Puasa Meneguhkan Solidaritas Sosial

Senin, 07 Juli 2014 - 11:44 WIB
Puasa Meneguhkan Solidaritas Sosial
Puasa Meneguhkan Solidaritas Sosial
A A A
RAMADAN banyak memberikan warna dalam kehidupan beragama. Banyak perubahan suasana yang otomatis terjadi. Masjid, musalla atau surau yang semula sepi di malam hari berubah menjadi penuh dengan jamaah. Suasana ibadah malam hari dan subuh juga terasa padat dengan pengajian keagamaan. Ramadan ibarat panen raya yang menjanjikan penghasilan produktif untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Puasa bulan Ramadan yang diwajibkan mulai tahun dua hijrah ini mempunyai dua dimensi besar yang tidak dapat terpisah. Yakni dimensi personal dan sosial. Dimensi personal berarti seluruh kewajiban puasa menjadi tanggung jawab pribadi umat Islam dalam menjalankannya. Sebab dengan melaksanakan ibadah puasa, umat Islam akan terukur kadar keimanan dan ketaqwaannya.

Sebagai dimensi sosial, puasa Ramadan mempunyai makna yang sangat luas, baik dalam hal sosial kemasyarakatan secara khusus maupun secara umum. Secara khusus, makna sosial puasa akan tercermin dari kesadaran ibadah secara kolektif. Hadirnya Ramadan akan secara otomatis menggerakkan umat Islam untuk meramaikan ibadah di tempat-tempat ibadah. Artinya bahwa Ramadan akan memberikan porsi yang berlebih terhadap kondisi sosial masyarakat dalam menyemarakkan ibadah secara jamaah.

Sedangkan secara umum, Ramadan akan meningkatkan solidaritas umat dalam berbagai segmen. Orang yang termasuk kaya harta akan merasakan secara otomatis betapa beratnya menjadi hamba Allah yang tidak bisa makan dan minum karena tidak mempunyai biaya hidup. Selain itu dalam suasana Ramadan juga muncul kesadaran dalam mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah. Dimana kegiatan zakat, infaq dan sedekah terasa berat dilaksanakan di luar Ramadan.

Untuk menciptakan solidaritas bulan Ramadan, paling tidak perlu dilakukan empat hal pokok dalam menjaga kemurnian ibadah puasa.

Pertama, sikap empati terhadap umat adalah mutlak dijalankan untuk kesucian agama. Banyak problem sosial yang terjadi di masyarakat Islam akhir-akhir ini, terutama di Timur Tengah. Nampaknya banyak di antara umat Islam yang mengalami krisis kepercayaan dalam bidang politik. Satu golongan dengan golongan lain saling berebut kekuasaan.

Akibat dari konflik itu muncul problem sosial tentang kemiskinan, disharmoni hingga eksodus ke luar negara. Dalam suasana Ramadan nampaknya tepat sekali untuk melakukan koreksi diri, muhasabah bahwa konflik antar umat sangat tidak menguntungkan. Munculnya empati terhadap kondisi demikian akan membuat kehidmatan pelaksanaan ibadah
bulan suci ini. Sehingga lahir rasa memiliki antara satu dengan yang lainnya. Jika ada yang masih dalam kondisi terpuruk, maka tugas umat Islam lainnya adalah turut serta mengangkat derajat keterpurukan itu menjadi lebih baik.

Kedua, pemberdayaan sumber daya manusia. Pola pemberdayaan yang dimaksudkan adalah dengan model penataan garis koordinasi pengembangan SDM. Banyak peluang yang dapat dilakukan dalam memperkuat SDM umat Islam, namun karena koordinasinya pada titik lemah sehingga pembangunan SDM menjadi tidak merata. Yang paling pokok dalam hal ini adalah membekali umat Islam dengan pemahaman keimanan dan ketaqwaan serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penataan SDM muslim dalam bidang iman dan taqwa di bulan Ramadan sangatlah mudah. Sebab hadirnya Ramadan dengan sendirinya umat Islam memperkuat ibadah-ibadahnya, baik ibadah fisik dan psikis. Tanpa didorong untuk meningkatkan ibadah, secara sadar mereka menambah ibadah semacam salat tarawih, salat witir, salat tahajud, salat duha dan infaq setiap harinya.

Penataan SDM dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat penting dengan penghimpunan dana umat. Dari pengumpulan dana umat Islam dibutuhkan terobosan untuk memberikan beasiswa bagi orang miskin (yang tidak tersentuh pemerintah) untuk disekolahkan. Komitmen untuk mencerdaskan seluruh umat Islam itulah yang harus diwujudkan secara bersama-sama.

Ketiga, pengentasan kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan problem klasik yang tidak mudah untuk diselesaikan. Kemiskinan memang fitrah kehidupan dimana memang selalu terjadi akibat lemahnya SDM pendidikan, malas bekerja dan broken home. Yang patut diwaspadai dalam kemiskinan adalah lahirnya penyakit masyarakat semacam tindak kejahatan dan pindah agama.

Untuk membuat masyarakat Islam stabil dalam menatap kehidupan dunianya, maka dibutuhkan solusi pengentasan kemiskinan. Masyarakat yang masih dalam usia produktif perlu dibantu modal kerja agar mereka berdikari secara ekonomi dan hidup sejajar dengan yang lain. Adanya lembaga zakat dan infaq akan lebih baik jika didorong untuk kepentingan pengentasan kemiskinan.

Keempat, menjaga persaudaraan antarumat. Dalam suasana globalisasi ini, perlu kiranya umat Islam sadar bahwa kesatuan umat Islam itu sangat dibutuhkan. Konflik golongan, politik dan ambisi penguasaan ekonomi di basis Islam sangat tidak menguntungkan. Maka Ramadan menjadi momentum yang sangat tepat untuk menerbitkan dekrit kesadaran untuk bersatu. Jika umat Islam bersatu, maka dunia akan aman dan tenteram dengan warna Islam rahmatan lil 'alamin, yaitu Islam yang bisa memberikan rasa nyaman untuk penduduk dunia.

Dengan adanya empat hal dimaksud, Ramadan akan betul-betul bermakna dalam menguatkan solidaritas sosial. Dan ini adalah perintah agama di mana Islam adalah jamaah/organisasi yang harus mampu menyatukan umat dunia. Ramadan bukan hanya awal untuk memperbaiki jiwa, tapi Ramadan adalah adalah mengantarkan kebaikan sampai akhir hayat kita.

M RIKZA CHAMAMI, MSI
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2351 seconds (0.1#10.140)