Zionisme: Tak Sekadar Mendirikan Tanah Air untuk Bangsa Yahudi
Selasa, 17 Oktober 2023 - 10:40 WIB
Kongres I Zionisme pada tahun 1897 telah menelurkan ide tentang cita-cita zionisme, yakni mendirikan tanah air untuk bangsa Yahudi , yang diakui secara resmi dan secara hukum. Tanah air itu adalah di Palestina .
Sebelum itu, ide mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina, dicetuskan oleh publikasi buku Theodore Hertzl yang berjudul “Der Judenstaat” atau “The Jewish State” tahun 1896. Hertzl adalah bapak pendiri Zionisme modern.
Terilhami oleh cita-cita revitalisasi kultur nasional bangsa Yahudi dan cita-cita masyarakat sosialis egalitarian dalam bentuk sebuah pemerintahan yang demokratis, zionis membawakan transformasi komunitas agama menjadi sebuah kesadaran bangsa berdasarkan persamaan sejarah dan kultur dan menentukan sebuah tanah air teritorial.
Ira M. Lapidus dalam bukunya berjudul "Sejarah Sosial Ummat Islam" (PT RajaGarafindo Persada, 2000) menyebut perkembangan nasionalisme Yahudi sejalan dengan berkembangnya gerakan nasionalis lainnya di Balkan dan di Timur Tengah akhir abad 19.
Strategi baru zionisme yaitu mendelegitimasikan kehadiran masyarakat Arab Palestina, sambil berusaha melegitimasikan kehadiran orang Yahudi.
Usaha pertama yang dilakukannya pada tahun 1896 adalah memohon kepada penguasa Ottoman, Sultan Abdul Hamid II untuk memberikan tanah di Palestina dengan imbalan bantuan keuangan kas kesultanan melalui jasa para financier Yahudi. Bahkan ia menulis usulan sekembalinya dari kunjungan ke Istambul, memohon kepada sultan hak kaum Yahudi mendeportasikan penduduk asli.
Muhammad Amri dalam buku berjudul "Teologi Yahudi dalam Al-Qur’an" mengatakan Sultan sangat tersinggung dan menolak permohonan itu, dan mengirimkan pesan untuk Theodore Hertzl.
Pada tahun 1897, melalui kongres Zionisme I di Bazel, Swiss, Hertzl mengatakan kepada peserta kongres; “Kita berkumpul di sini adalah untuk meletakkan pondasi untuk membangun prinsip-prinsip yang dapat mengikatkan bangsa Yahudi.”
Ia juga berkata: "Zionis bukan merupakan aliran kecil yang ditunjang dengan kepulangan orang-orang Yahudi ke Palestina, tetapi sebagai gerakan massa, para petani, para pekerja, para manajer, para interpreuner, para sarjana, dan para intelektual."
Kongres I di Bazel ini melahirkan keputusan penting yang berbunyi:
"Sesungguhnya cita-cita zionisme ialah mendirikan tanah air untuk bangsa Yahudi, yang diakui secara resmi dan secara hukum, sehingga dengan pendirian itu bangsa Yahudi dapat hidup aman dari tekanan-tekanan. Dan tanah air itu tiada lain adalah Palestina."
Pada kongres di Bazel, Hertzl berhasil mengumpulkan orang-orang Yahudi dari seluruh dunia, sebagaimana ia juga sukses memendatangkan para cendekiawan Yahudi yang dari merekalah bersumber keputusan-keputusan yang paling berbahaya dalam sejarah Yahudi, yaitu Protokol para pemimpin Zionis (the protocols of the meetings of the elders of zion) yang berasal dari kitab-kitab suci Yahudi yang telah mengalami perubahan.
Sejak saat itu, para pemimpin Yahudi mulai bergerak cepat, tepat, cerdas, dan misterius untuk merealisasikan tujuan-tujuan mereka yang merusak yang hasilnya bisa dilihat jelas saat ini.
Setelah kongres zionisme pertama berlangsung, Hertzl memulai perjalanannya dalam aksinya membendung/menahan Sultan Abdul Hamid II baik dengan cara yang menyenangkan maupun sebaliknya.
Zionisme berupaya menggulingkan Sultan Abdul Hamid II dan menjatuhkan Khilafah Islamiyah agar apa yang mereka inginkan dapat tercapai.
