Program Nuklir Israel akan Ubah Peta Timur Tengah
Kamis, 26 Oktober 2023 - 14:55 WIB
Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019) mengungkapkan program Israel untuk memproduksi senjata-senjata nuklir hampir sama tuanya dengan negara Yahudi itu sendiri. Sponsor pertamanya adalah Perancis , yang membantu membangun fasilitas nuklir rahasia Israel di Dimona di Gurun Negev pada akhir 1950-an dan awal 1960-an.
Para pejabat Israel tidak pernah mengakui secara resmi bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir. Sebagai gantinya, mereka membatasi diri dengan frasa bahwa Israel "tidak akan menjadi pihak pertama" yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur Tengah.
"Namun, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa Israel telah memiliki senjata-senjata semacam itu sejak pertengahan 1960-an," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).
Israel berdalih program nuklirnya semata-mata dimaksudkan untuk memanfaatkan energi atom bagi tujuan damai.
Paul Findley menyebut itu sebagai omong kosong. Faktanya, kata Paul Findley, setelah secara resmi meyakinkan Washington pada 19 Desember 1960, bahwa Israel tidak mempunyai program senjata nuklir , Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion dua hari kemudian mengadakan pertemuan di hadapan Knesset dan mengaku bahwa sebuah reaktor nuklir tengah dibangun di Dimona, Gurun Negev.
Dia berkeras, itu semata-mata untuk tujuan damai. Ben-Gurion bersumpah bahwa fasilitas Dimona akan "memenuhi kebutuhan-kebutuhan industri, pertanian, kesehatan, dan ilmu pengetahuan," sambil menambahkan bahwa fasilitas tersebut akan terbuka untuk menerima para siswa pengikut latihan dari negeri-negeri lain.
"Tak satu pun dari pernyataan-pernyataan ini yang terbukti kebenarannya," ujar Paul Findley.
Pengakuan Ben-Gurion pada 1960 bahwa Dimona adalah sebuah fasilitas nuklir merupakan suatu titik balik yang menentukan, sebab sebelumnya penjelasan resmi Israel mengenai pembangunan di Dimona, yang dilaksanakan dengan bantuan Perancis, adalah bahwa bangunan itu merupakan sebuah pabrik tekstil atau stasiun pompa.
Sangkalan-sangkalan Israel sebelumnya pada Amerika Serikat mengenai tujuan Dimona yang sebenarnya menyulut kemarahan beberapa anggota Kongres.
Dalam suatu sesi rahasia dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada awal 1961, Senator Bourke Hickenlooper meledak:
"Saya kira orang-orang Israel telah membohongi kita seperti pencuri-pencuri kuda mengenai hal ini. Mereka telah menyelewengkan, memberi gambaran keliru, dan memalsukan mentah-mentah fakta-fakta di masa lalu."
"Saya kira masalah ini benar-benar serius, mengingat semua yang telah kita lakukan untuk mereka, dan balasan mereka adalah dengan bertindak dengan cara ini menyangkut fasilitas reaktor produksi yang sangat jelas ini, yang mereka bangun dengan diam-diam, dan yang secara konsisten, dan dengan tegas-tegas, tidak mereka akui tengah mereka bangun."
Menurut Paul Findley, meskipun timbul sentimen-sentimen semacam itu, Amerika Serikat tidak pernah mengambil tindakan sungguh-sungguh untuk mencegah Israel meneruskan pengembangan senjata-senjata nuklir mereka. Satu-satunya usaha setengah serius dilakukan oleh Presiden Kennedy pada awal 1960-an.
Dia mendesak agar Israel membiarkan para pengawas AS memasuki Dimona. Namun para teknisi Israel membangun sebuah ruang kontrol yang seluruhnya palsu di instalasi Dimona untuk menipu orang-orang Amerika mengenai jenis riset sesungguhnya yang tengah dikerjakan.
