Bukan Besar Kecilnya Kurban, yang Diterima Allah Ta'ala Adalah Ketulusan

Jum'at, 31 Juli 2020 - 05:00 WIB
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
SECARA etimologi, kurban berarti mendekat/pendekatan. Sedangkan menurut istilah adalah usaha pendekatan diri seorang hamba kepada penciptanya dengan jalan menyembelih binatang yang halal dan dilaksanakan sesuai dengan tuntunan, dalam rangka mencari ridla-Nya. ( )



Salah satu ajaran Islam yang penuh dengan kesakralan (suci) dan juga syarat dengan muatan kemanusiaan adalah ibadah kurban.

Dalam konteks ini, ibadah kurban adalah kesempatan bagi si miskin untuk merasakan kenikmatan dari si kaya. Mengalirnya darah-darah suci dari hewan kurban akan menghanyutkan noktah-noktah hitam di hati manusia, memercikkan aroma harum jalinan kasih antara sesama sembari menyemaikan rona ceria di wajah masing-masing.

Dari sinilah, Prof Dr M. Quraish Shihab menyatakan ibadah kurban merupakan ibadah yang sempurna sepanjang hayat manusia. Pasalnya, ibadah kurban merupakan ajaran tertua sepanjang sejarah kehidupan manusia yang terus berlangsung hingga saat ini.

Makna Kurban

Menurut Quraish Shihab, kurban dalam bahasa Indonesia ada dua makna: seseorang yang disakiti, bisa jadi hatinya atau badannya. Kurban juga berarti ketulusan, persembahan.

Persembahan kepada siapapun, apalagi kepada Allah, tidak bisa kalau tidak disertai dengan ketulusan. Orang yang dikorbankan mestinya menimbulkan rasa sedih di hati kita, tapi kesedihan itu baru muncul kalau hati kita lembut, kalau hati keras, tidak ada rasa peduli. Dengan demikian, dalam bahasa Indonesia diartikan dengan ketulusan, pengabdian, atau yang disakiti, yang dikorbankan.

Dalam bahasa Al Quran, Quraish Shihab menjelaskan, pengertian kurban bukan dalam arti yang disakiti, tapi kurban lebih banyak diartikan sebagai persembahan.

Qurb itu artinya dekat, sesuatu yang berharga kita persembahkan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah, itulah kurban.

Dalam Idul Adha , memang ada kata yang juga diartikan kurban terambil dalam kata adha ini. "Karena itu tadi, seorang atau sesuatu yang terlukai itu mestinya menimbulkan rasa iba kepadanya dan pada akhirnya anda akan merasakan sakit sebagaimana sakitnya yang dikurbankan," tuturnya.

Dalam Al Quran , diceritakan bahwa dua anak Adam, Qabil dan Habil mempersembahkan hasil usahanya, kepada Tuhan. Yang satu diterima, yang satu tidak. Dijelaskan bahwa yang diterima Allah adalah kurban yang baik, yaitu kurban yang diberikan Habil. Tapi dari persembahan yang diberikan Habil, Allah tidak menerima daging korban, tidak juga menerima darahnya. Yang diterima Allah dari kurban yang diberikan manusia adalah ketulusan hati dan ketakwaan yang memberikan.

Menurut Quraish, berkaitan dengan hati, Rasul menunjuk bahwa takwa itu adanya di hati. Karena itu, disyariatkannya Idul Adha dengan mengurbankan, dengan menyembelih binatang tertentu itu sebenarnya adalah kurban untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, dan yang diterimaNya itu bukan daging atau darah kurbannya tapi ketulusan hati yang memberikan.

"Karena itu bisa jadi satu orang mempersembahkan satu kambing, yang lain kerbau yang besar, tapi yang diterima kurbannya adalah yang memberikan kambing, karena Tuhan tidak lihat besar atau kecil kurbannya, tapi ketulusan hati masing-masing hambaNya dalam berkurban," jelasnya.

Rabul Alamin

Di sisi lain, Quraish Shihab menjelaskan dikaitkan dengan Hari Raya Haji, kita dalam Islam merujuk lebih banyak pada Nabi Ibrahim daripada pada Nabi Adam .

Agama-agama samawi (langit), Yahudi , Nasrani , Islam , ajarannya lebih banyak dikaitkan pada Nabi Ibrahim. Dalam Islam, ibadah kurban dan haji lebih banyak dikaitkan pada Nabi Ibrahim. Mengapa? Menurut Quraish, karena Nabi Ibrahim punya keistimewaan luar biasa yang tidak dimiliki oleh yang lain.

Nabi Ibrahim itu adalah nabi yang mengumandangkan pada umatnya bahwa Tuhan yang disembah itu adalah Rabul alamin, Tuhan sekalian alam, berbeda dari nabi lainnya yang memperkenalkan Tuhan pada umatnya sebagai “Tuhan Kami”.

Nabi Ibrahim juga dijelaskan dalam Al Quran, bahwa beliau sering berkata “Ah..” yang maksudnya, Nabi Ibrahim memiliki hati yang sangat halus, sangat lembut, sampai-sampai menurut sementara ulama, ada yang berkata, nama Ibrahim itu terambil dalam kata abun rahim, ayah yang sangat pengasih.

Nabi Ibrahim juga sangat mengasihi sesama manusia. Kalau ada tamu berkunjung, selalu disambut dengan luar biasa. Dengan sembunyi-sembunyi, Nabi Ibrahim memberi tahu keluarganya untuk membuatkan makanan dan minuman untuk tamu yang sedang berkunjung. Kenapa sembunyi-sembunyi? Karena ia khawatir, kalau tamunya tahu akan merasa sungkan dan menolak jamuan. Kalau sang tamu pamit pulang, Nabi Ibrahim tidak mengantarnya sampai ke pintu keluar, tapi diantar sampai jauh ke luar rumah, begitu hormatnya dia pada tamu.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَلَا تَكُوۡنُوۡا كَالَّذِيۡنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنۡسٰٮهُمۡ اَنۡفُسَهُمۡ‌ؕ اُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.

(QS. Al-Hasyr Ayat 19)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More