Meneladani Ibrahim (7): Representasi Kepemimpinan Global yang Berakhlak Mulia
Jum'at, 30 Juni 2023 - 15:41 WIB
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Jika kepemimpinan Nabi Ibrahim 'alaihissalam kita kontekstualisasikan dalam kehidupan berbangsa kita, maka semua itu secara substantif tertuang dalam pasal-pasal di Falsafah negara kita, Pancasila.
Kedalaman spiritualitas yang terpatri dalam kepemimpin Ibrahim terwakili dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesabarannya membangun etika dalam kepemimpinannya yang berkarakter Itu terwakili dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sosoknya sebagai ummah qanita merupakan simbolisasi dari Persatuan Kebangsaan kita. Bahkan moral dan integritas kepemimpinannya itulah yang tertuang dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sementara misi kepemimpinannya untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan umum tersimpulkan dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Doa Ibrahim untuk penduduk Makkah adalah bentuk cinta negeri (hubbub wathon). Dan karenanya nasionalisme, selama dimaksudkan untuk kepentingan umum dalam berbangsa dan bernegara adalah bagian dari spirit Islam.
Bersyukurlah kita bangsa Indonesia. Bangsa yang dalam sejarahnya tidak pernah terpisah dari nilai-nilai spiritualitas dan agama. Dan yang lebih khusus lagi, peranan agama dan ulama dari masa ke masa, dalam segala zaman dan situasi, tidak pernah dipandang sebelah mata.
Maka dalam merayakan pengorbanan Ibrahim, sekaligus kita bangun komitmen kepemimpinan yang berkarakter, ber-akhlakul karimah (akhlak mulia). Kepemimpinan yang mengedepankan Rahmah (kasih sayang) kepada rakyat. Terlebih kepada mereka yang memang berada pada posisi yang termarjinalkan.
Namun tak kalah pentingnya adalah kita membangun kembali semangat besar kita untuk bangkit dalam kebersamaan untuk membangun bangsa yang besar dan menang. Bahkan lebih jauh, menjadi bangsa dengan global leadership (pemimpin global).
Ibrahim adalah sosok yang merepresentasi globalitas umat. Bahkan kepemimpinan Ibrahim juga adalah kepemimpinan global. Inilah yang digambarkan dalam bahasa Al-Qur'an: اماما للناس (pemimpin bagi seluruh manusia).
Dalam konteks ini ada dua hal penting untuk kita sadari sebagai bangsa:
Pertama, pentingnya menyadari realita dunia kita. Bahwa dunia kita adalah dunia global yang menuntut kesiapan penuh dan global mindset dari kita.
Kedua, bangsa ini secara khusus sebagai bangsa berpenduduk Muslim terbesar dunia, harus bangkit untuk mengemban kepemimpinan global itu. Dunia global adalah dunia yang berkarakter kecepatan, kompetisi, dan ketergantungan (interconnectedness).
Umat dituntut untuk memilki kecepatan dalam menangkap semua peluang yang ada. Umat juga dituntut untuk memiliki kemampuan daya saing (kompetisi) yang tinggi. Tapi tidak kalah pentingnya umat harus menyadari pentingnya membangun kerja sama dengan siapa saja demi membangun negeri dan dunia yang lebih baik.
Namun tidak kalah pentingnya sekali lagi, bangsa ini harus bangkit menjadi imaman linnaas. Sebagai putra bangsa yang telah lama di luar negeri saya sangat yakin jika Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia sangat kapabel untuk mengambil tanggung jawab imaamah atau kepemimpinan itu.
Maka masanya bangsa ini bangkit menampilkan Islam yang berkarakter maju dan menang. Islam yang saat ini sejatinya menjadi dambaan dunia. Islam yang ramah, Islam yang berkarakter tawassuth (moderat) wa tassamuh (toleran), tapi mu'tadil (berkeadilan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan).
Dengan semangat itulah umat Islam di bumi Nusantara ini bersama-sama dengan seluruh elemen bangsa, harus bangkit membangun negeri. Bahkan ikut turut dalam mewwujudkan dunia yang berkatakter Qur'ani: بلدة طيبة ورب غفور (baldatun thoyyibatun wa Rabbun ghafur)
اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه. أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم وًلساءر المسلمينوالمسلمات فاستغفروه انه هوالغفورًالرحبم
(Tamat)
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Jika kepemimpinan Nabi Ibrahim 'alaihissalam kita kontekstualisasikan dalam kehidupan berbangsa kita, maka semua itu secara substantif tertuang dalam pasal-pasal di Falsafah negara kita, Pancasila.
