Hukum Menggabungkan Niat Puasa Ramadan dan Diet, Begini Penjelasannya
Rabu, 29 Maret 2023 - 11:36 WIB
Menurut sebagian ulama, bila dua tujuan berimbang, tetap mendapat pahala. Ikhtilaf tersebut sebagaimana penjelasan dalam referensi sebagai berikut:
“Peringatan. Ikhtilaf ini dinisbatkan kepada keabsahan, Adapun pahala, al-Zarkasyi berkata; perkara yang jelas adalah tidak dihasilkannya pahala. Al-Imam al-Ghazali memilih dalam permasalahan mencampurkan niat ibadah dengan perkara duniawi, pertimbangan perkara yang mendorong atas amal. Bila tujuan duniawi lebih dominan (dari pada tujuan ibadah), maka tidak mendapat pahala. Bila tujuan agama lebih dominan (dari tujuan duniawi), maka mendapat pahala sesuai kadarnya. Bila kedua tujuan berimbang, maka saling berguguran."
Ibnu Abdissalam memilih bahwa tidak ada pahala secara mutlak, baik kedua tujuan berimbang atau berbeda.
Ucapan Imam al-Ghazali adalah pendapat yang jelas.”Ini adalah pendapat yang dibuat pijakan seperti yang dipegangi Imam al-Ramli dalam kitab Syarhnya, bahkan sebagian ulama memegangi pendapat hasilnya pahala dalam kasus berimbangnya kedua tujuan.
Berkata Imam Ibnu Hajar; menurut pendapat al-Aujah, tujuan ibadah berimbas pahala sesuai kadarnya meski dicampuri tujuan lainnya selain riya’ (pamer), baik kedua tujuan berimbang, bahkan meski tujuan selain ibadah lebih dominan. Dengan demikian, berpijak dari ucapan Ibnu Hajar, pahala dapat dihasilkan secara mutlak di setiap kondisi selama tujuan ibadah ditemukan, meski dikalahkan oleh tujuan duniawi. Maka berangan-anganlah”. (Syekh Khothib al-Syarbini dan Syekh Sulaiman al-Bujairimi, al-Iqna’ dan Tuhfah al-Habib, juz 1, hal. 136).
Dalam referensi yang lain, Syekh Ibnu Ziyad cenderung sepakat dengan pendapat al-Imam al-Ghazali. Berikut keterangannya: “Sebuah permasalahan. Jika seseorang bersedekah kepada orang yang meminta-minta dengan sangat/ menekan, sekiranya peminta-minta meninggalkan kebutuhannya, maka pemberi sedekah tidak memberinya, namun saat bersedekah, ia niat tulus karena Allah, maka permasalahan ini dekat dengan permasalahan niat mengambil kesegaran disertai niat menghilangkan hadats.
Pendapat yang jelas sebagaimana ucapan al-Samhudi adalah apa yang dinyatakan oleh al-Imam al-Ghazali bahwa; bila niat ibadah disertai tujuan/ motivasi lain, maka adakalanya motivasi lain itu bertepatan, bersamaan atau mencampuri. Contoh tujuan lain yang bertepatan seperti orang berpuasa yang memiliki tujuan puasa dan menghindari penyakit yang dihasilkan dari puasa karena berobat. Masing-masing dari dua tujuan tersebut bisa menyendiri jika dipisahkan, yang demikian ini diharapkan tetap mendapat pahala namun tidak sampai pada derajat ridha.”
Disimpulkan dari ucapan al-Imam al-Ghazali di beberapa tempat bahwa bila tujuan duniawi lebih dominan, maka tidak ada pahala. Bila tujuan agama lebih dominan, maka mendapat pahala sesuai kadarnya. Bila kedua tujuan berimbang, maka saling berguguran” (Syekh Ibnu Ziyad, Ghayah Talkhish al-Murad, hal. 50).
Walhasil, berpuasa dengan motivasi melakukan diet hukumnya tetap sah sepanjang niat puasa tetap dilakukan sesuai aturan fiqih. Adapun pahala puasa, ulama ikhtilaf sebagaimana penjelasan di atas. Dengan demikian, hendaknya motivasi utama dalam menjalani ibadah puasa adalah berpuasa atas dasar mengikuti perintah agama, agar pahala berpuasa lebih terjamin dan kualitas puasa menjadi semakin berkualitas di sisi-Nya.
