Tausiyah Menarik! Begini Cara Rasulullah Mengajarkan Kemandirian Finansial
loading...
A
A
A
Sejak 14 abad lebih lalu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajarkan bagaimana agar mandiri secara finansial sehingga bermanfaat bagi orang lain. Bukan sebaliknya membebani orangtua atau berharap bantuan orang lain.
Secara sederhana, kemandirian finansial adalah ketika seseorang mampu membiayai kebutuhan hidupnya tanpa membebani orangtua atau berharap bantuan orang lain. Dai yang juga pakar Sejarah Islam, Ustaz Budi Ashari menceritakan bagaimana Sahabat Nabi menghidupkan kemandirian finansial sehingga memberi manfaat kepada orang lain.
Berikut penjelasan Ustaz Budi Ashari dikutip dari kajian yang diunggah Yanfa'unaa Channel 14 Desember 2021:
"Dalam masalah harta dan keuangan, orang-orang beriman itu diminta Allah untuk memberi manfaat kepada orang lain, bukan malah menjadi beban bagi orang lain. Allah berfirman dalam satu ayat yang panjang di akhir Surat Al-Muzammil :
"...Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Muzammil Ayat 20)
Sahabat Nabi seperti Abdullah bin Mas'ud ketika mendengar ayat ini, beliau berkata: "Seorang muslim yang membawa dagangan dari satu negeri kemudian masuk ke negeri muslim lainnya. Yang dengan membawa dagangan itu dia berharap pahala Allah maka dia sederajat dengan orang yang berjihad fii sabilillah. Imam Al-Qurtubi mengatakan hal itu dalam tafsirnya.
Abdullah bin Umar juga pernah berkata, kematian yang paling aku cintai setelah mati berjihad fii sabilillah adalah kematian aku dekat dengan untaku saat aku sedang melakukan perjalanan dagang mencari rezeki yang halal.
Inilah sosok-sosok Sahabat Nabi yang masih muda namun sudah mandiri secara finansial. Mereka punya semangat mencari rezeki halal. Abdullah Bin Umar itu masih muda, ketika Rasulullah SAW wafat, usianya baru sekitar 20 tahun. Beliau seangkatan dengan Anas Bin Malik.
Coba bayangkan, kita sudah lama menyusahkan orangtua dan membebani mereka. Bayangkan antum mulai sekolah TK sampai kuliah. Selesai kuliah umur 22 tahun tak mandiri juga keuangannya. Untuk diketahui, 22 tahun itu Muhammad Al-Fatih itu sudah menjadi Sultan.
Umar Bin Abdul Aziz, usia 23 tahun sudah menjadi Menteri. Kalau kita masih begini membebani orangtua, minta ongkos, tangan begini. Di sini ada kesalahan luar biasa, tidak ada kemandirian sama sekali.
Cara Rasulullah Mendidik Sahabat
Mari kita lihat bagaimana Rasulullah SAW mendidik para Sahabat untuk mandiri. Saya berikan satu kisah untuk menjadi pelajaran berharga. Kisah ini bisa dijadikan program oleh negara untuk membantu warga keluarga dari kemiskinan.
"Suatu hari datang seseorang dari kalangan Anshor kepada Rasulullah berniat mengemis kepada Beliau. Nabi kalau diminta pasti beri. Tapi ini anak muda, meminta makan. Maka Rasulullah, bertanya apa yang dimiliki laki-laki itu di rumahnya.
Laki-laki itu menjelaskan yang dia punya hanya kain kasar untuk selimut dan gelas untuk minum. Rasulullah pun menyuruhnya pulang untuk mengambil dua benda tersebut.
Setelah laki-laki Anshor itu kembali kepada Rasulullah, Beliau menjual dua benda yang dimiliki laki-laki itu. Ada yang bersedia membayar satu dirham, namun Rasulullah tidak berkenan lalu menawarkannya kepada orang lain hingga akhirnya benda tak berharga itu laku dua Dirham.
"Yang satu Dirham belikan untuk makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Kemudian satu dirham lagi belikan sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku," kata Rasulullah.
Beberapa hari kemudian, laki-laki itu datang kepada Rasulullah sembari membawa kapak. Dia menyerahkan kapak itu kepada Baginda Rasulullah. Kemudian kapak itu diikat dengan sebatang kayu sehingga bisa digunakan. Setelah itu, kapak tersebut diserahkan Rasulullah kepada laki-laki dari kalangan Anshor itu.
"Pergilah, carilah kayu bakar dan juallah ke pasar. Dan aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari," kata Rasulullah.
Sahabat itu pun menurut lalu pergi mencari kayu bakar. Dia pun menjual kayu-kayunya kepada orang yang membutuhkan.
Setelah 15 hari berlalu, laki-laki itu datang kepada Rasulullah. Di tangannya sudah ada 10 Dirham, cukup untuk membeli makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya.
