Mengapa Ada Larangan Puasa di Hari Tasyrik? Ini Dalilnya
Kamis, 29 Juni 2023 - 16:44 WIB
Larangan berpuasa (melaksanakan puasa sunah) di hari Tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah) hukumnya adalah haram. Kenapa demikian? Apa dalilnya?
Hari Tasyrik adalah tiga hari setelah perayaan Iduladha. Dalam Islam, semua jenis puasa sunah diharamkan di waktu-waktu tersebut. Baik puasa Senin-Kamis, puasa Daud atau puasa qadha serta puasa sunnah lainnya. "Di hari ied sama hari-hari Tasyrik, tidak diizinkan dan tidak dibolehkan untuk berpuasa," ungkap Almarhum Syekh Ali Jabar yang dikutip dari kanal Youtube Islam Terkini.
Kenapa dilarang? Syekh Ali Jaber mengungkapkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, " Hari Tasyrik (adalah) hari makan, hari minum, dan hari diisi dengan zikir kepada Allah SWT."
Kemudian Aisyah radhiyallahu'anha dan Ibnu Umar radhiyallahu'anhu, "Tidak ada keringanan yang membolehkan puasa pada hari-hari Tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mempunyai hewan hadyu (hewan yang disembelih karena melakukan haji tamattu atau qiron." (HR Bukhari)
Abdullah bin Amr radhiyallahu'anhu berkata kepada putranya pada hari-hari tasyrik," Makanlah. Sesungguhnya hari-hari ini merupakan hari di mana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh kita agar berbuka dan melarang kita berpuasa," (HR Abu Dawud. Al Albani menyatakan hadis ini shahih).
Syaikh Abu Suja’ dalam kitab 'Matan al-Ghayah wa al-Taqrib' menyebutkan ada lima hari yang terlarang untuk berpuasa, yaitu Idul Fitri, Idul Adha, dan tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Untuk tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah ulama menyebutnya dengan hari Tasyrik. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Hari-hari Mina adalah hari-hari makan, minum dan berdzikir kepada Allah” (HR. Muslim)
Sabda Nabi di hadis lain: “Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: hari Arafah (9 Dzulhijjah), hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik merupakan hari raya kita umat Islam. Hari-hari tersebut merupakan hari makan dan minum.” (HR. Abu Dawud).
Menurut pakar fiqih kontemporer, Syaikh Wahbah az-Zuhaili, berdasarkan hadis tersebut mayoritas mazhab fiqih bersepakat akan keharaman puasa pada hari Tasyrik. Hanya Mazhab Hanafiyah yang tidak melabelinya sebagai keharaman.
Mereka menghukuminya sebagai makruh tahrim, yaitu kemakruhan yang mendekati dengan keharaman. Dari segi sanksi, jenis hukum itu sama dengan haram.
Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitabnya 'Kifayat al-Akhyar' menjelaskan bahwa menurut pendapat terdahulu (qoul qadim) Imam Syafi’i puasa pada hari Tasyrik diperbolehkan bagi orang yang berhaji tamattu’ dan tidak memiliki hewan untuk disembelih.
Sedangkan pendapat terbaru (qaul jadiid) imam Syafi’i, berpuasa pada hari tasyrik tetap terlarang secara mutlak. Jika perpedoman pada qaul qodim, maka menurut pendapat yang valid orang yang selain haji tamattu’ tetap diharamkan untuk puasa saat itu.
Sedangkan pendapat Ibnu Rajab dalam bukunya Lathaif al-Ma’arif menjelaskan alasan keharaman berpuasa pada hari Tasyrik sebagai berikut, “Larangan berpuasa pada hari Tasyrik karena hari Tasyrik adalah hari raya umat Islam, disamping hari raya kurban. Oleh sebab itu, menurut mayoritas ulama, tidak diperbolehkan berpuasa di Mina maupun di tempat lain.
Berbeda dengan pendapat Atha yang mengatakan bahwa larangan berpuasa di hari Tasyrik, terkhusus bagi orang yang tinggal di Mina, Ibnu Rajab juga menjelaskan, “Ketika orang-orang yang bertamu di rumah Allah merasa capek, karena perjalanan yang begitu berat, lelah setelah menjalankan ihram dan kesungguhan untuk melaksanakan manasik-manasik haji dan umrah, maka Allah mensyariatkan kepada mereka untuk beristirahat di Mina pada hari kurban dan tiga hari setelahnya. Allah memerintahkan mereka untuk menyantap daging sembelihan mereka, karena kasih sayang Allah kepada mereka”.
Inilah beberapa alasan, tidak dibolehkannya melakukan puasa sunnah di hari tasyrik termasuk puasa Daud, Senin- Kamis dan puasa Ayyamul Bidh. Sedangkan untuk puasa ayyamul bidh (13, 14, 15 Hijriyah) bisa diganti dengan puasa tiga hari setiap bulannya di hari lainnya di bulan Dzulhijjah.
