Iqra

Minggu, 21 Juli 2013 - 11:03 WIB
Iqra
Iqra
A A A
BACALAH! Semua muslim dan kebanyakan nonmuslim Indonesia tahu kata yang satu itu. Itulah wahyu pertama yang disampaikan Allah SWT kepada Muhammad SAW yang buta huruf.

Selanjutnya perintah Allah yang sekarang bisa kita baca sebagai Surat Al-Iqra atau Al-Alaq (QS 96: ayat 1 dan 3) itu dilanjutkan dengan pernyataan bahwa Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulisan (kalam) apa-apa yang tidak diketahuinya (ayat 4 dan 5). Artinya, sebelum menurunkan ayat-ayat yang lain, Allah sudah mengingatkan kepada Rasulullah bahwa membaca dan menulis itu paling utama untuk kemajuan umat. Ketika Surat Al-Iqra itu diturunkan (di Indonesia diperingati sebagai Hari Nuzulul Quran, setiap tanggal 17 Ramadan), sebetulnya umat manusia sudah bisa baca-tulis.

Tulisan-tulisan para filsuf Yunani dan pemikir Cina, dengan huruf masing-masing, masih bisa dibaca orang sampai hari ini walaupun ditulis ribuan tahun sebelum masehi, huruf hieroglif masih bisa kita lihat di museum-museum di Mesir, huruf Latin dipakai secara internasional, dan orang Arab, Jawa, Bali, Thailand, Korea, Jepang, dan masih banyak lagi masing-masing punya huruf yang masih aktif dipakai hingga sekarang.

Tapi memang zaman dulu yang bisa baca-tulis, apalagi berhitung, hanya orang-orang tertentu saja seperti para filsuf atau rohaniwan dan sebagian bangsawan. Rakyat jelata hampir semua buta huruf (termasuk saudagar Muhammad SAW). Bahkan banyak raja yang ahli perang, tetapi tetap buta huruf. Karena itulah Allah perintahkan kepada Muhammad SAW agar menyuruh umatnya untuk belajar menguasai baca-tulis.

Saya punya pembantu setengah baya, perempuan, yang tidak bisa baca-tulis. Istri saya kerepotan untuk meninggalkan pesan-pesan tertulis setiap dia mau pergi dari rumah. Saya juga dibuat jengkel karena kalau saya minta diambilkan KORAN SINDO edisi hari Minggu, diambilkannya buku masakan punya istri saya. Tapi rupanya anak saya cocok sama dia karena dia rajin dan pintar memasak.

Jadi ya sudah kami mutasikan ke rumah anak kami. Toh setiap akhir pekan saya dan istri bisa ikut menikmati nasi goreng hasil masakannya di rumahnya. Karena itu setiap orang tua zaman sekarang berusaha sekuat tenaga agar anak-anak mereka bisa baca-tulis-hitung dengan menyekolahkan anak-anaknya semampu mereka. Bahkan pemerintah mengeluarkan UU (versi mutakhir: No 20/ 2003) yang mengharuskan anak-anak umur 7–15 tahun untuk bersekolah. Kalau ada anak umursegitutidakbersekolah, artinya itu pelanggaran hukum (walaupun penegakan hukumnya hampir tidak ada).

Nah, setelah baca-tulis itu, Rasulullah menyuruh umatnya untuk mengembangkan pengetahuan seluas-luasnya. Belajarlahsampaikenegeri Cina, sabda beliau. Makahasilnya punmahadahsyat. Ilmu pengetahuan umat Islam sejak masa Rasulullah sampai beberapa ratus tahun kemudian berkembang sangat pesat. Karena ketika umat Muhammad sudah tekun belajar, orang-orang di Eropa masih sibuk saling berperang antarmereka. Maka kita sekarang mengenal angka ”0” (nol) dan nilai minus yang berasal dari huruf Arab.

