Benarkah Bahasa Arab Bahasa Ahli Surga?
Jum'at, 17 Maret 2023 - 13:45 WIB
Ada yang berpendapat bahwa bahasa Arab nantinya akan menjadi bahasa penduduk surga. Dasar yang dipakai untuk mengemukakan bahasa penduduk surga adalah hadis dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Aku mencintai Arab karena tiga hal. Karena aku orang Arab, Al-Quran berbahasa Arab, dan bahasa Arab adalah bahasa surga."
Banyak ulama yang menghukumi hadis ini sebagai hadis dhaif , sebagian menyebut hadis palsu . Namun, Imam as-Suyuthi dalam Jami'us Shaghir memasukkkan hadis ini sebagai hadis dengan derajat sahih.
Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani dalam bukunya berjudul "Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah" diterjemahkan AM Basamalah menjadi "Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'" (Gema Insani Press, 1994) menyebut hadis ini maudhu' dan telah diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab al-Awsath dengan sanad dari Sa'adah bin Sa'ad, dari Ibrahim bin al-Mundzir, dari Abdul Aziz bin Imran, dari Syibl bin al-Ala, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah ra.
Adz-Dzahabi berkata dalam kitab al-Mughni bahwa Syibl bin al-Ala dikatakan oleh Ibnu Adi telah meriwayatkan hadis-hadis munkar. "Menurut saya, pernyataan Ibnu Adi tadi disepakati oleh mayoritas pakar hadis," ujar Al-Albani.
Al-Haitsami misalnya, dalam kitab al-Majma' X/52-53 berkata, "Dalam riwayat itu terdapat pula Abdul Aziz bin Imran yang oleh para pakar hadis ditinggalkan riwayatnya dan oleh Ibnu Muin dinyatakan sebagai perawi bukan tsiqah."
Imam Bukhari menyatakan, "Seluruh hadis yang dalam sanadnya terdapat nama Abdul Aziz, oleh mayoritas muhadditsin tidak diterima dan tidak pula ditulis."
Bahasa Neraka
Riwayat tentang bahasa Arab yang paling tinggi derajatnya hanya sampai mauquf ke Umar bin Khattab, tentang perkataannya, "Pelajarilah bahasa Arab karena ia adalah separuh dari agamamu." Dalam riwayat lain disebutkan "Ia bagian dari agamamu." Penjelasan ini didapatkan dalam Musnad firdaus ad-Dalimi.
Ada pula hadis mauquf yang sampai ke Ali bin Abi Thalib RA yang berbunyi, "Bahasa Arab adalah bahasa Surga." Hadis ini didhaifkan oleh az-Zahabi.
Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang bahasa penduduk surga, beliau menjawab dalam Majmu Fatawa jika tidak dapat diketahui bahasa apakah yang akan digunakan manusia pada hari itu. Tidak ada keterangan dari hadis maupun nash Al-Quran tentang hal ini. Tidak pernah juga didengar dari kalangan sahabat jika bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab dan bahasa penduduk neraka adalah bahasa Persia.
Namun, memang menurut Ibnu Taimiyah, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama khalaf. Ada yang menyebut bahasa Arab digunakan sebagai bahasa di surga dan bahasa Persia digunakan penduduk ahli neraka.
Hanya saja, ada juga beberapa pendapat mengatakan, penduduk surga akan memakai bahasa Suryaani sebagaimana dipakai oleh Nabi Adam AS dan diyakini semua bahasa dunia hari ini bersumber dari bahasa itu. Namun, Ibnu Taimiyah menggarisbawahi jika semua pendapat tersebut belum bisa dijadikan hujah karena tidak bersumber dari Al-Quran dan hadis.
Rektor Institut Ilmu AlQur'an (IIQ) KH Prof Dr Akhsin Sakho mengatakan hadis tersebut sekilas menyerukan ‘Arabisasi’ dalam segala hal. Padahal, Rasulullah SAW diutus untuk sekalian alam. "Orang Islam walau tidak bisa bahasa Arab, tetap saja bisa masuk surga. Masuk surga bukan karena bahasa Arabnya, namun amal saleh seseorang," ujarnya.
Menurut Kiai Akhsin, bahasan mengenai surga adalah perkara gaib. Diperlukan dalil khusus yang menjelaskan tentang hal gaib. "Surga urusan gaib yang mengetahui gaib hanya Allah. Apakah di surga berbahasa Arab? Allahu a'lam," katanya.
Akhsin mengatakan, secara logika bahasa Arab bisa menjadi salah satu media yang akan mengantarkan seseorang ke surga. Sebagaimana dipopulerkan para penyair Arab, bahasa Arab diibaratkan kunci dari ilmu pengetahuan Islam. Al-Quran dan hadis adalah sumber utama ilmu pengetahuan Islam berbahasa Arab. Artinya, hanya dengan memahami bahasa Arab, kita bisa membuka kunci ilmu pengetahuan dari sumbernya.
Mungkin saja, sebut Kiai Akhsin, mereka yang dulu mempelajari bahasa Arab ketika di dunia kemudian bercakap-cakap bersama rekan-rekannya sesama penuntut ilmu dengan bahasa Arab. Para ulama, baik orang Arab maupun non-Arab, kebanyakan bisa bahasa Arab. Orang alim dan fakih biasanya juga ahli bahasa Arab. Bukan tidak mungkin ketika orang-orang fakih ini ketika masuk surga akan berbincang dengan bahasa yang mereka pakai di dunia. Allahu a'lam.
