Istilah Manusia, Produksi dan Reproduksi dalam Al-Quran
Jum'at, 17 Maret 2023 - 09:05 WIB
Prof Dr Muhammad Quraish Shihab, MA mengatakan ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia. (1). Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin, semacam insan, ins, nas, atau unas. (2). Menggunakan kata basyar. (3). Menggunakan kata Bani Adam, dan zuriyat Adam.
"Uraian ini akan mengarahkan pandangan secara khusus kepada kata basyar dan kata insan," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran ".
Menurutnya, kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.
Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa: "Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu". ( QS Al-Kahf [18] : 110).
Dari sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat Al-Quran yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran". ( QS Al-Rum [30] : 20).
Quraish Shihab menjelaskan, bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu pula Maryam as mengungkapkan keheranannya dapat memperoleh anak, padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar (manusia dewasa yang mampu berhubungan seks) ( QS Ali 'Imran [3] : 47).
Kata basyiruhunna yang digunakan oleh Al-Quran sebanyak dua kali ( QS Al-Baqarah [2] : 187), juga diartikan dengan hubungan seks.
Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar. Perhatikan QS Al-Hijr (115): 28 yang menggunakan kata basyar dan QS Al-Baqarah (2) : 30 yang menggunakan kata khalifah, yang keduanya mengandung pemberitaan Allah kepada malaikat tentang manusia.
Quraish Shihab mengatakan kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Pendapat ini, jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dan kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang).
Kitab Suci Al-Quran, seperti tulis Bint Al-Syathi' dalam Al-Quran wa Qadhaya Al-Insan, seringkali memperhadapkan insan dengan jin/jan. Jin adalah makhluk halus yang tidak tampak, sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata lagi ramah.
Kata insan, digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.
Produksi dan Reproduksi Manusia
Al-Quran juga menguraikan produksi dan reproduksi manusia. Quraish Shihab mengatakan ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama, Al-Quran menunjuk kepada sang Pencipta dengan menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dan tanah". (QS Shad [38]: 71).
Apa yang menghalangi kamu (iblis) sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? (QS Shad [38]: 75).
Menurut Quraish Shihab, ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak. Demikian kesimpulan kita kalau membaca surat At-Tin ayat 4: Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Hal itu untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses kejadian Adam as. Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam, tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.
Al-Quran tidak menguraikan secara rinci proses kejadian Adam, yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Yang disampaikannya dalam konteks ini hanya: a. Bahan awal manusia adalah tanah. b. Bahan tersebut disempurnakan. c. Setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepadanya ruh Ilahi (QS Al-Hijr [15]: 28-29; Shad [38]: 71-72).
Apa dan bagaimana penyempurnaan itu, tidak disinggung oleh Al-Quran. Dari sini, kata Quraish Shihab, terdapat sekian banyak cendekiawan dan ulama Islam, jauh sebelum Darwin yang melakukan penyelidikan dan analisis sehingga berkesimpulan bahwa manusia diciptakan melalui fase atau evolusi tertentu, dan bahwa ada tingkat-tingkat tertentu menyangkut ciptaan Allah. Nama-nama seperti Al-Farabi (783-950 M), Ibnu Miskawaih (Wafat 1030 M), Muhammad bin Syakir Al-Kutubi (1287- 1363 M), Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dapat disebut sebagai tokoh-tokoh paham evolusi sebelum lahirnya teori evolusi Darwin (1804-1872 M).
Perlu ditambahkan bahwa kesimpulan ulama-ulama tersebut tidak sepenuhnya sama dalam rincian teori evolusi yang dirumuskan oleh Darwin.
Menurut Quraish Shihab, dari sini pula dapat dimengerti uraian pakar tafsir Syaikh Muhammad Abduh yang menyatakan bahwa seandainya teori Darwin tentang proses penciptaan manusia dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, maka tidak ada alasan dari Al-Quran untuk menolaknya.
Al-Quran hanya menguraikan proses pertama, pertengahan, dan akhir. Apa yang terjadi antara proses pertama dan pertengahan, serta antara pertengahan dan akhir, tidak dijelaskannya.
Abbas Al-Aqad, seorang ilmuwan dan ulama Mesir kontemporer, dalam bukunya Al-Insan fi Al-Quran (Manusia dalam Al-Quran) mempersilakan setiap Muslim, untuk --menerima atau menolak teori itu-- berdasarkan penelitian ilmiah, tanpa melibatkan Al-Quran sedikit pun, karena Al-Quran tidak berbicara secara rinci tentang proses kejadian manusia pertama.
