Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Selasa, 24 Desember 2019 - 17:43 WIB
Hukum Mengucapkan Selamat...
Hukum Mengucapkan Selamat Natal
A A A
Ramai polemik di masyarakat tentang hukum mengucapkan 'Selamat Natal' kepada umat Kristiani. Bagaimana sebenarnya pandangan syariat terhadap masalah ini?

Berikut penjelasan Ustaz Ahmad Sarwat MA, Direktur Rumah Fiqih Indonesia (RFI). Menurut Ustaz Sarwat, Nabi Isa 'alaihissalam (AS) tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Beliau lahir di musim panas saat kurma berbuah, sebagaimana isyarat dalam ayat Al-Qur'an saat Ibunda Maryam melahirkannya di bawah pohon kurma. Saat itu Allah Ta'ala berfirman kepadanya:

"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu." (QS. Maryam: 25). Dari ayat ini jelas sekali bahwa Nabi Isa lahir ketika buah kurma masak, dan itu tidak terjadi di musim salju.

Perbedaan Pendapat Ucapan Selamat Natal


Jika ditelusuri lebih jauh, maka kita akan menemukan beragam pendapat. Ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak. Tapi ada juga yang membolehkannya dengan beberapa hujjah. Dan juga ada pendapat pertengahan.

Penjelasan ini tidak berniat memperkeruh keadaan. Sebaliknya, justru untuk memperluas wawasan keilmuan.

1. Pendapat Haramnya Ucapan Selamat Natal
Haramnya umat Islam mengucapkan Selamat Natal itu dimotori oleh fatwa ulama Saudi Arabia, yaitu fatwa Al-'Allamah Syeikh Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil pendapat Imam Ibnul Qayyim.

Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat dalam kitab Majma’ Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403), disebutkan bahwa: Memberi selamat kepada mereka hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah.

Hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid'ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari'atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad SAW telah diutus dengannya untuk semua makhluk.

Fatwa Ibnul Qayyim

Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah beliau berkata, "Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syiar-syiar kekufuran yang mereka lakukan.

2. Pendapat yang Tidak Mengharamkan

Selain pendapat yang tegas mengharamkan di atas, ada juga fatwa ulama yang cenderung tidak mengharamkan ucapan tahni'ah kepada umat Nasrani.

Fatwa Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi

Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni'ah saat perayaan agama lainnya.

Maka sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Kebolehan memberikan tahni'ah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kami dalam perayaan hari raya kami.

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An-Nisa': 86)

Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.

Fatwa Dr Mustafa Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs www.islamonline.net, Mustafa Ahmad Zarqa' menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada non muslim.

Beliau mengutip hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah itu.

Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka. Melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.

Beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan. Maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat Natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya.

Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan Natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.

Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga berpendapat sama dengan fatwa Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.

3. Pendapat Pertengahan
Dari kedua perbedaan pendapat itu, ada fatwa pertengahan, yaitu tidak mengharamkan secara mutlak tapi juga tidak membolehkan secara mutlak juga. Sehingga yang dilakukan adalah memilah-milah antara ucapa yang benar-benar haram dan ucapan yang masih bisa ditolelir.

Salah satunya adalah fatwa Dr Abdussattar Fathullah Said, beliau adalah profesor di bidang Ilmu Tafsir dan Ulumul-Quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram.

Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada non muslim tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.

Contohnya ucapan, "Semoga Tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda di hari ini." Beliau cenderung membolehkan ucapan seperti ini.

Tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, "Semoga Tuhan memberkati diri anda sekeluarga."

Beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah.

Kesimpulan
Sebagai awam, ketika melihat para ulama berbeda pandangan, tentu kita harus arif dan bijaksana. Kita tetap wajib menghormati perbedaan pendapat itu. Baik kepada pihak yang fatwanya sesuai dengan pendapat kita, atau pun kepada yang berbeda dengan selera kita.

Karena para ulama tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapatnya dalil yang bersifat sahih dan qath'i. Seandainya ada ayat atau hadis sahih yang secara tegas menyebutkan: 'Alaikum bi tahni'atinnashara wal kuffar', tentu semua ulama akan sepakat.

Namun, selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat 2 pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat 1 pahala.

Semoga kita tidak terjebak dengan suasana su'udzzhan (berprasangka buruk) dan saling menyalahkan dengan sesama umat Islam. Amin ya Rabbal 'Alamin

Wallahu A'lam Bisshawab
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1406 seconds (0.1#10.140)