Tarekat Naqsabandiyah Mulai Puasa 27 Juni 2014
A
A
A
PADANG - Tarekat Naqsabandiyah, di Sumatera Barat, dipastikan mulai berpuasa pada Jumat 27 Juni 2014. Hal itu dilakukan sesuai dengan metode hisab dan ruqyah yang digunakan.
“Sesuai metode hisab dan Ruqyah, kita menetapkan awal Ramadan pada Jumat (27/6/2014) nanti akan melakukan puasa selama 30 hari,” kata Sekretaris Naqsabandiyah Edizon Revindo, di Kecamatan Pauh, Padang, Rabu (25/6/2014).
Edizon mengakui jamaah Terekat Naqsabandiyah mencapia 5.000 orang, tersebar di kabupaten-kabupaten di Sumatera Barat. “Kita sudah melihat hilal pada 22 Syaban beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Berbeda, Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Tengah mengumumkan 1 Ramadan 1435 H atau awal puasa jatuh pada tanggal 28 Juni 2014. Keputusan itu diambil melalui proses hisab wujudul hilal yang dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid.
“Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 28 Juni 2014 ini, kalau pemerintah 29 Juni. Karena pendekatannya berbeda, hasilnya pasti berbeda,” terang Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Tengah Rosihan.
Ditambahkan dia, perbedaan penetapan awal Ramadan di Indonesia, harus dijadikan kekayaan dan pemersatu, bukan perpecahan. Sebab, dengan begitu dapat diketahui bahwa ragam aliran agama di Indonesia seperti pelangi.
“Sesuai metode hisab dan Ruqyah, kita menetapkan awal Ramadan pada Jumat (27/6/2014) nanti akan melakukan puasa selama 30 hari,” kata Sekretaris Naqsabandiyah Edizon Revindo, di Kecamatan Pauh, Padang, Rabu (25/6/2014).
Edizon mengakui jamaah Terekat Naqsabandiyah mencapia 5.000 orang, tersebar di kabupaten-kabupaten di Sumatera Barat. “Kita sudah melihat hilal pada 22 Syaban beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Berbeda, Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Tengah mengumumkan 1 Ramadan 1435 H atau awal puasa jatuh pada tanggal 28 Juni 2014. Keputusan itu diambil melalui proses hisab wujudul hilal yang dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid.
“Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 28 Juni 2014 ini, kalau pemerintah 29 Juni. Karena pendekatannya berbeda, hasilnya pasti berbeda,” terang Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Tengah Rosihan.
Ditambahkan dia, perbedaan penetapan awal Ramadan di Indonesia, harus dijadikan kekayaan dan pemersatu, bukan perpecahan. Sebab, dengan begitu dapat diketahui bahwa ragam aliran agama di Indonesia seperti pelangi.
(san)