Apakah Azar Ayah Nabi Ibrahim? Begini Penjelasannya
Kamis, 10 Agustus 2023 - 09:41 WIB
Dalam Al-Quran Surat Maryam ayat 42-45 disebutkan dialog antara Nabi Ibrahim dan Azar. Di situ Nabi Ibrahim menyebut Azar sebagai ayah. Hal yang sama juga terdapat dalam Surat at-Taubah ayat 15 dan surat al-Mumtahanah ayat 14. Ini seakan memberi kesan hubungan Azar dengan Ibrahim sebagai ayah dan anak.
Ulama Syi'ah berpendapat penyembah berhala Azar sebagai ayah Ibrahim tidaklah sesuai dengan konsensus para ulama mereka. Kaum Syiah percaya bahwa nenek moyang Nabi Muhammad maupun semua nabi lainnya adalah orang-orang takwa yang beriman tauhid.
Ulama besar Syi'ah , Syekh Mufid dalam kitab Awa'il al-Malaqat memandang anggapan ini sebagai salah satu pendapat yang disepakati seluruh ulama Syi'ah dan sejumlah besar ulama Sunni.
Oleh karena itu, timbul pertanyaan: Apakah sesungguhnya maksud ayat-ayat yang nampak jelas itu, dan bagaimana masalah ini harus dipecahkan?
Ulama fikih, ushul, tafsir dan ilmu kalam, Ja'far Subhani, dalam bukunya berjudul "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW" (PT Lentera Basritama , 2004) menjelaskan banyak mufasir Al-Qur'an menegaskan bahwa walaupun kata ab dalam bahasa Arab biasanya digunakan dalam arti "ayah," kadang-kadang kata itu juga digunakan dalam leksikon Arab dan terminologi Al-Qur'an dalam arti "paman."
Dalam ayat berikut, misalnya, kata ab berarti "paman":
"Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan [tanda-tanda] maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?'
Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ab-Smu, [yakni] Ibrahim, Isma'il, dan Ishaq, [yaitu] Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." ( QS al-Baqarah , 2:133)
"Tiada keraguan bahwa Isma'il adalah paman Ya'qub, bukan ayahnya, karena Ya'qub adalah putra Ishaq yang saudara Isma'il," ujar Ja'far Subhani.
Walaupun demikian, lanjutnya, putra-putra Ya'qub memanggilnya "ayah Ya'qub" yakni ab Ya'qub. Karena kata ini mengandung dua makna, maka pada ayat-ayat yang berhubungan dengan diajaknya Azar ke jalan yang benar oleh Ibrahim, boleh jadi yang dimaksud dengannya adalah "paman." Dan boleh jadi pula Ibrahim memanggilnya "ayah," karena ia telah bertindak sebagai wali baginya dalam waktu yang panjang, dan Ibrahim memandangnya sebagai ayahnya.
Selanjutnya Ja'far Subhani, menyodorkan dua ayat dalam Al-Qur'an untuk mendapatkan keputusan tentang hubungan Ibrahim dengan Azar.
1. Sebagai akibat usaha keras Nabi, Arabia disinari cahaya Islam. Kebanyakan rakyat memeluk agama ini dengan sepenuh hati, dan menyadari bahwa syirik dan pemujaan berhala akan berakhir di neraka. Walaupun mereka bahagia karena telah memasuki agama yang benar, mereka merasa sedih mengingat nenek moyang mereka yang penyembah berhala.
Mendengar ayat-ayat yang menggambarkan nasib kaum musyrik di Hari Pengadilan, terasa berat bagi mereka. Untuk menjauhkan siksaan mental ini, mereka memohon kepada Nabi untuk berdoa kepada Allah bagi keampunan nenek moyang mereka yang telah mati sebagai orang kafir, sama sebagaimana Ibrahim berdoa bagi Azar. Namun, ayat berikut diwahyukan sebagai jawaban atas permohonan mereka:
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang musyrik, walaupun orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.
Ja'far Subhani menjelaskan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk ayahnya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada ayahnya itu. Tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah, Ibrahim pun berlepas diri darinya. "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya bagi penyantun." ( QS at-Taubah , 9:113-114)
Akan tampak lebih masuk akal apabila percakapan Ibrahim dengan Azar, dan janjinya kepada Azar untuk mendoakan bagi keampunannya, yang berakhir dengan putusnya hubungan serta perpisahan mereka, terjadi ketika Ibrahim masih muda, yakni ketika ia masih tinggal di Babilon dan belum berniat ke Palestina, Mesir, dan Hijaz.
