3 Prinsip Kepemimpinan yang Efektif Menurut Al-Qur'an
Kamis, 17 Agustus 2023 - 21:07 WIB
Artinya: "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS As-Sajadah ayat 24)
Singkatnya ada tiga kesimpulan penting dari prinsip kepemimpinan menurut ayat Al-Qur'an ini:
Pertama, "Yahduuna bi amrina" (memberikan petunjuk dengan perintah Kami (Allah). Makna dari potongan ayat ini adalah bahwa dalam konteks negara yang beragama (ketuhanan) Pemimpin ideal itu adalah yang paham petunjuk Allah, sehingga mampu memberikan perintah, instruksi, atau kebijakan umum "bi amrina" (dengan atau sesuai perintah/ajaran Allah).
Ketika pemimpin itu tidak paham ajaran Allah, atau tidak peduli dengan ajaran-Nya. Lebih runyam lagi kalau memang seorang pemimpin itu adalah seseorang yang anti atau phobia dengan ajaran Allah. Pastinya akan melahirkan tidak saja kegagalan negara. Tapi akan membawa kepada kehancurannya.
Kedua, "lamma shobaru" (seraya bersabar). Ayat ini menyampaikan bahwa memimpin dengan landasan ajaran Allah (ketuhanan), termasuk dalam bentuk kebijkakan-kebijakan (policy) yang sesuai perintah Allah itu tidak mudah. Akan penuh tantangan dan pastinya memerlukan mental yang solid. Sabar itu adalah a state of mentality (keadaan mental) yang membaja di hadapan tantangan dan/atau sebaliknya godaan.
Pemimpin yang sabar tidak mudah patah semangat karena tantangan yang ada. Tapi juga tidak mudah terjatuh ke dalam jebakan godaan.
Ketiga, "bi ayaatina yuuqinun" (yakin dengan ayat-Ku/tanda-tanda kekuasan-Ku). Keyakinan itu menghasilkan soliditas hati. Kekuatan hati itu yang melahirkan self confidence atau self esteem (percaya diri) yang tinggi. Pemimpin yang diharapkan dalam pandangan Islam adalah yang tidak mudah diintimidasi oleh siapapun dan oleh keadaan apapun. Dia pada dirinya dan tidak sekadar mengimitasi bahkan pada siapapun yang dianggap bagus.
Apalagi kalau mencontoh itu hanya karena dorongan dukungan politik yang tidak memberikan dampak pada negara dan masyarakat. Lebih runyam lagi ketika kecenderungan mengekor itu disbebakan oleh ketakutan (kriminalisasi) akibat kesalahan masa lalu. Pemimpin Islam itu punya izzah (rasa mulia) dan tidak minder di hadapan kekuatan apapun.
Merujuk kepada sepuluh prinsip kepemimpin tadi, tersimpulkan secara gamblang dalam ayat Al-Qur'an itu. Tentu implikasi teknis dan praktisnya ada pada wawasan yang luas (broaden mindset), intergritas yang tinggi (punya karakter dan akhlak), serta kapasitas/kapabikitas yang mumpuni, termasuk inovatif, kreatif serta memiliki kemampuan komunikasi yang tinggi.
Di tengah memanasnya temperatur politik saat ini, diperlukan kemampuan untuk cooling down, berpikir matang dan rasional, menjauh dari tendensi kepentingan sempit dan sesaat. Dan yang terpenting: istafti qalbak (tanya hatimu)!
NYC Subway, 14 Agustus 2023
Singkatnya ada tiga kesimpulan penting dari prinsip kepemimpinan menurut ayat Al-Qur'an ini:
Pertama, "Yahduuna bi amrina" (memberikan petunjuk dengan perintah Kami (Allah). Makna dari potongan ayat ini adalah bahwa dalam konteks negara yang beragama (ketuhanan) Pemimpin ideal itu adalah yang paham petunjuk Allah, sehingga mampu memberikan perintah, instruksi, atau kebijakan umum "bi amrina" (dengan atau sesuai perintah/ajaran Allah).
Ketika pemimpin itu tidak paham ajaran Allah, atau tidak peduli dengan ajaran-Nya. Lebih runyam lagi kalau memang seorang pemimpin itu adalah seseorang yang anti atau phobia dengan ajaran Allah. Pastinya akan melahirkan tidak saja kegagalan negara. Tapi akan membawa kepada kehancurannya.
Kedua, "lamma shobaru" (seraya bersabar). Ayat ini menyampaikan bahwa memimpin dengan landasan ajaran Allah (ketuhanan), termasuk dalam bentuk kebijkakan-kebijakan (policy) yang sesuai perintah Allah itu tidak mudah. Akan penuh tantangan dan pastinya memerlukan mental yang solid. Sabar itu adalah a state of mentality (keadaan mental) yang membaja di hadapan tantangan dan/atau sebaliknya godaan.
Pemimpin yang sabar tidak mudah patah semangat karena tantangan yang ada. Tapi juga tidak mudah terjatuh ke dalam jebakan godaan.
Ketiga, "bi ayaatina yuuqinun" (yakin dengan ayat-Ku/tanda-tanda kekuasan-Ku). Keyakinan itu menghasilkan soliditas hati. Kekuatan hati itu yang melahirkan self confidence atau self esteem (percaya diri) yang tinggi. Pemimpin yang diharapkan dalam pandangan Islam adalah yang tidak mudah diintimidasi oleh siapapun dan oleh keadaan apapun. Dia pada dirinya dan tidak sekadar mengimitasi bahkan pada siapapun yang dianggap bagus.
Apalagi kalau mencontoh itu hanya karena dorongan dukungan politik yang tidak memberikan dampak pada negara dan masyarakat. Lebih runyam lagi ketika kecenderungan mengekor itu disbebakan oleh ketakutan (kriminalisasi) akibat kesalahan masa lalu. Pemimpin Islam itu punya izzah (rasa mulia) dan tidak minder di hadapan kekuatan apapun.
Merujuk kepada sepuluh prinsip kepemimpin tadi, tersimpulkan secara gamblang dalam ayat Al-Qur'an itu. Tentu implikasi teknis dan praktisnya ada pada wawasan yang luas (broaden mindset), intergritas yang tinggi (punya karakter dan akhlak), serta kapasitas/kapabikitas yang mumpuni, termasuk inovatif, kreatif serta memiliki kemampuan komunikasi yang tinggi.
Di tengah memanasnya temperatur politik saat ini, diperlukan kemampuan untuk cooling down, berpikir matang dan rasional, menjauh dari tendensi kepentingan sempit dan sesaat. Dan yang terpenting: istafti qalbak (tanya hatimu)!
NYC Subway, 14 Agustus 2023
(rhs)