10 Karakteristik Kepemimpinan Nabi Ibrahim yang Layak Diteladani
Sabtu, 08 Juli 2023 - 19:48 WIB
Imam Shamsi Ali, Dai yang juga Presiden Nusantara Foundation USA. Foto/Istimewa
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Sebagaimana biasanya kunjungan saya ke Indonesia selalu padat dengan undangan ceramah, seminar dan pertemuan lainnya. Seringkali yang ingin didengarkan oleh masyarakat Indonesia dari saya lebih kepada bagaimana Islam dan perkembangannya di Amerika Serikat dan dunia internasional secara umum.
Namun kali ini agak berbeda. Dalam beberapa hari terakhir saya berada di Indonesia justru sering diminta menyampaikan ceramah tentang kepemimpinan dalam Islam. Mungkin juga karena sebuah kebutuhan khusus. Apalagi dalam konteks memasuki musim politik di Indonesia. Dan lebih khusus lagi menjelang pilpres maupun Pileg yang sudah mulai memanas.
Dalam menyampaikan materi kepemimpinan dalam Islam tentu saya ingin ada konteks tertentu. Karenanya, ceramah-ceramah saya tidak lepas dari konteks keumatan hari-hari terakhir. Salah satunya yang terpenting adalah perayaan Idul Adha. Dan lebih khusus lagi relevansinya kepada figur di balik dari Idul Adha atau Kurban, Ibrahim 'alaihissalam.
Dan karenanya saya mengambil hikmah-hikmah kepemimpinan dari perjalan sejarah panjang hidup dan perjuangan Nabi Ibrahim. Bahwa semua rentetan perjalanan sejarah hidup dan perjuangannya mengandung nilai-nilai yang sarat dengan kepemimpinan.
Berikut sepuluh karakteristik dasar kepemimpinan Nabi Ibrahim :
1. Dibangun di Atas Prinsip yang Kokoh
Kepemimpinan yang tidak mudah goyah dan terwarnai oleh rongrongan dan pengaruh apapun. Tapi kokoh dalam memegang prinsip-prinsip dasar dan nilai (value) yang diyakininya.
Hal itu tersimpulkan dari sikap Ibrahim terhadap kesyirikan pada masanya. Beliau terlahir di tengah masyarakat musyrik, bahkan ayahnya adalah pembuat patung, tapi beliau kokoh memegang prinsip. Tidak terpengaruh dan hanyut dalam kesyirikan masa itu.
2. Kepemimpinan Ibrahim Berbasis Kepintaran
Terminologi yang sering kita dengarkan adalah fathonah. Ketajaman akal atau kepintaran menjadi karakter dasar kepemimpinan Ibrahim. Hal ini tersimpulkan dari beberapa hal. Satu di antaranya adalah bagaimana proses Nabi Ibrahim dalam menemukan ketauhidan. Dari bintang-bintang, bulan, hingga matahari, disangakanya sebagai tuhan. Namun dengan ketajaman akal itu pulalah beliau menemukan “ketauhidan” yang sejati.
3. Berkarakter Skill Komunikasi yang Mumpuni
Bahwa Nabi Ibrahim mampu mengkomunikasikan ide/pemikirannya secara baik dan efektif. Hal ini tersimpulkan dari kelihaian dan kehebatan Ibrahim dalam merespon dan mengkomunikasikan kebenaran Tauhid kepada sang raja Namrud yang angkuh itu. Bagaimana soliditas komunikasi dan diplomasi yang dimiliki Ibrahim menjadikan sang raja terdiam (fabuhita), gagal merespon poin-poin yang disampaikan Nabi Ibrahim.
4. Ditempa Melalui Proses Panjang
Kepemimpinan Nabi Ibrahim bukan kepemimpinan karbitan. Bukan juga kepemimpinan mumpung. Tidak dikarbitkan oleh kepentingan dan duit. Apalagi karena hanya karena kesempatan dalam kesempitan alias mumpung. Tapi ditempa penuh dengan pelatihan-pelatihan yang dahsyat.
Hal di atas disimpukan dari rentetang ujian (cobaan) yang ditimpakan kepada Nabi Ibrahim. Dari upaya asasinasi dengan dibakar hidup-hidup, hingga ujian memotong anak satu-satunya yang dia cintai. Semua itu menjadi tangga menuju kepada kepemimpinan yang dijanjikan (ja'iluka linnaas imaama).
5. Kepemimpinan dengan Fondasi Keyakinan yang Tinggi
Keyakinan tinggi ini yang lazim dikenal dengan self confidence (percaya diri). Self confidence bukan sikap superman. Tapi kuat dengan iman kepada Allah. Hal ini terintisarikan dari peristiwa upaya pembakaran yang dilakukan oleh sang raja. Ibrahim memiliki yang keyakinan kokoh bahwa yang dapat menolong hanyalah Allah SWT. Dia bahkan menolak tawaran pertolongan para malaikat. Allah pun memerintahkan api menjadi dingin dan nyaman bagi Ibrahim (bardan wa salaaaman).