"Uraian ini akan mengarahkan pandangan secara khusus kepada kata basyar dan kata insan," ujar Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran ".
Menurutnya, kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.
Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa: "Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu". ( QS Al-Kahf [18] : 110).
Dari sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat Al-Quran yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran". ( QS Al-Rum [30] : 20).
Quraish Shihab menjelaskan, bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu pula Maryam as mengungkapkan keheranannya dapat memperoleh anak, padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar (manusia dewasa yang mampu berhubungan seks) ( QS Ali 'Imran [3] : 47).
Kata basyiruhunna yang digunakan oleh Al-Quran sebanyak dua kali ( QS Al-Baqarah [2] : 187), juga diartikan dengan hubungan seks.
Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar. Perhatikan QS Al-Hijr (115): 28 yang menggunakan kata basyar dan QS Al-Baqarah (2) : 30 yang menggunakan kata khalifah, yang keduanya mengandung pemberitaan Allah kepada malaikat tentang manusia.
Quraish Shihab mengatakan kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Pendapat ini, jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dan kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang).
Kitab Suci Al-Quran, seperti tulis Bint Al-Syathi' dalam Al-Quran wa Qadhaya Al-Insan, seringkali memperhadapkan insan dengan jin/jan. Jin adalah makhluk halus yang tidak tampak, sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata lagi ramah.
Kata insan, digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.
Produksi dan Reproduksi Manusia
Al-Quran juga menguraikan produksi dan reproduksi manusia. Quraish Shihab mengatakan ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama, Al-Quran menunjuk kepada sang Pencipta dengan menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dan tanah". (QS Shad [38]: 71).
Apa yang menghalangi kamu (iblis) sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? (QS Shad [38]: 75).
Menurut Quraish Shihab, ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak. Demikian kesimpulan kita kalau membaca surat At-Tin ayat 4: Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Hal itu untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses kejadian Adam as. Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam, tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.
Al-Quran tidak menguraikan secara rinci proses kejadian Adam, yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Yang disampaikannya dalam konteks ini hanya: a. Bahan awal manusia adalah tanah. b. Bahan tersebut disempurnakan. c. Setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepadanya ruh Ilahi (QS Al-Hijr [15]: 28-29; Shad [38]: 71-72).
Apa dan bagaimana penyempurnaan itu, tidak disinggung oleh Al-Quran. Dari sini, kata Quraish Shihab, terdapat sekian banyak cendekiawan dan ulama Islam, jauh sebelum Darwin yang melakukan penyelidikan dan analisis sehingga berkesimpulan bahwa manusia diciptakan melalui fase atau evolusi tertentu, dan bahwa ada tingkat-tingkat tertentu menyangkut ciptaan Allah. Nama-nama seperti Al-Farabi (783-950 M), Ibnu Miskawaih (Wafat 1030 M), Muhammad bin Syakir Al-Kutubi (1287- 1363 M), Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dapat disebut sebagai tokoh-tokoh paham evolusi sebelum lahirnya teori evolusi Darwin (1804-1872 M).
Perlu ditambahkan bahwa kesimpulan ulama-ulama tersebut tidak sepenuhnya sama dalam rincian teori evolusi yang dirumuskan oleh Darwin.
Menurut Quraish Shihab, dari sini pula dapat dimengerti uraian pakar tafsir Syaikh Muhammad Abduh yang menyatakan bahwa seandainya teori Darwin tentang proses penciptaan manusia dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, maka tidak ada alasan dari Al-Quran untuk menolaknya.
Al-Quran hanya menguraikan proses pertama, pertengahan, dan akhir. Apa yang terjadi antara proses pertama dan pertengahan, serta antara pertengahan dan akhir, tidak dijelaskannya.
Abbas Al-Aqad, seorang ilmuwan dan ulama Mesir kontemporer, dalam bukunya Al-Insan fi Al-Quran (Manusia dalam Al-Quran) mempersilakan setiap Muslim, untuk --menerima atau menolak teori itu-- berdasarkan penelitian ilmiah, tanpa melibatkan Al-Quran sedikit pun, karena Al-Quran tidak berbicara secara rinci tentang proses kejadian manusia pertama.
(mhy)