Kisah Sahabat Berhubungan Intim di Siang Ramadan, Begini Respons Rasulullah SAW
Rabu, 29 Maret 2023 - 15:00 WIB
Para ulama sepakat (ijma') bahwa berhubungan intim suami istri di siang hari Ramadan hukumnya haram. Selain membatalkan puasa, pelakunya wajib meng-qadha (mengganti) puasa Ramadan dan membayar kafarat (denda).
Untuk diketahui, berhubungan suami istri (jimak) hanya dibolehkan pada malam hari Ramadan (mulai masuknya Maghrib hingga sebelum terbit Fajar) sebagaimana firman-Nya:
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu..." (QS Al-Baqarah ayat 187)
Ada kisah menarik salah satu sahabat Nabi berhubungan intim dengan istrinya di siang hari Ramadan. Kisah ini diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ وَقَعْتُ بِأَهْلِي فِي رَمَضَانَ قَالَ تَجِدُ رَقَبَةً قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لا قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ بِعَرَقٍ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ اذْهَبْ بِهَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
"Seseorang datang kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, celakalah aku!" Beliau bertanya, "Ada apa denganmu?" Dia menjawab, "Aku telah berhubungan intim dengan istri sementara aku dalam kondisi berpuasa (di bulan Ramadhan)." Maka Rasulullah bertanya: "Apakah kamu memiliki budak untuk dimerdekakan?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Dia menjawab, "Tidak." Nabi bertanya lagi: "Apakah kamu memiliki makanan untuk diberikan kepada kepada enam puluh orang miskin?" Dia menjawab, "Tidak."
Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa tempat besar di dalamnya ada kurma. Beliau bersabda: "Pergilah dan bersedekahlah dengannya." Orang tadi berkata: "Apakah ada yang lebih miskin dari diriku wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, tidak ada yang lebih membutuhkan di antara dua desa dibandingkan dengan keluargaku."
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Pergilah dan berilah makanan keluargamu." (HR Al-Bukhari 2600 dan Muslim 1111)
Riwayat lain diceritakan, Rasulullah SAW tak kuasa menahan tawanya ketika mendengar jawaban sahabat itu. Beliau tertawa hingga gigi geraham beliau terlihat, lalu berkata: أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ (Berilah makan keluargamu dengan itu!).
Dari kisah ini diambil kesimpulan oleh para ulama bahwa orang yang berjimak di siang hari Ramadan wajib membayar kafarat (denda). Yaitu memerdekakan budak apabila tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu juga, maka memberikan makan satu mud kepada 60 orang fakir miskin.
Lihat Juga: Kisah Qais Shirmah : Sahabat Nabi yang Menjadi Sebab Ditentukannya Puasa Ramadan dan Aturannya
Untuk diketahui, berhubungan suami istri (jimak) hanya dibolehkan pada malam hari Ramadan (mulai masuknya Maghrib hingga sebelum terbit Fajar) sebagaimana firman-Nya:
اُحِلَّ لَـکُمۡ لَيۡلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَآٮِٕكُمۡؕ
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu..." (QS Al-Baqarah ayat 187)
Ada kisah menarik salah satu sahabat Nabi berhubungan intim dengan istrinya di siang hari Ramadan. Kisah ini diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ وَقَعْتُ بِأَهْلِي فِي رَمَضَانَ قَالَ تَجِدُ رَقَبَةً قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لا قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ بِعَرَقٍ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ اذْهَبْ بِهَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
"Seseorang datang kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, celakalah aku!" Beliau bertanya, "Ada apa denganmu?" Dia menjawab, "Aku telah berhubungan intim dengan istri sementara aku dalam kondisi berpuasa (di bulan Ramadhan)." Maka Rasulullah bertanya: "Apakah kamu memiliki budak untuk dimerdekakan?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Dia menjawab, "Tidak." Nabi bertanya lagi: "Apakah kamu memiliki makanan untuk diberikan kepada kepada enam puluh orang miskin?" Dia menjawab, "Tidak."
Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa tempat besar di dalamnya ada kurma. Beliau bersabda: "Pergilah dan bersedekahlah dengannya." Orang tadi berkata: "Apakah ada yang lebih miskin dari diriku wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, tidak ada yang lebih membutuhkan di antara dua desa dibandingkan dengan keluargaku."
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Pergilah dan berilah makanan keluargamu." (HR Al-Bukhari 2600 dan Muslim 1111)
Riwayat lain diceritakan, Rasulullah SAW tak kuasa menahan tawanya ketika mendengar jawaban sahabat itu. Beliau tertawa hingga gigi geraham beliau terlihat, lalu berkata: أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ (Berilah makan keluargamu dengan itu!).
Dari kisah ini diambil kesimpulan oleh para ulama bahwa orang yang berjimak di siang hari Ramadan wajib membayar kafarat (denda). Yaitu memerdekakan budak apabila tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu juga, maka memberikan makan satu mud kepada 60 orang fakir miskin.
Lihat Juga: Kisah Qais Shirmah : Sahabat Nabi yang Menjadi Sebab Ditentukannya Puasa Ramadan dan Aturannya
(rhs)