Setelah mengkaji ayat ini, Ja'far Subhani menyimpulkan bahwa Azar bersikeras pada kekafiran dan penyembahan berhalanya, dan Ibrahim, yang masih muda, memutuskan hubungannya dengan Azar dan tak pernah memikirkannya lagi sesudah itu.
Ulama Syi'ah berpendapat penyembah berhala Azar sebagai ayah Ibrahim tidaklah sesuai dengan konsensus para ulama mereka. Kaum Syiah percaya bahwa nenek moyang Nabi Muhammad maupun semua nabi lainnya adalah orang-orang takwa yang beriman tauhid.
Ulama besar Syi'ah , Syekh Mufid dalam kitab Awa'il al-Malaqat memandang anggapan ini sebagai salah satu pendapat yang disepakati seluruh ulama Syi'ah dan sejumlah besar ulama Sunni.
Oleh karena itu, timbul pertanyaan: Apakah sesungguhnya maksud ayat-ayat yang nampak jelas itu, dan bagaimana masalah ini harus dipecahkan?
Ulama fikih, ushul, tafsir dan ilmu kalam, Ja'far Subhani, dalam bukunya berjudul "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW" (PT Lentera Basritama , 2004) menjelaskan banyak mufasir Al-Qur'an menegaskan bahwa walaupun kata ab dalam bahasa Arab biasanya digunakan dalam arti "ayah," kadang-kadang kata itu juga digunakan dalam leksikon Arab dan terminologi Al-Qur'an dalam arti "paman."
Dalam ayat berikut, misalnya, kata ab berarti "paman":
"Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan [tanda-tanda] maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?'
Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ab-Smu, [yakni] Ibrahim, Isma'il, dan Ishaq, [yaitu] Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." ( QS al-Baqarah , 2:133)
"Tiada keraguan bahwa Isma'il adalah paman Ya'qub, bukan ayahnya, karena Ya'qub adalah putra Ishaq yang saudara Isma'il," ujar Ja'far Subhani.
Walaupun demikian, lanjutnya, putra-putra Ya'qub memanggilnya "ayah Ya'qub" yakni ab Ya'qub. Karena kata ini mengandung dua makna, maka pada ayat-ayat yang berhubungan dengan diajaknya Azar ke jalan yang benar oleh Ibrahim, boleh jadi yang dimaksud dengannya adalah "paman." Dan boleh jadi pula Ibrahim memanggilnya "ayah," karena ia telah bertindak sebagai wali baginya dalam waktu yang panjang, dan Ibrahim memandangnya sebagai ayahnya.
Selanjutnya Ja'far Subhani, menyodorkan dua ayat dalam Al-Qur'an untuk mendapatkan keputusan tentang hubungan Ibrahim dengan Azar.
1. Sebagai akibat usaha keras Nabi, Arabia disinari cahaya Islam. Kebanyakan rakyat memeluk agama ini dengan sepenuh hati, dan menyadari bahwa syirik dan pemujaan berhala akan berakhir di neraka. Walaupun mereka bahagia karena telah memasuki agama yang benar, mereka merasa sedih mengingat nenek moyang mereka yang penyembah berhala.
Mendengar ayat-ayat yang menggambarkan nasib kaum musyrik di Hari Pengadilan, terasa berat bagi mereka. Untuk menjauhkan siksaan mental ini, mereka memohon kepada Nabi untuk berdoa kepada Allah bagi keampunan nenek moyang mereka yang telah mati sebagai orang kafir, sama sebagaimana Ibrahim berdoa bagi Azar. Namun, ayat berikut diwahyukan sebagai jawaban atas permohonan mereka:
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang musyrik, walaupun orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.
Ja'far Subhani menjelaskan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk ayahnya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada ayahnya itu. Tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah, Ibrahim pun berlepas diri darinya. "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya bagi penyantun." ( QS at-Taubah , 9:113-114)
Akan tampak lebih masuk akal apabila percakapan Ibrahim dengan Azar, dan janjinya kepada Azar untuk mendoakan bagi keampunannya, yang berakhir dengan putusnya hubungan serta perpisahan mereka, terjadi ketika Ibrahim masih muda, yakni ketika ia masih tinggal di Babilon dan belum berniat ke Palestina, Mesir, dan Hijaz.
Setelah mengkaji ayat ini, Ja'far Subhani menyimpulkan bahwa Azar bersikeras pada kekafiran dan penyembahan berhalanya, dan Ibrahim, yang masih muda, memutuskan hubungannya dengan Azar dan tak pernah memikirkannya lagi sesudah itu.