Wasiat Al-Fatih kepada Putranya (1): Aku Sama Sekali Tidak Menyesal
Kamis, 23 Juli 2020 - 08:04 WIB
SAAT menjelang wafat, Sultan Muhammad Al-Fatih menyampaikan wasiat kepada anaknya. Wasiat ini melukiskan gambaran tentang jalan hidup, nilai- nilai, dan prinsip-prinsip keyakinan, serta impian-impiannya kepada pemimpin penggantinya. Berikut adalah isi wasiat Sultan kepada putranya:
“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala. Namun aku sama sekali tidak menyesal, sebab aku telah meninggalkan pengganti sepertimu. Maka jadilah engkau seorang pemimpin yang adil, saleh, dan pengasih. Rentangkan perlindunganmu kepada seluruh rakyatmu tanpa perbedaan.
Bekerjalah menyebarkan agama Islam, sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di muka bumi. Kedepankan kepentingan agama atas kepentingan apa pun yang lain. Janganlah kamu lemah dan lalai dalam menegakkan agama.
Janganlah kamu sekali-kali mengangkat orang-orang yang tidak peduli agama sebagai pembantumu. Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar dan larut dalam perbuatan keji. Hindari bid’ah-bid’ah yang merusak. Jauhi orang-orang yang menyuruhmu melakukan itu.
Lakukan perluasan negeri ini melalui Jihad. Jagalah harta Baitul Mal jangan sampai dihambur-hamburkan. Jangan sekali-kali engkau mengulurkan tanganmu untuk mengambil harta rakyatmu, kecuali sesuai aturan Islam. Himpunlah kekuatan orang-orang lemah dan fakir, dan berikan penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak.
Ulama itu laksana kekuatan yang ada di dalam tubuh bangsa, maka hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain, ajaklah dia agar datang ke negeri ini dan cukupilah kehidupannya.
Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu dengan harta benda dan banyaknya jumlah tentara. Jangan sekali-kali kamu mengusir ulama dari pintu-pintu istana. Janganlah kamu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj hidup kita, dan dengan agama pula kita menang.
Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini laksana semut kecil lalu Allah karuniakan kepadaku nikmat yang sangat besar. Maka berjalanlah seperti apa yang aku lakukan. Bekerjalah kamu untuk meninggikan agama Allah dan hormatilah ahlinya.
Janganlah kamu menghambur-hamburkan harta negara dalam foya-foya dan senang-senang, atau kamu pergunakan lebih dari yang sewajarnya. Sebab itu semua merupakan pintu-pintu menuju kehancuran."
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, berpendapat wasiat Sultan Al-Fatih ini kepada anaknya banyak mengandung hikmah dan makna yang layak direnungkan. “Jadilah engkau seorang yang adil, saleh dan pengasih,” kata Al-Fatih, pada salah satu kalimat dalam wasiatnya itu.
As-Shalabi menjelaskan tatkala Sultan memasuki Kota Konstantinopel sebagai seorang pemenang dia berperang dengan tetap berpegang-teguh kepada etika perang dalam Islam . Beliau tidak pernah melanggar kehormatan orang lain, tidak membunuh anak-anak, tidak membunuh orang-orang tua dan kaum wanita, tidak merusak tanaman-tanaman yang bisa dimakan, tidak juga menyiksa orang-orang yang tidak berdaya, tidak mencincang mayat musuh, dan tidak membunuh kecuali kepada orang-orang yang mengangkat senjata di hadapan wajah kaum muslimin.
Apa yang dilakukan Sultan Al-Fatih dalam perang, menurut Ash-Shalabi, menggambarkan manhaj dan akidah Abu Bakar Ash-Shiddiq saat memperlakukan orang-orang Romawi. Khalifah Abu Bakar pernah berpesan kepada pasukan mujahidin: “Janganlah kalian berkhianat, jangan berlebih-lebihan, jangan ingkar janji, janganlah mencincang mayat. Janganlah kalian membunuh anak-anak kecil orang-orang tua renta, wanita-wanita.
Janganlah menebang pohon-pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan pula menebang pepohonan yang berbuah, jangan menyembelih kambing atau unta, kecuali untuk dimakan.
Kalian akan mendapatkan orang-orang yang melewatkan hari-harinya di tempat-tempat ibadah, biarkan mereka dan janganlah kalian usik. Berangkatlah dengan mengucapkan Bismillah.
Sultan Muhammad Al-Fatih telah memasuki jantung Kota Konstantinopel dan memberikan pelajaran kepada orang-orang Nasrani tentang makna keadilan dan kasih sayang. “Dia menjadi simbol utama dari simbol-simbol Kekhilafahan Ustmani,” tutur Ash-Shalabi.