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Sebagaimana biasanya kunjungan saya ke Indonesia selalu padat dengan undangan ceramah, seminar dan pertemuan lainnya. Seringkali yang ingin didengarkan oleh masyarakat Indonesia dari saya lebih kepada bagaimana Islam dan perkembangannya di Amerika Serikat dan dunia internasional secara umum.
Namun kali ini agak berbeda. Dalam beberapa hari terakhir saya berada di Indonesia justru sering diminta menyampaikan ceramah tentang kepemimpinan dalam Islam. Mungkin juga karena sebuah kebutuhan khusus. Apalagi dalam konteks memasuki musim politik di Indonesia. Dan lebih khusus lagi menjelang pilpres maupun Pileg yang sudah mulai memanas.
Dalam menyampaikan materi kepemimpinan dalam Islam tentu saya ingin ada konteks tertentu. Karenanya, ceramah-ceramah saya tidak lepas dari konteks keumatan hari-hari terakhir. Salah satunya yang terpenting adalah perayaan Idul Adha. Dan lebih khusus lagi relevansinya kepada figur di balik dari Idul Adha atau Kurban, Ibrahim 'alaihissalam.
Dan karenanya saya mengambil hikmah-hikmah kepemimpinan dari perjalan sejarah panjang hidup dan perjuangan Nabi Ibrahim. Bahwa semua rentetan perjalanan sejarah hidup dan perjuangannya mengandung nilai-nilai yang sarat dengan kepemimpinan.
Berikut sepuluh karakteristik dasar kepemimpinan Nabi Ibrahim :
1. Dibangun di Atas Prinsip yang Kokoh
Kepemimpinan yang tidak mudah goyah dan terwarnai oleh rongrongan dan pengaruh apapun. Tapi kokoh dalam memegang prinsip-prinsip dasar dan nilai (value) yang diyakininya.
Hal itu tersimpulkan dari sikap Ibrahim terhadap kesyirikan pada masanya. Beliau terlahir di tengah masyarakat musyrik, bahkan ayahnya adalah pembuat patung, tapi beliau kokoh memegang prinsip. Tidak terpengaruh dan hanyut dalam kesyirikan masa itu.
2. Kepemimpinan Ibrahim Berbasis Kepintaran
Terminologi yang sering kita dengarkan adalah fathonah. Ketajaman akal atau kepintaran menjadi karakter dasar kepemimpinan Ibrahim. Hal ini tersimpulkan dari beberapa hal. Satu di antaranya adalah bagaimana proses Nabi Ibrahim dalam menemukan ketauhidan. Dari bintang-bintang, bulan, hingga matahari, disangakanya sebagai tuhan. Namun dengan ketajaman akal itu pulalah beliau menemukan “ketauhidan” yang sejati.
3. Berkarakter Skill Komunikasi yang Mumpuni
Bahwa Nabi Ibrahim mampu mengkomunikasikan ide/pemikirannya secara baik dan efektif. Hal ini tersimpulkan dari kelihaian dan kehebatan Ibrahim dalam merespon dan mengkomunikasikan kebenaran Tauhid kepada sang raja Namrud yang angkuh itu. Bagaimana soliditas komunikasi dan diplomasi yang dimiliki Ibrahim menjadikan sang raja terdiam (fabuhita), gagal merespon poin-poin yang disampaikan Nabi Ibrahim.
4. Ditempa Melalui Proses Panjang
Kepemimpinan Nabi Ibrahim bukan kepemimpinan karbitan. Bukan juga kepemimpinan mumpung. Tidak dikarbitkan oleh kepentingan dan duit. Apalagi karena hanya karena kesempatan dalam kesempitan alias mumpung. Tapi ditempa penuh dengan pelatihan-pelatihan yang dahsyat.
Hal di atas disimpukan dari rentetang ujian (cobaan) yang ditimpakan kepada Nabi Ibrahim. Dari upaya asasinasi dengan dibakar hidup-hidup, hingga ujian memotong anak satu-satunya yang dia cintai. Semua itu menjadi tangga menuju kepada kepemimpinan yang dijanjikan (ja'iluka linnaas imaama).
5. Kepemimpinan dengan Fondasi Keyakinan yang Tinggi
Keyakinan tinggi ini yang lazim dikenal dengan self confidence (percaya diri). Self confidence bukan sikap superman. Tapi kuat dengan iman kepada Allah. Hal ini terintisarikan dari peristiwa upaya pembakaran yang dilakukan oleh sang raja. Ibrahim memiliki yang keyakinan kokoh bahwa yang dapat menolong hanyalah Allah SWT. Dia bahkan menolak tawaran pertolongan para malaikat. Allah pun memerintahkan api menjadi dingin dan nyaman bagi Ibrahim (bardan wa salaaaman).
Lihat Juga :