Ulama Fikih Mengharamkan Lagu dan Musik karena Dipengaruhi Kaum Sufi
Minggu, 20 Agustus 2023 - 15:18 WIB
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan kondisi lagu-lagu sekarang ini kebanyakan menyimpang dan keluar batas. Inilah yang membuat para ulama mengambil sikap melarang dan mengharamkan. Ada setidaknya dua realitas berkenaan dengan lagu-lagu ini, yang keduanya mempengaruhi para ulama fikih. Pertama, lagu-lagu porno dan cabul. Kedua lagu-lagu Sufi .
Khusus lagu-lagu sufi, Al-Qardhawi mengatakan, lagu-lagi yang sering dinamakan dengan "lagu agama" ini mereka jadikan sebagai sarana untuk membangkitkan kerinduan dan menggerakkan hati untuk menuju Allah. "Ini seperti halnya yang dilakukan oleh orang terhadap untanya," ujar al-Qardhawi dalam buku "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Unta itu menjadi semangat berjalan ketika mendengar suara yang indah, sehingga merasa ringan dengan beban yang berat dan merasa pendek untuk menempuh jalan yang jauh. "Orang-orang sufi menganggap lagu-lagu atau pujian itu sebagai ibadah kepada Allah atau minimal dapat membantu mereka untuk beribadah dan bertaqarrub kepada Allah," ujarnya.
Inilah yang diingkari oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Imam Ibnul Qayyim yang kedua-duanya sangat keras terhadap lagu-lagu seperti itu. Terutama Ibnu Qayyim di dalam kitabnya "Ighatsul Lahafaan" yang memaparkan segala alasannya untuk mengharamkan lagu-lagu.
Ini jelas tidak seperti biasanya, tidak dengan dalil yang shahih, tidak pula dengan dalil yang sharih. Karena ia dan gurunya telah memandang hal itu sebagai suatu bentuk ibadah yang tidak disyari'atkan dan mengadakan sesuatu yang belum pernah ada di masa Rasulullah SAW tidak pula di masa sahabat. Sehingga hal itu dianggap bid'ah terutama apabila diadakan di masjid, Ibnu Qayyim membacakan suatu nasyid untuk menentang mereka:
Ia membaca Al Kitab (Al Qur'an), lalu mereka lagukan,
bukan karena rasa takut, tetapi lagunya yang lalai dan pelupa.
Ia melagukan seperti keledai yang berteriak,
demi Allah mereka tidak bernyanyi karena Allah!
Rabana, seruling dan irama yang merdu,
maka sejak kapan kamu melihat ibadah dengan permainan?
Di dalam sebagian fatwanya, Ibnu Taimiyah memperbolehkan nyanyian, apabila untuk menghilangkan beban berat dan menghibur diri.
Khusus lagu-lagu sufi, Al-Qardhawi mengatakan, lagu-lagi yang sering dinamakan dengan "lagu agama" ini mereka jadikan sebagai sarana untuk membangkitkan kerinduan dan menggerakkan hati untuk menuju Allah. "Ini seperti halnya yang dilakukan oleh orang terhadap untanya," ujar al-Qardhawi dalam buku "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Unta itu menjadi semangat berjalan ketika mendengar suara yang indah, sehingga merasa ringan dengan beban yang berat dan merasa pendek untuk menempuh jalan yang jauh. "Orang-orang sufi menganggap lagu-lagu atau pujian itu sebagai ibadah kepada Allah atau minimal dapat membantu mereka untuk beribadah dan bertaqarrub kepada Allah," ujarnya.
Inilah yang diingkari oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Imam Ibnul Qayyim yang kedua-duanya sangat keras terhadap lagu-lagu seperti itu. Terutama Ibnu Qayyim di dalam kitabnya "Ighatsul Lahafaan" yang memaparkan segala alasannya untuk mengharamkan lagu-lagu.
Ini jelas tidak seperti biasanya, tidak dengan dalil yang shahih, tidak pula dengan dalil yang sharih. Karena ia dan gurunya telah memandang hal itu sebagai suatu bentuk ibadah yang tidak disyari'atkan dan mengadakan sesuatu yang belum pernah ada di masa Rasulullah SAW tidak pula di masa sahabat. Sehingga hal itu dianggap bid'ah terutama apabila diadakan di masjid, Ibnu Qayyim membacakan suatu nasyid untuk menentang mereka:
Ia membaca Al Kitab (Al Qur'an), lalu mereka lagukan,
bukan karena rasa takut, tetapi lagunya yang lalai dan pelupa.
Ia melagukan seperti keledai yang berteriak,
demi Allah mereka tidak bernyanyi karena Allah!
Rabana, seruling dan irama yang merdu,
maka sejak kapan kamu melihat ibadah dengan permainan?
Di dalam sebagian fatwanya, Ibnu Taimiyah memperbolehkan nyanyian, apabila untuk menghilangkan beban berat dan menghibur diri.
(mhy)