Sesungguhnya pemerintahan Utsmani berjalan di atas manhaj Islam. Maka dia menjalankan keadilan dan kasih sayang kepada rakyatnya yang berada di bawah kekuasaannya. Abdurrahman 'Azzam mengungkapkan tentang sikap kasih sayang dan keadilan pemerintahan Utsmani terhadap rakyatnya: (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )
Baca Juga
“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala. Namun aku sama sekali tidak menyesal, sebab aku telah meninggalkan pengganti sepertimu. Maka jadilah engkau seorang pemimpin yang adil, saleh, dan pengasih. Rentangkan perlindunganmu kepada seluruh rakyatmu tanpa perbedaan.
Bekerjalah menyebarkan agama Islam, sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di muka bumi. Kedepankan kepentingan agama atas kepentingan apa pun yang lain. Janganlah kamu lemah dan lalai dalam menegakkan agama.
Janganlah kamu sekali-kali mengangkat orang-orang yang tidak peduli agama sebagai pembantumu. Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar dan larut dalam perbuatan keji. Hindari bid’ah-bid’ah yang merusak. Jauhi orang-orang yang menyuruhmu melakukan itu.
Lakukan perluasan negeri ini melalui Jihad. Jagalah harta Baitul Mal jangan sampai dihambur-hamburkan. Jangan sekali-kali engkau mengulurkan tanganmu untuk mengambil harta rakyatmu, kecuali sesuai aturan Islam. Himpunlah kekuatan orang-orang lemah dan fakir, dan berikan penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak.
Ulama itu laksana kekuatan yang ada di dalam tubuh bangsa, maka hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain, ajaklah dia agar datang ke negeri ini dan cukupilah kehidupannya.
Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu dengan harta benda dan banyaknya jumlah tentara. Jangan sekali-kali kamu mengusir ulama dari pintu-pintu istana. Janganlah kamu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj hidup kita, dan dengan agama pula kita menang.
Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini laksana semut kecil lalu Allah karuniakan kepadaku nikmat yang sangat besar. Maka berjalanlah seperti apa yang aku lakukan. Bekerjalah kamu untuk meninggikan agama Allah dan hormatilah ahlinya.
Janganlah kamu menghambur-hamburkan harta negara dalam foya-foya dan senang-senang, atau kamu pergunakan lebih dari yang sewajarnya. Sebab itu semua merupakan pintu-pintu menuju kehancuran."
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, berpendapat wasiat Sultan Al-Fatih ini kepada anaknya banyak mengandung hikmah dan makna yang layak direnungkan. “Jadilah engkau seorang yang adil, saleh dan pengasih,” kata Al-Fatih, pada salah satu kalimat dalam wasiatnya itu.
As-Shalabi menjelaskan tatkala Sultan memasuki Kota Konstantinopel sebagai seorang pemenang dia berperang dengan tetap berpegang-teguh kepada etika perang dalam Islam . Beliau tidak pernah melanggar kehormatan orang lain, tidak membunuh anak-anak, tidak membunuh orang-orang tua dan kaum wanita, tidak merusak tanaman-tanaman yang bisa dimakan, tidak juga menyiksa orang-orang yang tidak berdaya, tidak mencincang mayat musuh, dan tidak membunuh kecuali kepada orang-orang yang mengangkat senjata di hadapan wajah kaum muslimin.
Apa yang dilakukan Sultan Al-Fatih dalam perang, menurut Ash-Shalabi, menggambarkan manhaj dan akidah Abu Bakar Ash-Shiddiq saat memperlakukan orang-orang Romawi. Khalifah Abu Bakar pernah berpesan kepada pasukan mujahidin: “Janganlah kalian berkhianat, jangan berlebih-lebihan, jangan ingkar janji, janganlah mencincang mayat. Janganlah kalian membunuh anak-anak kecil orang-orang tua renta, wanita-wanita.
Janganlah menebang pohon-pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan pula menebang pepohonan yang berbuah, jangan menyembelih kambing atau unta, kecuali untuk dimakan.
Kalian akan mendapatkan orang-orang yang melewatkan hari-harinya di tempat-tempat ibadah, biarkan mereka dan janganlah kalian usik. Berangkatlah dengan mengucapkan Bismillah.
Sultan Muhammad Al-Fatih telah memasuki jantung Kota Konstantinopel dan memberikan pelajaran kepada orang-orang Nasrani tentang makna keadilan dan kasih sayang. “Dia menjadi simbol utama dari simbol-simbol Kekhilafahan Ustmani,” tutur Ash-Shalabi.
Sesungguhnya pemerintahan Utsmani berjalan di atas manhaj Islam. Maka dia menjalankan keadilan dan kasih sayang kepada rakyatnya yang berada di bawah kekuasaannya. Abdurrahman 'Azzam mengungkapkan tentang sikap kasih sayang dan keadilan pemerintahan Utsmani terhadap rakyatnya: (Baca juga: Sujud Syukur Dunia Islam Sambut Kemenangan Al-Fatih, Hagia Sophia Jadi Masjid )