Tipu muslihat itu berhasil dan inspeksi berakhir pada 1969 --setahun setelah CIA melaporkan bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir-- tanpa menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Dalam tahun-tahun itu Israel telah melunakkan pernyataan-pernyataan publiknya. Pada mulanya pernyataan-pernyataannya terbatas pada formulasi yang diucapkan oleh Perdana Menteri Levi Eshkol pada pertengahan 1960-an:
"Saya telah berkata sebelumnya dan saya ulangi kini bahwa Israel tidak mempunyai persenjataan atom dan tidak akan menjadi pihak pertama yang memperkenalkan senjata-senjata tersebut di wilayah kita ini."
Sejak itu Israel membatalkan sangkalan-sangkalannya bahwa ia mempunyai suatu program nuklir atau senjata-senjata nuklir dan hanya menegaskan bahwa Israel tidak akan "menjadi pihak pertama yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur Tengah."
CIA dan para ahli lainnya di seluruh dunia percaya bahwa Israel memiliki bukan hanya senjata-senjata nuklir melainkan juga sarana-sarana untuk mengirimkannya ke jarak jauh.
Sebuah laporan lima halaman CIA bertanggal 4 September 1974 mengemukakan kesimpulannya bahwa Israel adalah suatu kekuatan nuklir "berdasarkan bukti-bukti bahwa Israel menyimpan sejumlah besar uranium, setengahnya diperoleh dengan cara sembunyi-sembunyi; sifat mendua dari upaya-upaya Israel di bidang pengkayaan uranium; dan investasi Israel dalam suatu sistem misil yang sangat mahal yang dirancang untuk mengakomodasi ujung-ujung peledak senjata nuklir."
Israel dapat mengirimkan ujung-ujung peledak senjata nuklir dengan misil balistik 260 mil-nya yang dinamai Jericho; dengan Jericho yang telah dipercanggih, yang mempunyai jangkauan lebih dari 500 mil; atau dengan artileri, senjata-senjata kapal, atau pesawat-pesawat udara.
Pada September 1988 Israel meluncurkan sebuah satelit percobaan, Ofek-1(Cakrawala), ke orbit eliptis 250 hingga 1.000 kilometer. Seorang analis Amerika mengatakan, data menunjukkan bahwa roket yang meluncurkan satelit itu cukup kuat untuk membawa sebuah senjata nuklir ke Moskow atau Lybia.
Menurut wartawan Seymour Hersh, yang membuat suatu telaah mengenai program Israel: "Pada pertengahan 1980-an, para teknisi di Dimona telah menciptakan beratus-ratus ujung peledak netron berkadar rendah yang mampu menghancurkan sejumlah besar pasukan musuh dengan kerusakan properti minimal. Ukuran dan kecanggihan persenjataan Israel memungkinkan orang-orang seperti Ariel Sharon untuk bermimpi mengubah peta Timur Tengah dengan bantuan ancaman tak langsung dari kekuatan nuklir."
Paul Findley mengatakan tak satu pun langkah-langkah utama Israel untuk mengembangkan persenjataan nuklir yang tidak terdeteksi oleh intelijen AS. Namun Amerika Serikat tidak berbuat apa-apa untuk menyimpan jin nuklir Israel di dalam botol.
Hersh menyimpulkan: "Kebijaksanaan Amerika menyangkut persenjataan Israel... bukan hanya menunjukkan kelalaian biasa: itu adalah kebijaksanaan yang diambil dengan sadar untuk mengabaikan kenyataan."
Jenderal Amnon Shahak-Lipkin, wakil kepala staf Pasukan Pertahanan Israel, menyatakan pada April 1992: "Saya percaya bahwa negara Israel sejak sekarang harus menggunakan seluruh kekuatannya dan mengarahkan seluruh usahanya untuk mencegah pengembangan nuklir di setiap negara Arab mana pun... Menurut pendapat saya, semua atau hampir semua sarana yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan itu sah-sah saja."