Wallahu A'lam
Hari Tasyrik adalah tiga hari setelah perayaan Iduladha. Dalam Islam, semua jenis puasa sunah diharamkan di waktu-waktu tersebut. Baik puasa Senin-Kamis, puasa Daud atau puasa qadha serta puasa sunnah lainnya. "Di hari ied sama hari-hari Tasyrik, tidak diizinkan dan tidak dibolehkan untuk berpuasa," ungkap Almarhum Syekh Ali Jabar yang dikutip dari kanal Youtube Islam Terkini.
Kenapa dilarang? Syekh Ali Jaber mengungkapkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, " Hari Tasyrik (adalah) hari makan, hari minum, dan hari diisi dengan zikir kepada Allah SWT."
Dalil-dalilnya Terlarangnya Puasa di hari Tasyrik :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul fitri dan Idul Adha.” (HR. Muslim)Kemudian Aisyah radhiyallahu'anha dan Ibnu Umar radhiyallahu'anhu, "Tidak ada keringanan yang membolehkan puasa pada hari-hari Tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mempunyai hewan hadyu (hewan yang disembelih karena melakukan haji tamattu atau qiron." (HR Bukhari)
Abdullah bin Amr radhiyallahu'anhu berkata kepada putranya pada hari-hari tasyrik," Makanlah. Sesungguhnya hari-hari ini merupakan hari di mana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh kita agar berbuka dan melarang kita berpuasa," (HR Abu Dawud. Al Albani menyatakan hadis ini shahih).
Syaikh Abu Suja’ dalam kitab 'Matan al-Ghayah wa al-Taqrib' menyebutkan ada lima hari yang terlarang untuk berpuasa, yaitu Idul Fitri, Idul Adha, dan tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Untuk tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah ulama menyebutnya dengan hari Tasyrik. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
أيام منى أيام أكل وشرب وذكر لله. رواه مسلم
“Hari-hari Mina adalah hari-hari makan, minum dan berdzikir kepada Allah” (HR. Muslim)
Sabda Nabi di hadis lain: “Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: hari Arafah (9 Dzulhijjah), hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyrik merupakan hari raya kita umat Islam. Hari-hari tersebut merupakan hari makan dan minum.” (HR. Abu Dawud).
Menurut pakar fiqih kontemporer, Syaikh Wahbah az-Zuhaili, berdasarkan hadis tersebut mayoritas mazhab fiqih bersepakat akan keharaman puasa pada hari Tasyrik. Hanya Mazhab Hanafiyah yang tidak melabelinya sebagai keharaman.
Mereka menghukuminya sebagai makruh tahrim, yaitu kemakruhan yang mendekati dengan keharaman. Dari segi sanksi, jenis hukum itu sama dengan haram.
Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitabnya 'Kifayat al-Akhyar' menjelaskan bahwa menurut pendapat terdahulu (qoul qadim) Imam Syafi’i puasa pada hari Tasyrik diperbolehkan bagi orang yang berhaji tamattu’ dan tidak memiliki hewan untuk disembelih.
Sedangkan pendapat terbaru (qaul jadiid) imam Syafi’i, berpuasa pada hari tasyrik tetap terlarang secara mutlak. Jika perpedoman pada qaul qodim, maka menurut pendapat yang valid orang yang selain haji tamattu’ tetap diharamkan untuk puasa saat itu.
Sedangkan pendapat Ibnu Rajab dalam bukunya Lathaif al-Ma’arif menjelaskan alasan keharaman berpuasa pada hari Tasyrik sebagai berikut, “Larangan berpuasa pada hari Tasyrik karena hari Tasyrik adalah hari raya umat Islam, disamping hari raya kurban. Oleh sebab itu, menurut mayoritas ulama, tidak diperbolehkan berpuasa di Mina maupun di tempat lain.
Berbeda dengan pendapat Atha yang mengatakan bahwa larangan berpuasa di hari Tasyrik, terkhusus bagi orang yang tinggal di Mina, Ibnu Rajab juga menjelaskan, “Ketika orang-orang yang bertamu di rumah Allah merasa capek, karena perjalanan yang begitu berat, lelah setelah menjalankan ihram dan kesungguhan untuk melaksanakan manasik-manasik haji dan umrah, maka Allah mensyariatkan kepada mereka untuk beristirahat di Mina pada hari kurban dan tiga hari setelahnya. Allah memerintahkan mereka untuk menyantap daging sembelihan mereka, karena kasih sayang Allah kepada mereka”.
Inilah beberapa alasan, tidak dibolehkannya melakukan puasa sunnah di hari tasyrik termasuk puasa Daud, Senin- Kamis dan puasa Ayyamul Bidh. Sedangkan untuk puasa ayyamul bidh (13, 14, 15 Hijriyah) bisa diganti dengan puasa tiga hari setiap bulannya di hari lainnya di bulan Dzulhijjah.
Wallahu A'lam
(wid)