Puasa dan upaya membangun takwa

Senin, 15 Juli 2013 - 17:47 WIB
Puasa dan upaya membangun takwa
Puasa dan upaya membangun takwa
A A A
PERINTAH wajib puasa pada Ramadan ditetapkan di Madinah pada 10 Syaban, tahun kedua Hijrah dengan turunnya ayat-ayat 183, 184, 185, dan 187 surat al-Baqarah. Puasa Ramadan merupakan rukun Islam ketiga.

Mengapa Allah memilih Ramadan sebagai pelaksanaan dari kewajiban puasa? Salah satunya karena pada bulan itu Alquran diturunkan untuk pertama kali. Selain itu, bulan ini Allah SWT juga menjadikan satu malam di antaranya sebagai lailat al-qadar, malam di mana ibadah manusia diberi ganjaran 1.000 kali lipat dari biasanya. Pada bulan itu bahkan dibukakan semua pintu surga (HR Bukhari dari Abu Hurairah).

Ada banyak tujuan yang dapat digapai melalui puasa di antaranya menjaga kesehatan, mengurangi berat badan, memperlambat proses penuaan, menambah kecantikan, mengendalikan diri dan emosi, serta sebagainya. Namun, Alquran menggarisbawahi bahwa tujuan hakiki puasa adalah menjadi orang yang bertakwa (QS al-Baqarah, 2: 183). Persoalannya, apa kriteria orang bertakwa?

Secara etimologis takwa berarti “menjaga diri”. Para ulama sering menjelaskan takwa sebagai upaya menjaga diri dari segala perbuatan dosa, termasuk meninggalkan segala bentuk perilaku kekerasan, khususnya terhadap anak dan perempuan serta kelompok rentan lainnya. Karena itu, yang patut disebut bertakwa hanyalah mereka yang memiliki kepribadian utuh dan integral (QS al-Hujurat, 49:13).

Alquran juga menjelaskan sejumlah kualifikasi orang-orang bertakwa di antaranya: 1) beriman kepada yang gaib, seperti Allah SWT, para malaikat, dan hari akhirat; 2) mendirikan salat; 3) menginfakkan sebagian dari rezeki yang diperolehnya; dan 4) beriman kepada Alquran dan kitab-kitab suci lain yang diturunkan sebelumnya (QS al-Baqarah, 2: 2-4). Wujud orang bertakwa dalam kehidupan nyata di masyarakat adalah mereka yang kehadirannya dirasakan bermanfaat bagi orang lain. Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling berguna bagi sesamanya (Hadits).

Orang-orang yang bertakwa diberi berbagai kelebihan oleh Allah SWT, tidak hanya ketika di akhirat nanti, tetapi juga saat mereka masih berada di dunia ini. Alquran menyebutkan sejumlah kelebihan mereka di antaranya: 1) diberikan solusi pada setiap problema yang dihadapinya (QS at-Talaq, 65: 2); 2) dipermudah segala urusannya (QS at-Talaq, 65: 4); 3) dianugerahi berkah dari langit dan bumi (QS al- A’raf, 7: 96; 4) diberikan kemampuan untuk dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil (QS al- Anfal, 8: 29); dan 5) diampuni segala dosa dan kesalahannya (QS al-Hadid, 57:28).

Selanjutnya, agar puasa dapat mengantarkan pelakunya menjadi orang bertakwa, perlu dipahami terlebih dahulu apa makna puasa. Puasa pada hakikatnya upaya pengendalian diri (self control) dari segala bentuk pikiran, keinginan, ucapan, dan tindakan yang tidak terpuji. Puasa yang sebenarnya adalah puasa yang mampu mencegah seseorang dari ucapan dusta dan tindakan yang tercela (HR Bukhari).

Di hadist lain dinyatakan puasa itu hendaknya mampu mengekang seseorang dari berkata yang tidak senonoh dan kasar, bahkan jika ada orang lain yang memaki atau menyakiti dirinya, hendaknya ia berkata, “Aku ini sedang puasa” (HR Bukhari). Puasa menghendaki pelakunya mampu menahan diri dari berbagai perangai kasar dan tercela, sampai-sampai meskipun seseorang itu dimaki misalnya, sebaiknya dia mengalah dan tidak perlu memberikan reaksi serupa.

Puasa sebagaimana ibadah lainnya memiliki dua dimensi, hablun min Allah (hubungan vertikal dengan Allah SWT) dan hablun min an-nas (hubungan horizontal antarmanusia). Karena itu, seseorang yang melaksanakan ibadah puasa dengan sungguhsungguh beriman dan ikhlas (imanan wa ihtisaban) secara tidak langsung dalam pengabdiannya terhadap Allah itu juga akan termanifestasi pengabdiannya kepada kemanusiaan.

Di antaranya menumbuhkan solidaritas sosial kepada fakir-miskin yang lapar. Puasa menumbuhkan dalam diri seseorang keinginan untuk mengorbankan atau mendermakan sebagian dari hartanya untuk membantu fakir-miskin kapan saja, bukan hanya pada Ramadan. Namun, yang lebih penting adalah bahwa dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan dirinya dari berbagai perilaku keji dan tercela sehingga masyarakat merasakan kedamaian dan ketenteraman.

Jika semua orang mampu mengimplementasikan makna puasa dalam keseharian mereka, pasti akan terwujud kondisi masyarakat yang aman dan tenteram. Wallahu a’lam bi as-shawab.

MUSDAH MULIA

Ketua Umum Indonesian Conference on Religion for Peace (ICRP)
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4758 seconds (0.1#10.140)