Agama Bukan Sekadar Kebutuhan Manusia, Begini Penjelasan Quraish Shihab

Selasa, 07 Maret 2023 - 19:24 WIB
Prof Dr Quraish Shihab/Foto Ist
Agama bukan hanya merupakan kebutuhan manusia, tetapi juga selalu relevan dengan kehidupannya. Begitu pendapat Prof Dr Muhammad Quraish Shihab saat menjawab pertanyaan, apakah agama masih relevan dengan kehidupan masa kini?

Dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran ", Quraish Shihab mengatakan pandangan seseorang terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri. "Ketika pengaruh gereja di Eropa menindas para ilmuwan akibat penemuan mereka yang dianggap bertentangan dengan kitab suci, para ilmuwan pada akhirnya menjauh dari agama bahkan meninggalkannya," ujar Quraish.

Itu sebabnya muncul pertanyaan tadi: apakah agama masih relevan dengan kehidupan masa kini?

Menurut Quraish Shihab, sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu terlebih dahulu dijawab: Apakah manusia dapat melepaskan diri dari agama?" Atau, "Adakah alternatif lain yang dapat menggantikannya?"

Dalam pandangan Islam, kata Quraish Shihab, keberagamaan adalah fitrah, yakni sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya. "Fitrah Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu". ( QS Ad-Rum [30] : 30)



Quraish Shihab menjelaskan ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya. Memang manusia dapat menangguhkannya sekian lama--boleh jadi sampai dengan menjelang kematiannya. Tetapi pada akhirnya, sebelum roh rmeninggalkan jasad, ia akan merasakan kebutuhan itu.

Memang, kata Quraish Shihab, desakan pemenuhan kebutuhan bertingkat-tingkat. Kebutuhan manusia terhadap air dapat ditangguhkan lebih lama dibandingkan kebutuhan udara. Begitu juga kebutuhan manusia makanan, jauh lebih singkat dibandingkan dengan kebutuhan manusia untuk menyalurkan naluri seksual.

Demikian juga kebutuhan manusia terhadap agama dapat ditangguhkan, tetapi tidak untuk selamanya.

Quraish Shihab menjelaskan ketika terjadi konfrontasi antara ilmuwan di Eropa dengan Gereja, ilmuwan meninggalkan agama, tetapi tidak lama kemudian mereka sadar akan kebutuhan kepada pegangan yang pasti, dan ketika itu, mereka menjadikan "hati nurani" sebagai alternatif pengganti agama.

Namun tidak lama kemudian mereka menyadari bahwa alternatif ini, sangat labil, karena yang dinamai "nurani" terbentuk oleh lingkungan dan latar belakang pendidikan, sehingga nurani Si A dapat berbeda dengan Si B, dan dengan demikian tolok ukur yang pasti menjadi sangat rancu.



Setelah itu lahir filsafat eksistensialisme, yang mempersilakan manusia melakukan apa saja yang dianggapnya baik, atau menyenangkan tanpa mempedulikan nilai-nilai.

"Namun, itu semua tidak dapat menjadikan agama tergusur, karena ia tetap ada dalam diri manusia, walaupun keberadaannya kemudian tidak diakui oleh kebanyakan manusia itu sendiri," ujar Quraish Shihab.

William James menegaskan bahwa, selama manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan Tuhan).

Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama.

Ilmu mempercepat Anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju.

Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama menyesuaikan dengan jati dirinya.

Ilmu hiasan lahir, dan agama hiasan batin.

Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, dan agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata: Orang yang paling Allah benci adalah orang yang suka membantah dan sengit permusuhannya.

(HR. Bukhari No. 4161)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More