Ancaman-ancaman Israel mengenai pengembangan senjata-senjata semacam itu oleh negara-negara Arab adalah munafik. Bagaimanapun juga, orang-orang Israel adalah yang pertama mengembangkan senjata-senjata nuklir di wilayah itu.
Lebih-lebih, mencegah pengembangan senjata-senjata nuklir adalah tugas dari Agen Energi Atom Internasional di Wina, yang bekerja di bawah pengawasan internasional melalui Perjanjian Non-Proliferasi Senjata-senjata Nuklir. Hampir semua negara Arab telah menandatangani perjanjian itu. Israel tidak.
Para pejabat Israel tidak pernah mengakui secara resmi bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir. Sebagai gantinya, mereka membatasi diri dengan frasa bahwa Israel "tidak akan menjadi pihak pertama" yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur Tengah.
"Namun, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa Israel telah memiliki senjata-senjata semacam itu sejak pertengahan 1960-an," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).
Israel berdalih program nuklirnya semata-mata dimaksudkan untuk memanfaatkan energi atom bagi tujuan damai.
Paul Findley menyebut itu sebagai omong kosong. Faktanya, kata Paul Findley, setelah secara resmi meyakinkan Washington pada 19 Desember 1960, bahwa Israel tidak mempunyai program senjata nuklir , Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion dua hari kemudian mengadakan pertemuan di hadapan Knesset dan mengaku bahwa sebuah reaktor nuklir tengah dibangun di Dimona, Gurun Negev.
Dia berkeras, itu semata-mata untuk tujuan damai. Ben-Gurion bersumpah bahwa fasilitas Dimona akan "memenuhi kebutuhan-kebutuhan industri, pertanian, kesehatan, dan ilmu pengetahuan," sambil menambahkan bahwa fasilitas tersebut akan terbuka untuk menerima para siswa pengikut latihan dari negeri-negeri lain.
"Tak satu pun dari pernyataan-pernyataan ini yang terbukti kebenarannya," ujar Paul Findley.
Pengakuan Ben-Gurion pada 1960 bahwa Dimona adalah sebuah fasilitas nuklir merupakan suatu titik balik yang menentukan, sebab sebelumnya penjelasan resmi Israel mengenai pembangunan di Dimona, yang dilaksanakan dengan bantuan Perancis, adalah bahwa bangunan itu merupakan sebuah pabrik tekstil atau stasiun pompa.
Sangkalan-sangkalan Israel sebelumnya pada Amerika Serikat mengenai tujuan Dimona yang sebenarnya menyulut kemarahan beberapa anggota Kongres.
Dalam suatu sesi rahasia dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada awal 1961, Senator Bourke Hickenlooper meledak:
"Saya kira orang-orang Israel telah membohongi kita seperti pencuri-pencuri kuda mengenai hal ini. Mereka telah menyelewengkan, memberi gambaran keliru, dan memalsukan mentah-mentah fakta-fakta di masa lalu."
"Saya kira masalah ini benar-benar serius, mengingat semua yang telah kita lakukan untuk mereka, dan balasan mereka adalah dengan bertindak dengan cara ini menyangkut fasilitas reaktor produksi yang sangat jelas ini, yang mereka bangun dengan diam-diam, dan yang secara konsisten, dan dengan tegas-tegas, tidak mereka akui tengah mereka bangun."
Menurut Paul Findley, meskipun timbul sentimen-sentimen semacam itu, Amerika Serikat tidak pernah mengambil tindakan sungguh-sungguh untuk mencegah Israel meneruskan pengembangan senjata-senjata nuklir mereka. Satu-satunya usaha setengah serius dilakukan oleh Presiden Kennedy pada awal 1960-an.
Dia mendesak agar Israel membiarkan para pengawas AS memasuki Dimona. Namun para teknisi Israel membangun sebuah ruang kontrol yang seluruhnya palsu di instalasi Dimona untuk menipu orang-orang Amerika mengenai jenis riset sesungguhnya yang tengah dikerjakan.
