Kisah Ibnu Batutah Naik Haji Tahun 1325, Kakbah Digambarkan Bak Pengantin Wanita
Selasa, 27 Juni 2023 - 09:35 WIB
Dalam perjalanan ini, orang-orang berkelompok dengan rombangannya masing-masing. Sementara Ibnu Batutah sendirian. Ia belum mempunyai kelompok. Kelompok-kelompok tersebut mendirikan tenda untuk mereka tidur ketika malam tiba. Untunglah ketika Ibnu Batutah merasa sendirian ada seorang pedagang yang berhati mulia. Diberilah Ibnu Batutah sebuah tenda kecil untuk tempat tidurnya. Tak cuma itu. Pedagang ini juga memberi seekor binatang tunggangan kepada Ibnu Batutah yang disebutnya sebagai dabab.
Kala itu, Ibnu Batutah sudah sangat kelelahan, hingga ia sempat terkena demam. Kendati demikian, Ibnu Batutah tetap melanjutkan perjalanan bersama kelompok-kelompok itu. Ia menunggang dabab pemberian pedagang yang baik hati itu.
Ibnu Batutah mengingat tubuhnya agar tidak jatuh. Namun demam yang menyerang membuatnya hampir menyerah. Ia berkata kepada temannya, “Wahai teman, Allah rupanya telah menentukan kematianku. Aku ikhlas jika aku mati, tidak apa-apa melanjutkan perjalanan menuju Hijaz.”
Menemukan Tambatan Hati
Di dalam petualangannya itu dia tidak hanya menemukan teman baru namun juga menemukan tambatan hatinya. Cerita asmaranya berawal dari perjalanannya menuju Tunis. Pada saat dalam perjalanannya menuju negeri itu, Ibnu Batutah sempat merasa pesimistis dengan tekadnya itu. Ia sempat berpikir akankah perjalanan sampai pada tujuan.
Pada waktu itu, keadaan Kota Tunis sedang sangat tidak baik. Hujan lebat menjadi hambatan bagi Ibnu Batutah dan rombongannya. Baju-baju mereka basah dan kotor karena terkena lumpur.
Untunglah Sultan Tunis masa itu memberi bantuan. Sultan Tunis langsung mengirimkan pakaian. Pakaian itu sangat bermanfaat untuknya dan para musafir lainnya setidaknya bisa dipakai untuk menangkal dan mengatasi demam dan membuat badannya menjadi terasa segar kembali.
Ibnu Batutah dan para musafir lainnya pun segera melanjutkan perjalanan mereka. Ini kali rombongan bertambah, yakni rombongan haji Tunisia. Pada keberangkatannya menuju kota selanjutnya itu, Ibnu Batutah dipercaya sebagai penunjuk jalan. Ia merasa sangat bangga karena mendapatkan kepercayaan itu.
Rombongan para musafir itu mempercayainya karena menurut mereka ia mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan musafir lainnya.
Sulaiman Fayadh menyebut Ibnu Batutah begitu pintar dalam menunjukkan jalan karena ia sangat mengerti rute-rute yang ditempuhnya, sehingga rombongannya tidak akan tersesat.
Sebagai orang yang dipercaya penunjuk jalan, Ibnu Battuta pun berhak mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya. Karena ia akan menjadi tamu hakim. Ia bergumam dalam hatinya, “Duhai ayah, jangan cemaskan anakmu. Sebab kini aku telah menjadi tamu hakim, orang yang berilmu sebagaimana harapanmu."
Dengan gagah dan mantap ia berjalan paling depan di antara rombongan. Ia dirikan bendera dan kemudian ia tegakkan, dikelilingi bendera-bendera anggota rombongan yang berjumblah sekitar seratus penunggang kuda.
Sampailah perjalanan ibadah haji itu di Shafaqoh. Tiba-tiba hatinya berdebar dan jiwanya menggelora. Ternyata ia bertemu dengan seorang gadis yang begitu cantik dan menawan. Ia tidak bisa lagi membohongi dirinya bahwa ia tengah jatuh cinta. Ia sangat menyadari bahwa detak jantungnya berdebar begitu cepat saat ia melihat gadis itu.
Ross E Dunn dalam bukunya berjudul "Petualangan Ibnu Battuta Seorang Musafir Muslim Abad ke-14" menceritakan pada saat itu juga Ibnu Batutah bertekad ingin melamar gadis itu menjadi isterinya, karena ia sudah merasa hatinya begitu mantap dan gadis itu selalu hadir di setiap mimpinya.
Perjalanan Ibnu Batutah pun tertunda karena ia melaksanakan pernikahannya. Namun rombongan yang lain tetap melanjutkan perjalanan mereka ke Tripoli dan Libya.
Ibnu Batutah merasa sangat bahagia sekali. Oleh karena itu, ia senantiasa selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Ia sangat berharap pernikahannya itu bisa langgeng dan mempunyai keturunan saleh dan menjadi seorang ilmuwan yang bisa dapat mengembangkan dunia ini, sehingga dunia ini semakin berkembang dan maju dan di Ridhoi Allah SWT.