Lihat Juga: IDF Terbitkan 1.100 Surat Perintah Penangkapan bagi Penghindar Wajib Militer Yahudi Ultra-Ortodoks
Sebelum itu, ide mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina, dicetuskan oleh publikasi buku Theodore Hertzl yang berjudul “Der Judenstaat” atau “The Jewish State” tahun 1896. Hertzl adalah bapak pendiri Zionisme modern.
Terilhami oleh cita-cita revitalisasi kultur nasional bangsa Yahudi dan cita-cita masyarakat sosialis egalitarian dalam bentuk sebuah pemerintahan yang demokratis, zionis membawakan transformasi komunitas agama menjadi sebuah kesadaran bangsa berdasarkan persamaan sejarah dan kultur dan menentukan sebuah tanah air teritorial.
Ira M. Lapidus dalam bukunya berjudul "Sejarah Sosial Ummat Islam" (PT RajaGarafindo Persada, 2000) menyebut perkembangan nasionalisme Yahudi sejalan dengan berkembangnya gerakan nasionalis lainnya di Balkan dan di Timur Tengah akhir abad 19.
Strategi baru zionisme yaitu mendelegitimasikan kehadiran masyarakat Arab Palestina, sambil berusaha melegitimasikan kehadiran orang Yahudi.
Usaha pertama yang dilakukannya pada tahun 1896 adalah memohon kepada penguasa Ottoman, Sultan Abdul Hamid II untuk memberikan tanah di Palestina dengan imbalan bantuan keuangan kas kesultanan melalui jasa para financier Yahudi. Bahkan ia menulis usulan sekembalinya dari kunjungan ke Istambul, memohon kepada sultan hak kaum Yahudi mendeportasikan penduduk asli.
Muhammad Amri dalam buku berjudul "Teologi Yahudi dalam Al-Qur’an" mengatakan Sultan sangat tersinggung dan menolak permohonan itu, dan mengirimkan pesan untuk Theodore Hertzl.
Pada tahun 1897, melalui kongres Zionisme I di Bazel, Swiss, Hertzl mengatakan kepada peserta kongres; “Kita berkumpul di sini adalah untuk meletakkan pondasi untuk membangun prinsip-prinsip yang dapat mengikatkan bangsa Yahudi.”
Ia juga berkata: "Zionis bukan merupakan aliran kecil yang ditunjang dengan kepulangan orang-orang Yahudi ke Palestina, tetapi sebagai gerakan massa, para petani, para pekerja, para manajer, para interpreuner, para sarjana, dan para intelektual."
Kongres I di Bazel ini melahirkan keputusan penting yang berbunyi:
"Sesungguhnya cita-cita zionisme ialah mendirikan tanah air untuk bangsa Yahudi, yang diakui secara resmi dan secara hukum, sehingga dengan pendirian itu bangsa Yahudi dapat hidup aman dari tekanan-tekanan. Dan tanah air itu tiada lain adalah Palestina."
Pada kongres di Bazel, Hertzl berhasil mengumpulkan orang-orang Yahudi dari seluruh dunia, sebagaimana ia juga sukses memendatangkan para cendekiawan Yahudi yang dari merekalah bersumber keputusan-keputusan yang paling berbahaya dalam sejarah Yahudi, yaitu Protokol para pemimpin Zionis (the protocols of the meetings of the elders of zion) yang berasal dari kitab-kitab suci Yahudi yang telah mengalami perubahan.
Sejak saat itu, para pemimpin Yahudi mulai bergerak cepat, tepat, cerdas, dan misterius untuk merealisasikan tujuan-tujuan mereka yang merusak yang hasilnya bisa dilihat jelas saat ini.
Setelah kongres zionisme pertama berlangsung, Hertzl memulai perjalanannya dalam aksinya membendung/menahan Sultan Abdul Hamid II baik dengan cara yang menyenangkan maupun sebaliknya.
Zionisme berupaya menggulingkan Sultan Abdul Hamid II dan menjatuhkan Khilafah Islamiyah agar apa yang mereka inginkan dapat tercapai.
Lihat Juga: IDF Terbitkan 1.100 Surat Perintah Penangkapan bagi Penghindar Wajib Militer Yahudi Ultra-Ortodoks
(mhy)