Banyak ulama yang menghukumi hadis ini sebagai hadis dhaif , sebagian menyebut hadis palsu . Namun, Imam as-Suyuthi dalam Jami'us Shaghir memasukkkan hadis ini sebagai hadis dengan derajat sahih.
Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani dalam bukunya berjudul "Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah" diterjemahkan AM Basamalah menjadi "Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'" (Gema Insani Press, 1994) menyebut hadis ini maudhu' dan telah diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab al-Awsath dengan sanad dari Sa'adah bin Sa'ad, dari Ibrahim bin al-Mundzir, dari Abdul Aziz bin Imran, dari Syibl bin al-Ala, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah ra.
Adz-Dzahabi berkata dalam kitab al-Mughni bahwa Syibl bin al-Ala dikatakan oleh Ibnu Adi telah meriwayatkan hadis-hadis munkar. "Menurut saya, pernyataan Ibnu Adi tadi disepakati oleh mayoritas pakar hadis," ujar Al-Albani.
Al-Haitsami misalnya, dalam kitab al-Majma' X/52-53 berkata, "Dalam riwayat itu terdapat pula Abdul Aziz bin Imran yang oleh para pakar hadis ditinggalkan riwayatnya dan oleh Ibnu Muin dinyatakan sebagai perawi bukan tsiqah."
Imam Bukhari menyatakan, "Seluruh hadis yang dalam sanadnya terdapat nama Abdul Aziz, oleh mayoritas muhadditsin tidak diterima dan tidak pula ditulis."
Bahasa Neraka
Riwayat tentang bahasa Arab yang paling tinggi derajatnya hanya sampai mauquf ke Umar bin Khattab, tentang perkataannya, "Pelajarilah bahasa Arab karena ia adalah separuh dari agamamu." Dalam riwayat lain disebutkan "Ia bagian dari agamamu." Penjelasan ini didapatkan dalam Musnad firdaus ad-Dalimi.
Ada pula hadis mauquf yang sampai ke Ali bin Abi Thalib RA yang berbunyi, "Bahasa Arab adalah bahasa Surga." Hadis ini didhaifkan oleh az-Zahabi.
Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang bahasa penduduk surga, beliau menjawab dalam Majmu Fatawa jika tidak dapat diketahui bahasa apakah yang akan digunakan manusia pada hari itu. Tidak ada keterangan dari hadis maupun nash Al-Quran tentang hal ini. Tidak pernah juga didengar dari kalangan sahabat jika bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab dan bahasa penduduk neraka adalah bahasa Persia.
Namun, memang menurut Ibnu Taimiyah, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama khalaf. Ada yang menyebut bahasa Arab digunakan sebagai bahasa di surga dan bahasa Persia digunakan penduduk ahli neraka.
Hanya saja, ada juga beberapa pendapat mengatakan, penduduk surga akan memakai bahasa Suryaani sebagaimana dipakai oleh Nabi Adam AS dan diyakini semua bahasa dunia hari ini bersumber dari bahasa itu. Namun, Ibnu Taimiyah menggarisbawahi jika semua pendapat tersebut belum bisa dijadikan hujah karena tidak bersumber dari Al-Quran dan hadis.
Rektor Institut Ilmu AlQur'an (IIQ) KH Prof Dr Akhsin Sakho mengatakan hadis tersebut sekilas menyerukan ‘Arabisasi’ dalam segala hal. Padahal, Rasulullah SAW diutus untuk sekalian alam. "Orang Islam walau tidak bisa bahasa Arab, tetap saja bisa masuk surga. Masuk surga bukan karena bahasa Arabnya, namun amal saleh seseorang," ujarnya.
Menurut Kiai Akhsin, bahasan mengenai surga adalah perkara gaib. Diperlukan dalil khusus yang menjelaskan tentang hal gaib. "Surga urusan gaib yang mengetahui gaib hanya Allah. Apakah di surga berbahasa Arab? Allahu a'lam," katanya.
Akhsin mengatakan, secara logika bahasa Arab bisa menjadi salah satu media yang akan mengantarkan seseorang ke surga. Sebagaimana dipopulerkan para penyair Arab, bahasa Arab diibaratkan kunci dari ilmu pengetahuan Islam. Al-Quran dan hadis adalah sumber utama ilmu pengetahuan Islam berbahasa Arab. Artinya, hanya dengan memahami bahasa Arab, kita bisa membuka kunci ilmu pengetahuan dari sumbernya.
Mungkin saja, sebut Kiai Akhsin, mereka yang dulu mempelajari bahasa Arab ketika di dunia kemudian bercakap-cakap bersama rekan-rekannya sesama penuntut ilmu dengan bahasa Arab. Para ulama, baik orang Arab maupun non-Arab, kebanyakan bisa bahasa Arab. Orang alim dan fakih biasanya juga ahli bahasa Arab. Bukan tidak mungkin ketika orang-orang fakih ini ketika masuk surga akan berbincang dengan bahasa yang mereka pakai di dunia. Allahu a'lam.
(mhy)