Di aksara Romawi tidak ada angka nol, bahkanuntukmenulis angka ”4” dia perlu dua huruf ”IV” (yang artinya: 5-1) dan untuk angka ”6” dia tuliskan dua huruf juga ”VI” (yang artinya: 5+1). Untuk menuliskan jumlah yang besar-besar, angka Romawi sudah kehabisan huruf: L,M,C, semua sudah terpakai, sehingga kalau tidak ada angka Arab, pasti KPK hari ini sulit untuk menuliskan uang negara yang dicuri koruptor, yang jumlahnya triliunan rupiah. Belum lagi perkembangan ilmu matematika dan ilmu falak, bahkan ilmu jiwa.

Sepuluh abad sebelum Sigmund Freud menemukan ”alam ketidaksadaran” di akhir abad ke-19, seorang ilmuwan Islam, dokter Ar-Razi (865– 925M), sudah mengemukakan teori yang sama. Sayang sekali keunggulan Islam ketika itu tidak berlanjut. Alasannya, kecuali alasan-alasan politik (perpecahan dan persaingan di kalangan pemimpin-pemimpin Islam sendiri), adalah kemalasan kebanyakan umat Islam yang kemudian tidak mau lagi ber-iqra, seperti yang diperintahkan Allah dan Rasulullah.

Tentu saja setiap orang sekarang bisa membaca (kecuali PRT saya), tetapi hanya berapa yang mau membaca betulan, apalagi melaksanakan apa yang dibacanya, dan sangat amat sedikit yang mau mengembangkan pengetahuan dan atau ilmunya. Jangan jauh-jauh, lihat saja angkot yang berhenti seenaknya di bawah leter ”S”-dicoret yang artinya dilarang stop di situ atau mobil yang parkir pas di bawah leter ”P”-dicoret.

Padahal sopirnya sering kali bos sendiri yang empunya mobil. Atau lagi, pas di bawah tulisan ”Jangan buang sampah di sini” sampah menumpuk atau di musala tertulis ”Kebersihan adalah bahagian dari iman”, sajadah dan mukena umum yang disiapkan bau apak dan banyak bekas daki-kecokelatan karena entah berapa bulan tidak ketemu sabun-cuci. Pasalnya, umat Islam kita ini hanya membaca saja mengikuti perintah Allah: Iqra. Sesudah membaca, amin. Selanjutnya dia tidak berbuat apa-apa. Bukan hanya awam, orangorang terpelajar pun tidak menghargai tulisan.

Kalau rapat, semua pejabat membawa buku agenda tebal-tebal (beberapa sekarang sudah menggantinya dengan note book atau i- Pad) dan sibuk menulis. Tapi ketika ditanya oleh atasannya, ”Mana itu catatan rapat seminggu lalu,” semuanya bengong, ”Rapat yang mana, ya Pak?” Itulah sebabnya kita tidak pernah bisa punya data akurat tentang segala hal, termasuk data BLSM, sehingga menimbulkan kerusuhan di tingkat bawah.

Itulah pula sebabnya banyak produk hukum Indonesia yang simpang siur karena para pembuat hukum (termasuk para anggota DPR/ D) malas membaca UU atau hukum sebelumnya, tetapi mau langsung ngomong saja. Juga banyak orang kita tertipu kontrak-kontrak (asuransi, pinjam-meminjam, sewa-menyewa) karena malas membaca drafkontraknya. Lain dengan orang-orang di negara maju.

Setelah meninggalkan era jahiliahnya, orangorang Barat berubah jadi sangat gemar membaca, menulis, dan bercipta karya, yang juga dilakukan oleh bangsa-bangsa Asia seperti Jepang, Korea, Singapura, dsb. Membaca dan membaca, menulis, terus berkarya. Lihat saja betapa hampir semua orang Jepang membaca di kereta api komuter, sementara di Indonesia kebanyakan bengong atau merokok meski sudah ada bacaan ”Dilarang merokok” (cuma dibaca doang).

Subhanallah, Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Siapa yang mengikuti petunjuk- Nya, dialah yang akan dimuliakan. Sebab dengan mengikuti perintah-Nya, sesungguhnya dia sudah beriman walaupun dia sama sekali tidak tahu tentang ayat Iqraitu.

SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4750 seconds (0.1#10.140)