Wallahu A'lam
“Peringatan. Ikhtilaf ini dinisbatkan kepada keabsahan, Adapun pahala, al-Zarkasyi berkata; perkara yang jelas adalah tidak dihasilkannya pahala. Al-Imam al-Ghazali memilih dalam permasalahan mencampurkan niat ibadah dengan perkara duniawi, pertimbangan perkara yang mendorong atas amal. Bila tujuan duniawi lebih dominan (dari pada tujuan ibadah), maka tidak mendapat pahala. Bila tujuan agama lebih dominan (dari tujuan duniawi), maka mendapat pahala sesuai kadarnya. Bila kedua tujuan berimbang, maka saling berguguran."
Ibnu Abdissalam memilih bahwa tidak ada pahala secara mutlak, baik kedua tujuan berimbang atau berbeda.
Ucapan Imam al-Ghazali adalah pendapat yang jelas.”Ini adalah pendapat yang dibuat pijakan seperti yang dipegangi Imam al-Ramli dalam kitab Syarhnya, bahkan sebagian ulama memegangi pendapat hasilnya pahala dalam kasus berimbangnya kedua tujuan.
Berkata Imam Ibnu Hajar; menurut pendapat al-Aujah, tujuan ibadah berimbas pahala sesuai kadarnya meski dicampuri tujuan lainnya selain riya’ (pamer), baik kedua tujuan berimbang, bahkan meski tujuan selain ibadah lebih dominan. Dengan demikian, berpijak dari ucapan Ibnu Hajar, pahala dapat dihasilkan secara mutlak di setiap kondisi selama tujuan ibadah ditemukan, meski dikalahkan oleh tujuan duniawi. Maka berangan-anganlah”. (Syekh Khothib al-Syarbini dan Syekh Sulaiman al-Bujairimi, al-Iqna’ dan Tuhfah al-Habib, juz 1, hal. 136).
Dalam referensi yang lain, Syekh Ibnu Ziyad cenderung sepakat dengan pendapat al-Imam al-Ghazali. Berikut keterangannya: “Sebuah permasalahan. Jika seseorang bersedekah kepada orang yang meminta-minta dengan sangat/ menekan, sekiranya peminta-minta meninggalkan kebutuhannya, maka pemberi sedekah tidak memberinya, namun saat bersedekah, ia niat tulus karena Allah, maka permasalahan ini dekat dengan permasalahan niat mengambil kesegaran disertai niat menghilangkan hadats.
Pendapat yang jelas sebagaimana ucapan al-Samhudi adalah apa yang dinyatakan oleh al-Imam al-Ghazali bahwa; bila niat ibadah disertai tujuan/ motivasi lain, maka adakalanya motivasi lain itu bertepatan, bersamaan atau mencampuri. Contoh tujuan lain yang bertepatan seperti orang berpuasa yang memiliki tujuan puasa dan menghindari penyakit yang dihasilkan dari puasa karena berobat. Masing-masing dari dua tujuan tersebut bisa menyendiri jika dipisahkan, yang demikian ini diharapkan tetap mendapat pahala namun tidak sampai pada derajat ridha.”
Disimpulkan dari ucapan al-Imam al-Ghazali di beberapa tempat bahwa bila tujuan duniawi lebih dominan, maka tidak ada pahala. Bila tujuan agama lebih dominan, maka mendapat pahala sesuai kadarnya. Bila kedua tujuan berimbang, maka saling berguguran” (Syekh Ibnu Ziyad, Ghayah Talkhish al-Murad, hal. 50).
Walhasil, berpuasa dengan motivasi melakukan diet hukumnya tetap sah sepanjang niat puasa tetap dilakukan sesuai aturan fiqih. Adapun pahala puasa, ulama ikhtilaf sebagaimana penjelasan di atas. Dengan demikian, hendaknya motivasi utama dalam menjalani ibadah puasa adalah berpuasa atas dasar mengikuti perintah agama, agar pahala berpuasa lebih terjamin dan kualitas puasa menjadi semakin berkualitas di sisi-Nya.
Wallahu A'lam
(wid)