Kedalaman spiritualitas yang terpatri dalam kepemimpin Ibrahim terwakili dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesabarannya membangun etika dalam kepemimpinannya yang berkarakter Itu terwakili dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sosoknya sebagai ummah qanita merupakan simbolisasi dari Persatuan Kebangsaan kita. Bahkan moral dan integritas kepemimpinannya itulah yang tertuang dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sementara misi kepemimpinannya untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan umum tersimpulkan dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Doa Ibrahim untuk penduduk Makkah adalah bentuk cinta negeri (hubbub wathon). Dan karenanya nasionalisme, selama dimaksudkan untuk kepentingan umum dalam berbangsa dan bernegara adalah bagian dari spirit Islam.
Bersyukurlah kita bangsa Indonesia. Bangsa yang dalam sejarahnya tidak pernah terpisah dari nilai-nilai spiritualitas dan agama. Dan yang lebih khusus lagi, peranan agama dan ulama dari masa ke masa, dalam segala zaman dan situasi, tidak pernah dipandang sebelah mata.
Maka dalam merayakan pengorbanan Ibrahim, sekaligus kita bangun komitmen kepemimpinan yang berkarakter, ber-akhlakul karimah (akhlak mulia). Kepemimpinan yang mengedepankan Rahmah (kasih sayang) kepada rakyat. Terlebih kepada mereka yang memang berada pada posisi yang termarjinalkan.
Namun tak kalah pentingnya adalah kita membangun kembali semangat besar kita untuk bangkit dalam kebersamaan untuk membangun bangsa yang besar dan menang. Bahkan lebih jauh, menjadi bangsa dengan global leadership (pemimpin global).
Ibrahim adalah sosok yang merepresentasi globalitas umat. Bahkan kepemimpinan Ibrahim juga adalah kepemimpinan global. Inilah yang digambarkan dalam bahasa Al-Qur'an: اماما للناس (pemimpin bagi seluruh manusia).
Dalam konteks ini ada dua hal penting untuk kita sadari sebagai bangsa:
Pertama, pentingnya menyadari realita dunia kita. Bahwa dunia kita adalah dunia global yang menuntut kesiapan penuh dan global mindset dari kita.
Kedua, bangsa ini secara khusus sebagai bangsa berpenduduk Muslim terbesar dunia, harus bangkit untuk mengemban kepemimpinan global itu. Dunia global adalah dunia yang berkarakter kecepatan, kompetisi, dan ketergantungan (interconnectedness).
Umat dituntut untuk memilki kecepatan dalam menangkap semua peluang yang ada. Umat juga dituntut untuk memiliki kemampuan daya saing (kompetisi) yang tinggi. Tapi tidak kalah pentingnya umat harus menyadari pentingnya membangun kerja sama dengan siapa saja demi membangun negeri dan dunia yang lebih baik.
Namun tidak kalah pentingnya sekali lagi, bangsa ini harus bangkit menjadi imaman linnaas. Sebagai putra bangsa yang telah lama di luar negeri saya sangat yakin jika Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia sangat kapabel untuk mengambil tanggung jawab imaamah atau kepemimpinan itu.
Maka masanya bangsa ini bangkit menampilkan Islam yang berkarakter maju dan menang. Islam yang saat ini sejatinya menjadi dambaan dunia. Islam yang ramah, Islam yang berkarakter tawassuth (moderat) wa tassamuh (toleran), tapi mu'tadil (berkeadilan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan).
Dengan semangat itulah umat Islam di bumi Nusantara ini bersama-sama dengan seluruh elemen bangsa, harus bangkit membangun negeri. Bahkan ikut turut dalam mewwujudkan dunia yang berkatakter Qur'ani: بلدة طيبة ورب غفور (baldatun thoyyibatun wa Rabbun ghafur)
اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه. أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم وًلساءر المسلمينوالمسلمات فاستغفروه انه هوالغفورًالرحبم
(Tamat)
(rhs)