan sekitarnya kan?” tanya sang direktur. “Bila Anda melihat ada tanah kosong yang cukup luas mohon beritahukan saya ya. Kebetulan ada sebuah perusahaan mau mendirikan pabrik dan mengajukan kredit pinjaman kepada bank kita.”
Hanya selang beberapa hari setelah itu, Harun pergi ke daerah Jonggol dan mendapati ada sebuah tanah yang luas hendak dijual. Harun menghubungi pemiliknya, dan setelah itu ia beritahukan kepada direktur bank tadi, perihal tanah tersebut.
Subhanallah, tanpa disangka, perusahaan yang hendak mendirikan pabrik setuju. Kredit pun cair, dan tanah tersebut dibeli. Harun pun menuturkan kepada saya, bahwa ia mendapat komisi ratusan juta rupiah dari transaksi yang tiada disengaja itu baginya.
“Allahu Akbar….. saya amat yakin bahwa rezeki teramat besar bagi saya itu, yakni Allah SWT berikan kepada saya, sebab doa orang gila yang saya temui di daerah Cawang Kompor,” ujar Harun kepada saya dengan mata berkaca-kaca.
Sobat, janganlah menganggap remeh setiap kebaikan yang terhampar di hadapan Anda. Boleh jadi pertolongan Allah SWT teramat dekat dengan diri, dan acap kali kita mengabaikannya.
Pemilik toko mengusir orang gila tersebut sambil memukulinya dengan gagang sapu. Banyak orang hanya menonton, namun Harun bersikap. Meski ia tidak kenal dengan orang gila itu namun ia hendak menghentikan ulah pemilk toko.
“Pak, jangan dipukul. Dia adalah hamba Allah juga seperti kita…!” teriak Harun ke arah pemilik toko. Mendengarnya sang pemilik toko menukas, “Kamu saudaranya ya? Bawa dia pergi atau saya pukuli dia kembali! Sebab dia ada di sini, semua orang takut berbelanja di toko ku”
“Bukan Pak, aku tidak mengenalnya. Namun tidak perlu menyiksa untuk menyuruhnya pergi…” jawab Harun. Harun pun menggamit (menyentuh dengan tangan) orang gila tadi. Puff…. Tubuhnya bau, dekil, dan menjijikan. Namun anehnya Harun gak kepikiran!
Diajaknya orang gila tadi ke dalam mobil. Namun Harun belum kenal dengan orang gila ini. “Hmmmm…., Bapak siapa namanya?” Harun membuka tanya. Orang gila itu menatap kosong tiada menjawab.
“Dimana rumahnya…., Bapak mau diantar kemana…, Bapak punya keluarga atau tidak…?” itulah sejumlah pertanyaan yang dilontarkan Harun kepada orang gila. Namun tidak sedikit pun ia menjawab. Kosong. Hening. Membingungkan.
Harun lalu menurunkan orang gila itu di bawah fly over MT Haryono, Cawang. Saat dituntun Harun, orang itu kemudian duduk jongkok di trotoar. Lagi-lagi tatapannya kosong. Tergerak untuk bertanya, Harun pun sekali lagi berujar, “Bapak lapar… Bapak mau makan?” Tetap saja pertanyaan Harun tidak dijawab.
Entah energI apa yang menggerakkan Harun. Ia tinggalkan orang gila itu dan pergi ke sebuah warung tegal di pinggir jalan. Ia beli sebungkus nasi dengan harga kurang dari Rp10.000. Nasi bungkus itu disodorkan kepada orang gila, namun tetap saja ia tak bereaksi apa-apa.
Harun masih bersabar, ia buka bungkus nasi tersebut dan ia letakkan persis di depan orang gila tadi.
Pemandangan indah pun terjadi….
Begitu melihat nasi bungkus terhampar di hadapannya, orang gila tiba-tiba menatap tajam ke arah Harun. Mulai dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Ia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa.
Harun merinding melihat kejadian ini. Nyaris buliran air mata menetes, kalau saja ia tidak merasa malu kepada orang gila tersebut.
Tanpa pamit, Harun bergegas lari ke dalam mobil. Terharu sekali rasanya ia didoakan oleh orang gila yang tiada dikenalnya.
Dari spion mobil, Harun masih melihat orang gila itu masih terus berdoa dengan menengadahkan kedua tangannya ke langit. Kali ini buliran air mata hangat benar-benar menetes di pipi Harun. Maka ia pun pergi.
Tidak lebih dari sepekan dari kejadian yang mengharukan itu. Seorang direktur bank tempat Harun bekerja menyapanya. “Pak Harun sering keliling Jakarta dan sekitarnya kan?” tanya sang direktur. “Bila Anda melihat ada tanah kosong yang cukup luas mohon beritahukan saya ya. Kebetulan ada sebuah perusahaan mau mendirikan pabrik dan mengajukan kredit pinjaman kepada bank kita.”
Hanya selang beberapa hari setelah itu, Harun pergi ke daerah Jonggol dan mendapati ada sebuah tanah yang luas hendak dijual. Harun menghubungi pemiliknya, dan setelah itu ia beritahukan kepada direktur bank tadi, perihal tanah tersebut.
Subhanallah, tanpa disangka, perusahaan yang hendak mendirikan pabrik setuju. Kredit pun cair, dan tanah tersebut dibeli. Harun pun menuturkan kepada saya, bahwa ia mendapat komisi ratusan juta rupiah dari transaksi yang tiada disengaja itu baginya.
“Allahu Akbar….. saya amat yakin bahwa rezeki teramat besar bagi saya itu, yakni Allah SWT berikan kepada saya, sebab doa orang gila yang saya temui di daerah Cawang Kompor,” ujar Harun kepada saya dengan mata berkaca-kaca.
Sobat, janganlah menganggap remeh setiap kebaikan yang terhampar di hadapan Anda. Boleh jadi pertolongan Allah SWT teramat dekat dengan diri, dan acap kali kita mengabaikannya.
(lis)