Hanya saja, apa yang Ibnu Battuta harapkan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Di dalam rumah tangganya itu, ia menemukan kesulitan. Ia selalu berbeda pendapat dengan iparnya dan masing-masing selalu memegang teguh pendapatnya sehingga hal itu membuat rumah tangganya kurang harmonis dan kandas.
Kala itu, Ibnu Batutah sudah sangat kelelahan, hingga ia sempat terkena demam. Kendati demikian, Ibnu Batutah tetap melanjutkan perjalanan bersama kelompok-kelompok itu. Ia menunggang dabab pemberian pedagang yang baik hati itu.
Ibnu Batutah mengingat tubuhnya agar tidak jatuh. Namun demam yang menyerang membuatnya hampir menyerah. Ia berkata kepada temannya, “Wahai teman, Allah rupanya telah menentukan kematianku. Aku ikhlas jika aku mati, tidak apa-apa melanjutkan perjalanan menuju Hijaz.”
Menemukan Tambatan Hati
Di dalam petualangannya itu dia tidak hanya menemukan teman baru namun juga menemukan tambatan hatinya. Cerita asmaranya berawal dari perjalanannya menuju Tunis. Pada saat dalam perjalanannya menuju negeri itu, Ibnu Batutah sempat merasa pesimistis dengan tekadnya itu. Ia sempat berpikir akankah perjalanan sampai pada tujuan.
Pada waktu itu, keadaan Kota Tunis sedang sangat tidak baik. Hujan lebat menjadi hambatan bagi Ibnu Batutah dan rombongannya. Baju-baju mereka basah dan kotor karena terkena lumpur.
Untunglah Sultan Tunis masa itu memberi bantuan. Sultan Tunis langsung mengirimkan pakaian. Pakaian itu sangat bermanfaat untuknya dan para musafir lainnya setidaknya bisa dipakai untuk menangkal dan mengatasi demam dan membuat badannya menjadi terasa segar kembali.
Ibnu Batutah dan para musafir lainnya pun segera melanjutkan perjalanan mereka. Ini kali rombongan bertambah, yakni rombongan haji Tunisia. Pada keberangkatannya menuju kota selanjutnya itu, Ibnu Batutah dipercaya sebagai penunjuk jalan. Ia merasa sangat bangga karena mendapatkan kepercayaan itu.
Rombongan para musafir itu mempercayainya karena menurut mereka ia mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan musafir lainnya.
Sulaiman Fayadh menyebut Ibnu Batutah begitu pintar dalam menunjukkan jalan karena ia sangat mengerti rute-rute yang ditempuhnya, sehingga rombongannya tidak akan tersesat.
Sebagai orang yang dipercaya penunjuk jalan, Ibnu Battuta pun berhak mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya. Karena ia akan menjadi tamu hakim. Ia bergumam dalam hatinya, “Duhai ayah, jangan cemaskan anakmu. Sebab kini aku telah menjadi tamu hakim, orang yang berilmu sebagaimana harapanmu."
Dengan gagah dan mantap ia berjalan paling depan di antara rombongan. Ia dirikan bendera dan kemudian ia tegakkan, dikelilingi bendera-bendera anggota rombongan yang berjumblah sekitar seratus penunggang kuda.
Sampailah perjalanan ibadah haji itu di Shafaqoh. Tiba-tiba hatinya berdebar dan jiwanya menggelora. Ternyata ia bertemu dengan seorang gadis yang begitu cantik dan menawan. Ia tidak bisa lagi membohongi dirinya bahwa ia tengah jatuh cinta. Ia sangat menyadari bahwa detak jantungnya berdebar begitu cepat saat ia melihat gadis itu.
Ross E Dunn dalam bukunya berjudul "Petualangan Ibnu Battuta Seorang Musafir Muslim Abad ke-14" menceritakan pada saat itu juga Ibnu Batutah bertekad ingin melamar gadis itu menjadi isterinya, karena ia sudah merasa hatinya begitu mantap dan gadis itu selalu hadir di setiap mimpinya.
Perjalanan Ibnu Batutah pun tertunda karena ia melaksanakan pernikahannya. Namun rombongan yang lain tetap melanjutkan perjalanan mereka ke Tripoli dan Libya.
Ibnu Batutah merasa sangat bahagia sekali. Oleh karena itu, ia senantiasa selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Ia sangat berharap pernikahannya itu bisa langgeng dan mempunyai keturunan saleh dan menjadi seorang ilmuwan yang bisa dapat mengembangkan dunia ini, sehingga dunia ini semakin berkembang dan maju dan di Ridhoi Allah SWT.
Hanya saja, apa yang Ibnu Battuta harapkan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Di dalam rumah tangganya itu, ia menemukan kesulitan. Ia selalu berbeda pendapat dengan iparnya dan masing-masing selalu memegang teguh pendapatnya sehingga hal itu membuat rumah tangganya kurang harmonis dan kandas.