Waktu yang Paling Afdhol Menunaikan Zakat Fitrah

Rabu, 29 Mei 2019 - 16:18 WIB
Waktu yang Paling Afdhol Menunaikan Zakat Fitrah
Waktu yang Paling Afdhol Menunaikan Zakat Fitrah
A A A
Zakat merupakan salah satu pondasi dari Agama Islam. Allah berfirman dalam Alqur'an: "Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 110)

Rasulullah SAW juga bersabda tentang perihal zakat dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, (yang artinya): "Islam didirikan di atas lima pondasi: 1. Bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan (Nabi) Muhammad utusan Allah. 2. Mendirikan salat. 3. Menunaikan Zakat. 4. Haji ke Baitullah, 5. Puasa di bulan Ramadhan. (Baca Juga: Inilah Syarat Wajib Menunaikan Zakat Fitrah)

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Fachriyah Tangerang, Al-Habib Ahmad bin Novel Jindan menjelaskan seputar fiqih zakat fitrah yang perlu diketahui masyarakat awam dan para panitia zakat. Salah satunya mengenai waktu menunaikan Zakat Fitrah. (Baca Juga: Bacaan Niat dan Doa Zakat Fitrah)

Habib Ahmad bin Novel menjelaskan bahwa Zakat Fitrah wajib ditunaikan mulai dari terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan. Walau demikian Zakat Fitrah boleh ditunaikan sejak masuknya bulan Ramadhan.

"Saat yang paling tepat dan afdhol adalah antara terbit fajar hari raya sampai salat 'Idul Fitri," kata Habib Ahmad saat Daurah Fiqh Zakat Fitrah di Ponpes Al-Fachriyah, Ciledug, Tangerang, belum lama ini.

Adapun menunaikannya setelah salat Idul Fitri sampai terbenam matahari hari raya hukumnya makruh. Dan apabila mengundurkannya hingga setelah terbenam matahari hari raya maka hukumnya haram, dan Zakat Fitrah tetap wajib ia tunaikan.
Waktu yang Paling Afdhol Menunaikan Zakat Fitrah

8 Golongan Penerima Zakat Fitrah

Mengenai penyaluran Zakat Fitrah tidak boleh disalurkan melainkan kepada 8 golongan yang disebut dalam Alqur'an Surah At-Taubah ayat 60. Berikut 8 golongan penerima zakat fitrah:

1. Faqir.
Orang yang tidak memiliki harta atau pekerjaan sama sekali, atau memiliki harta/pekerjaan yang tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhannya.

2. Miskin.

Orang yang memiliki harta/pekerjaan yang hanya dapat menutupi di atas setengah dari kebutuhannya. Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan yang tersebut di atas adalah kebutuhan primer yang sederhana. Sehingga apabila harta/pekerjaannya tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhan primernya yang sederhana, maka ia tergolong faqir. Dan apabila dapat menutupi di atas setengah kebutuhan primernya yang sederhana maka ia tergolong miskin.

3. Amil.
Orang yang dilantik secara resmi oleh pemerintah untuk mengelola zakat. Dan Amil hanya berhak menerima zakat apabila tidak mendapat gaji/upah dari pemerintah. Dan yang berhak mereka terima dari zakat hanyalah sekadar upah yang wajar. Adapun apabila mereka menerima gaji/upah dari pemerintah, maka mereka tidak berhak menerima zakat. Adapun sebagian besar panitia zakat yang ada di masjid/mushalla, sekolah, majlis ta'lim, sebagaimana yang ada di masyarakat, mereka bukanlah Amil yang dimaksud oleh syari'ah, karena mereka tidak dilantik secara resmi oleh pemerintah. Status mereka hanyalah wakil/perantara dari orang yang berzakat.

4. Muallaf.

Seseorang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. Atau seorang tokoh masyarakat yang masuk Islam yang imannya kuat yang dengan diberikan kepadanya zakat diharap keislaman orang-orang yang setaraf dengannya.

5. Fir Riqob.
Budak yang mempunyai akad dengan majikannya bahwa dirinya akan merdeka apabila ia mampu kepada majikannya jumlah yang disepakatinya.

6. Ghorim.
Adalah seorang yang berhutang bukan untuk maksiat.

7. Fi Sabilillah.
Orang yang berperang di jalan Allah melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah. Adapun kiayi, ustad, guru, masjid/mushalla, pesantren, madrasah dan sebagainya, mereka bukanlah yang dimaksud dengan kata 'Fi Sabilillah' sehingga mereka tidak diperbolehkan menerima zakat. Sebab tidak ada seorangpun dari ahli tafsir yang menafsirkan kata 'Fi Sabilillah' dengan ulama, kiyai, ustaz, masjid/mushalla. Akan tetapi sebaliknya mereka secara jelas menafsirkan 'Fi Sabilillah' dengan orang yang berperang di jalan Allah. Bahkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim yang juga dishahihkan olehnya bahwa Nabi Muhammad SAW secara jelas menyebutkan bahwa 'Fi Sabilillah' adalah orang yang berperang di jalan Allah.

8. Ibnu Sabil.
Orang yang musafir atau orang yang memulai safar (perjalanan) yang tidak memiliki bekal untuk sampai ke tujuan.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7128 seconds (0.1#10.140)