Tata Cara Haji: Amalan yang Dilakukan saat Hari Raya Kurban
Senin, 22 Mei 2023 - 14:05 WIB
Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad dalam buku berjudul "Shifatul Hajji wal Umrati wa Ahkamish Shalati fi Masjidin Nabawi" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Tata Cara Haji, Umrah dan Hukum Shalat di Masjid Nabawi" menjelaskan beberapa amalan jemaah haji pada hari Raya Kurban adalah:
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu’ dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa’i untuk haji.
Di sisi lain, Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad memperingatkan;
1. Tertib di atas adalah sunah , dan kalau tidak dikerjakan secara tertib juga tidak mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada mencukur rambut, atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar jumrah, atau mendahulukan sa’i daripada thawaf, atau lainnya.
2. Melempar jumrah aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara berurutan. Jemaah haji mengangkat tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali melempar batu kerikil. Disunnahkan menghadap ke jumrah dan menjadikan Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
3. Waktu melempar jumrah aqabah
Bagi mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadis Ibnu Abbas ra ia berkata: “ Rasulullah SAW mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muttalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah SAW menepuk paha-paha kami seraya bersabda: “Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit.” [HR Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud].
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadis Asma’ ra, dari Abdullah pelayan Asma’ dari Asma’:
“Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan salat, ia salat sejenak kemudian bertanya, ‘Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?’ ‘Belum’, jawabku.
Ia lalu salat sejenak kemudian bertanya, ‘Apakah bulan telah tenggelam?’ ‘Sudah’, jawabku.
Ia berkata, ‘Kalau begitu berangkatlah.’ Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang dan salat Subuh di rumahnya. Maka kutanyakan padanya, ‘Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar (jumrah) pada malam hari’.
Ia menjawab, ‘Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah SAW mengizin-kannya untuk kaum wanita’.” [Muttafaq Alaih].
4. Waktu melempar jumrah aqabah berlanjut hingga zawal. Dan dibolehkan melempar setelah zawal meskipun meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk melemparnya sebelum zawal.
5. Jumrah aqabah, penampungan (batu kerikil)nya adalah separuh penampungan. Karena itu ia harus yakin bahwa batu-batu kerikilnya masuk ke dalam penampungan tsb., tetapi jika setelah itu tergelincir (keluar) maka tidak mengapa.
6. Disunahkan untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan sa’i, tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak mengapa.
1. Melempar jumrah aqabah.
2. Menyembelih hadyu (bagi orang yang melakukan haji tamattu’ dan qiran).
3. Mencukur (gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul) adalah lebih utama.
4. Thawaf ifadhah dan sa’i untuk haji.
Di sisi lain, Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad memperingatkan;
1. Tertib di atas adalah sunah , dan kalau tidak dikerjakan secara tertib juga tidak mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada mencukur rambut, atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar jumrah, atau mendahulukan sa’i daripada thawaf, atau lainnya.
2. Melempar jumrah aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara berurutan. Jemaah haji mengangkat tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali melempar batu kerikil. Disunnahkan menghadap ke jumrah dan menjadikan Makkah berada di sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
3. Waktu melempar jumrah aqabah
Bagi mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadis Ibnu Abbas ra ia berkata: “ Rasulullah SAW mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muttalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah SAW menepuk paha-paha kami seraya bersabda: “Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit.” [HR Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud].
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadis Asma’ ra, dari Abdullah pelayan Asma’ dari Asma’:
“Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan salat, ia salat sejenak kemudian bertanya, ‘Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?’ ‘Belum’, jawabku.
Ia lalu salat sejenak kemudian bertanya, ‘Apakah bulan telah tenggelam?’ ‘Sudah’, jawabku.
Ia berkata, ‘Kalau begitu berangkatlah.’ Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang dan salat Subuh di rumahnya. Maka kutanyakan padanya, ‘Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar (jumrah) pada malam hari’.
Ia menjawab, ‘Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah SAW mengizin-kannya untuk kaum wanita’.” [Muttafaq Alaih].
4. Waktu melempar jumrah aqabah berlanjut hingga zawal. Dan dibolehkan melempar setelah zawal meskipun meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk melemparnya sebelum zawal.
5. Jumrah aqabah, penampungan (batu kerikil)nya adalah separuh penampungan. Karena itu ia harus yakin bahwa batu-batu kerikilnya masuk ke dalam penampungan tsb., tetapi jika setelah itu tergelincir (keluar) maka tidak mengapa.
6. Disunahkan untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan sa’i, tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak mengapa.