Sejarah Lahirnya Zionisme, Bermula dari Kisah Nabi Ibrahim

Rabu, 18 Oktober 2023 - 11:55 WIB
Pada saat itu Musa bersama kaumnya keluar dari Mesir menuju ke Palestina, namun Musa tidak sempat sampai lalu kemudian wafat. Ilustrasi: Ist
Sejarah yang menjadi cikal bakal munculnya zionisme , dapat dimulai lebih kurang dari 4000 tahun sebelum masehi. Kala itu, di kota Ur di tanah Khalda sebagai pusat penyembahan dewa matahari hidup seorang laki-laki yang bernama Terah atau Azar. Ia mempunyai tiga orang putra yaitu Ibrahim , Nahor, dan Haran.

Terah atau Azar adalah ahli pembuat patung yang terbuat dari tanah liat, atau batu. Patung itu diperjualbelikan ke seluruh negeri. "Pada waktu Ibrahim dilahirkan pada tahun 2018 SM, pembuatan dan penyembahan patung sangat meningkat," tulis Saude, Dosen Jurusan Ushuluddin STAIN Datokarama Palu dalam artikelnya yang dilansir Jurnal Hunafa berjudul "Zionisme dan Berdirinya Negara Israel".

Setelah Ibrahim beranjak dewasa, ketika dia berada di toko patung orang tuanya, Ibrahim mengambil kapak besar, lalu menghancurkan patung-patung yang ada dalam toko kecuali satu yang paling besar, lalu kapak tersebut digantungkan ke leher patung besar.



Alangkah terkejutnya orang tuanya setelah melihat patung-patung tersebut hancur, langsung bertanya kepada Ibrahim: "Siapa yang menghancurkan patung itu Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Mungkin yang besar itu, lalu ayahnya berkata tidak mungkin".

Pada saat itulah Ibrahim berkata apa gunanya patung itu disembah kalau tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ayah Ibrahim berkata, lalu siapa yang harus di sembah?

Ibrahim berkata" "Allah yang telah memperedarkan musim, mendatangkan hujan dan menyuburkan tanah". Jawaban tersebut membuat ayahnya heran, karena belum pernah mendengarkan perkataan seperti itu.

Penentangan terhadap penyembahan patung, terdengar oleh raja Namrud, yang berakibat terjadinya pembakaran pada Ibrahim, namun Ibrahim tidak terbakar.

Kemenangan yang diperoleh Ibrahim membuat raja Namrud marah, kemudian Ibrahim bersama isterinya Sarah dan anak saudaranya Luth meninggalkan kampung halamannya menuju pada suatu daerah yang tidak menentu.

Makna Kata Ibri atau Ibrani

Pengembaraan yang dilakukan oleh Ibrahim membuat ia dan keluarganya sampai ke Palestina atau Kan’an. Suku-suku yang mendiami Kan’an atau Palestina pada saat Ibrahim tiba, di antaranya adalah suku Kananit, Moabit, Amelekit dan Amorit. Mereka inilah yang memberi istilah Ibri yang berarti dari seberang.



Arti lain dari kalimat Ibri atau Ibrani adalah memotong jalan, menyeberangi lembah, menyeberangi sungai atau memotong jalan pendek. Kalimat Ibri atau Ibrani berasal dari “Abara” atau fi’il Tsulatsi (tiga huruf), yang berarti bertukar-tukar tempat, berpindah-pindah yaitu sesuai dengan krakteristik dan kebiasaan-kebiasaan yang biasa berlaku bagi kehidupan penghuni padang pasir dan penduduk kampung yang jauh terpencil dari keramian.

Jadi kalimat Ibri itu sama pengertiannya dengan kalimat Badui yakni penduduk padang pasir atau orang kampung.

Pada tahun 1918 SM Ibrahim memperoleh anak dari isterinya Sarah yang bernama Ishak atau Isaac, dari isterinya Siti Hajar bernama Ismail . Anak yang dari sarah inilah nantinya melahirkan seorang anak yang diberi nama Ya’qub yang kemudian dinamakan Israel .

Ya’qub yang juga bernama Israel inilah yang memperoleh anak 12 orang, masing-masing sebagai berikut:

1. Isteri pertama bernama Liah, melahirkan putera, Rubin, Simon, Lewi, Yehuda, Zebulon dan Iskhar. 2. Isteri kedua bernama Rahil, melahirkan Yusuf dan Bunyamin. 3. Isteri ketiga bernama Zilfah melahirkan, Gad dan Asyer 4. Isteri keempat bernama Bilhah melahirkan, Don dan Naftah.

Keturunan Ya’qub atau Israel inilah yang kemudian tersebar ke penjuru Palestina, hingga sampai ke Mesir dengan sebutan Bani Israil.



Perkembangan selanjutnya, Bani Israil yang berada di Mesir semakin berkembang, sehingga sangat mengkhawatirkan penduduk asli Mesir pada saat itu. Kegelisahan tersebut ditindaklanjuti oleh raja dengan mengumpulkan cerdik pandai, tukang-tukang sihir dan lain-lain, untuk mengambil keputusan mengenai bangsa Israel yang semakin besar jumlahnya.

Dari pertemuan tersebut, disepakati agar orang-orang Israil dijadikan sebagai hamba sahaya sehingga tidak bisa lagi berkembang.

Perputaran masa silih berganti, namun kaum Israel tidak berkurang, malah sebaliknya semakin bertambah, sehingga raja bersama pembesar lainnnya mengambil keputusan untuk membuat undang-undang yang berbunyi bahwa “Setiap anak laki-laki yang lahir harus di buang di sungai Nil”.

Pada saat Ramses II yang bergelar Fir’aun, itulah lahir seorang bayi laki-laki dari orang tua yang bernama Imran dari suku Lewi. Bayi dimasukan ke dalam peti, lalu dibuang di sungai Nil, peti itu sampai dekat pemandian putri Fir’aun, peti tersebut diambil dan sewaktu dibuka ternyata isinya adalah bayi laki-laki kemudian dipelihara dan diberi nama Musa atau Moses.

Setelah bayi itu besar, maka terjadi pertentangan antara Musa dan Fir’uan dan dimenangkan oleh Musa. Pada saat itu Musa bersama kaumnya keluar dari Mesir menuju ke Palestina, namun Musa tidak sempat sampai lalu kemudian meninggal dunia, demikian juga saudaranya Harun.

Adapun yang membawa kaum Israel Palestina adalah Yusya bin Nun, salah seorang sahabat yang diwasiatkan oleh Musa untuk memimpin kaumnya masuk ke Palestina melalui timur laut sungai Yordan dan menyebrangi sungai itu memasuki kota Ariha dengan terlebih dahulu membunuh seluruh penduduknya.



Pada zaman itu mulailah Bani Israil memerintah bumi Palestina.. Setelah Bani Israel mendiami Palestina atau Yerusalem, bangsa ini mencapai pucak kejayaannya, hingga tiba saat penghancuran yang dilakukan oleh tentara Romawi.

Kehancuran Yerusalem , disusul oleh zaman Diaspora yaitu zaman “merantau”, maka bangsa Yahudi menyebar ke mana-mana, terutama ke seluruh benua Eropa, baik Barat maupun Timur.

Pada zaman diaspora itulah, maka akhir abad ke-19 lahir cita-cita Zionisme di kalangan mereka yang bertujuan untuk memperoleh kembali Yerusalem.
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya' secara berjamaah, itu seperti beribadah setengah malam. Dan barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya' dan Subuh secara berjamaah, maka ia seperti beribadah semalam penuh.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 468)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More