Kemudian Rasulullah berkata: "Ini lebih baik untukmu daripada datang meminta-minta."
Secara sederhana, kemandirian finansial adalah ketika seseorang mampu membiayai kebutuhan hidupnya tanpa membebani orangtua atau berharap bantuan orang lain. Dai yang juga pakar Sejarah Islam, Ustaz Budi Ashari menceritakan bagaimana Sahabat Nabi menghidupkan kemandirian finansial sehingga memberi manfaat kepada orang lain.
Berikut penjelasan Ustaz Budi Ashari dikutip dari kajian yang diunggah Yanfa'unaa Channel 14 Desember 2021:
"Dalam masalah harta dan keuangan, orang-orang beriman itu diminta Allah untuk memberi manfaat kepada orang lain, bukan malah menjadi beban bagi orang lain. Allah berfirman dalam satu ayat yang panjang di akhir Surat Al-Muzammil :
"...Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Muzammil Ayat 20)
Sahabat Nabi seperti Abdullah bin Mas'ud ketika mendengar ayat ini, beliau berkata: "Seorang muslim yang membawa dagangan dari satu negeri kemudian masuk ke negeri muslim lainnya. Yang dengan membawa dagangan itu dia berharap pahala Allah maka dia sederajat dengan orang yang berjihad fii sabilillah. Imam Al-Qurtubi mengatakan hal itu dalam tafsirnya.
Abdullah bin Umar juga pernah berkata, kematian yang paling aku cintai setelah mati berjihad fii sabilillah adalah kematian aku dekat dengan untaku saat aku sedang melakukan perjalanan dagang mencari rezeki yang halal.
Inilah sosok-sosok Sahabat Nabi yang masih muda namun sudah mandiri secara finansial. Mereka punya semangat mencari rezeki halal. Abdullah Bin Umar itu masih muda, ketika Rasulullah SAW wafat, usianya baru sekitar 20 tahun. Beliau seangkatan dengan Anas Bin Malik.
Coba bayangkan, kita sudah lama menyusahkan orangtua dan membebani mereka. Bayangkan antum mulai sekolah TK sampai kuliah. Selesai kuliah umur 22 tahun tak mandiri juga keuangannya. Untuk diketahui, 22 tahun itu Muhammad Al-Fatih itu sudah menjadi Sultan.
Umar Bin Abdul Aziz, usia 23 tahun sudah menjadi Menteri. Kalau kita masih begini membebani orangtua, minta ongkos, tangan begini. Di sini ada kesalahan luar biasa, tidak ada kemandirian sama sekali.
Cara Rasulullah Mendidik Sahabat
Mari kita lihat bagaimana Rasulullah SAW mendidik para Sahabat untuk mandiri. Saya berikan satu kisah untuk menjadi pelajaran berharga. Kisah ini bisa dijadikan program oleh negara untuk membantu warga keluarga dari kemiskinan.
"Suatu hari datang seseorang dari kalangan Anshor kepada Rasulullah berniat mengemis kepada Beliau. Nabi kalau diminta pasti beri. Tapi ini anak muda, meminta makan. Maka Rasulullah, bertanya apa yang dimiliki laki-laki itu di rumahnya.
Laki-laki itu menjelaskan yang dia punya hanya kain kasar untuk selimut dan gelas untuk minum. Rasulullah pun menyuruhnya pulang untuk mengambil dua benda tersebut.
Setelah laki-laki Anshor itu kembali kepada Rasulullah, Beliau menjual dua benda yang dimiliki laki-laki itu. Ada yang bersedia membayar satu dirham, namun Rasulullah tidak berkenan lalu menawarkannya kepada orang lain hingga akhirnya benda tak berharga itu laku dua Dirham.
"Yang satu Dirham belikan untuk makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Kemudian satu dirham lagi belikan sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku," kata Rasulullah.
Beberapa hari kemudian, laki-laki itu datang kepada Rasulullah sembari membawa kapak. Dia menyerahkan kapak itu kepada Baginda Rasulullah. Kemudian kapak itu diikat dengan sebatang kayu sehingga bisa digunakan. Setelah itu, kapak tersebut diserahkan Rasulullah kepada laki-laki dari kalangan Anshor itu.
"Pergilah, carilah kayu bakar dan juallah ke pasar. Dan aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari," kata Rasulullah.
Sahabat itu pun menurut lalu pergi mencari kayu bakar. Dia pun menjual kayu-kayunya kepada orang yang membutuhkan.
Setelah 15 hari berlalu, laki-laki itu datang kepada Rasulullah. Di tangannya sudah ada 10 Dirham, cukup untuk membeli makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya.
Kemudian Rasulullah berkata: "Ini lebih baik untukmu daripada datang meminta-minta."