Memahami Makna Manusia Pengemban Tugas Kekhalifahan
Kamis, 20 April 2023 - 04:00 WIB
Sebaliknya, menurut Muhammad Imarah, dengan penyelewangan pandangan materialis ini (dalam melihat kedudukan manusia dalam wujud) adalah filsafat-filsafat agama bumi. Seperti Nirvana, dan sebagian aliran tasawuf-falsafi-bathini.
Filsafat-filsafat ini membawa ajaran yang menafikkan kebebasan dan kemampuan apapun dari manusia. Sehingga ia melihatnya sebagai suatu makhluk yang "hina dan fana", yang kebebasannya, kesuciannya dan peningkatan derajatnya hanya dapat dicapai dengan "peleburan diri", dan memfanakan jiwa dalam Yang Mutlak, atau dalam Dzat "Allah"!
Sikap ekstrim dalam membelenggu dan menilai rendah manusia ini, serta penafikan kebebasannya, adalah juga suatu penyelewangan dari pandangan moderasi Islam. Yang melihat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang Allah berikan wewenang kekhalifahan kepadanya untuk membangun bumi ini. Allah berikan kepadanya dasar-dasar kebebasan, kemampuan dan kreativitas, yang tidak mengeluarkannya dari lingkup tugas kekhalifahan dan duta Tuhan.
Manusia bukan tuan atau pemilik atas alam ini, juga bukan sesuatu makhluk hina yang fana dalam dzat lainnya. Namun ia adalah makhluk yang berada di tengah antara dua posisi itu --materialisme dan bathini-- ia bertugas mengemban amanah kekhalifahan dari Tuhan semesta alam ini, yang menjadikannya sebagai penguasa dalam dunia ini, namun bukan penguasa dan pemilik dunia ini!
Allah SWT menundukkan kekuatan-kekuatan alam dan kekayaan-kekayaan bumi, dengan segala kandungannya. Manusia baginya --dalam ungkapan Imam Syaikh Muhammad Abduh (1265-1323 H/ 1849-1905 M) adalah: "Hamba bagi Allah SWT semata, dan penguasa bagi segala sesuatu selain Allah SWT". Inilah pemahaman tentang istikhlaf, kekhilafahan dan kedudukan manusia dalam wujud ini.
Filsafat-filsafat ini membawa ajaran yang menafikkan kebebasan dan kemampuan apapun dari manusia. Sehingga ia melihatnya sebagai suatu makhluk yang "hina dan fana", yang kebebasannya, kesuciannya dan peningkatan derajatnya hanya dapat dicapai dengan "peleburan diri", dan memfanakan jiwa dalam Yang Mutlak, atau dalam Dzat "Allah"!
Baca Juga
Sikap ekstrim dalam membelenggu dan menilai rendah manusia ini, serta penafikan kebebasannya, adalah juga suatu penyelewangan dari pandangan moderasi Islam. Yang melihat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang Allah berikan wewenang kekhalifahan kepadanya untuk membangun bumi ini. Allah berikan kepadanya dasar-dasar kebebasan, kemampuan dan kreativitas, yang tidak mengeluarkannya dari lingkup tugas kekhalifahan dan duta Tuhan.
Manusia bukan tuan atau pemilik atas alam ini, juga bukan sesuatu makhluk hina yang fana dalam dzat lainnya. Namun ia adalah makhluk yang berada di tengah antara dua posisi itu --materialisme dan bathini-- ia bertugas mengemban amanah kekhalifahan dari Tuhan semesta alam ini, yang menjadikannya sebagai penguasa dalam dunia ini, namun bukan penguasa dan pemilik dunia ini!
Allah SWT menundukkan kekuatan-kekuatan alam dan kekayaan-kekayaan bumi, dengan segala kandungannya. Manusia baginya --dalam ungkapan Imam Syaikh Muhammad Abduh (1265-1323 H/ 1849-1905 M) adalah: "Hamba bagi Allah SWT semata, dan penguasa bagi segala sesuatu selain Allah SWT". Inilah pemahaman tentang istikhlaf, kekhilafahan dan kedudukan manusia dalam wujud ini.
(mhy)