Tipu muslihat itu berhasil dan inspeksi berakhir pada 1969 --setahun setelah CIA melaporkan bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir-- tanpa menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Dalam tahun-tahun itu Israel telah melunakkan pernyataan-pernyataan publiknya. Pada mulanya pernyataan-pernyataannya terbatas pada formulasi yang diucapkan oleh Perdana Menteri Levi Eshkol pada pertengahan 1960-an:
"Saya telah berkata sebelumnya dan saya ulangi kini bahwa Israel tidak mempunyai persenjataan atom dan tidak akan menjadi pihak pertama yang memperkenalkan senjata-senjata tersebut di wilayah kita ini."
Sejak itu Israel membatalkan sangkalan-sangkalannya bahwa ia mempunyai suatu program nuklir atau senjata-senjata nuklir dan hanya menegaskan bahwa Israel tidak akan "menjadi pihak pertama yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur Tengah."
CIA dan para ahli lainnya di seluruh dunia percaya bahwa Israel memiliki bukan hanya senjata-senjata nuklir melainkan juga sarana-sarana untuk mengirimkannya ke jarak jauh.
Sebuah laporan lima halaman CIA bertanggal 4 September 1974 mengemukakan kesimpulannya bahwa Israel adalah suatu kekuatan nuklir "berdasarkan bukti-bukti bahwa Israel menyimpan sejumlah besar uranium, setengahnya diperoleh dengan cara sembunyi-sembunyi; sifat mendua dari upaya-upaya Israel di bidang pengkayaan uranium; dan investasi Israel dalam suatu sistem misil yang sangat mahal yang dirancang untuk mengakomodasi ujung-ujung peledak senjata nuklir."
Israel dapat mengirimkan ujung-ujung peledak senjata nuklir dengan misil balistik 260 mil-nya yang dinamai Jericho; dengan Jericho yang telah dipercanggih, yang mempunyai jangkauan lebih dari 500 mil; atau dengan artileri, senjata-senjata kapal, atau pesawat-pesawat udara.
Pada September 1988 Israel meluncurkan sebuah satelit percobaan, Ofek-1(Cakrawala), ke orbit eliptis 250 hingga 1.000 kilometer. Seorang analis Amerika mengatakan, data menunjukkan bahwa roket yang meluncurkan satelit itu cukup kuat untuk membawa sebuah senjata nuklir ke Moskow atau Lybia.
Menurut wartawan Seymour Hersh, yang membuat suatu telaah mengenai program Israel: "Pada pertengahan 1980-an, para teknisi di Dimona telah menciptakan beratus-ratus ujung peledak netron berkadar rendah yang mampu menghancurkan sejumlah besar pasukan musuh dengan kerusakan properti minimal. Ukuran dan kecanggihan persenjataan Israel memungkinkan orang-orang seperti Ariel Sharon untuk bermimpi mengubah peta Timur Tengah dengan bantuan ancaman tak langsung dari kekuatan nuklir."
Paul Findley mengatakan tak satu pun langkah-langkah utama Israel untuk mengembangkan persenjataan nuklir yang tidak terdeteksi oleh intelijen AS. Namun Amerika Serikat tidak berbuat apa-apa untuk menyimpan jin nuklir Israel di dalam botol.
Hersh menyimpulkan: "Kebijaksanaan Amerika menyangkut persenjataan Israel... bukan hanya menunjukkan kelalaian biasa: itu adalah kebijaksanaan yang diambil dengan sadar untuk mengabaikan kenyataan."
Jenderal Amnon Shahak-Lipkin, wakil kepala staf Pasukan Pertahanan Israel, menyatakan pada April 1992: "Saya percaya bahwa negara Israel sejak sekarang harus menggunakan seluruh kekuatannya dan mengarahkan seluruh usahanya untuk mencegah pengembangan nuklir di setiap negara Arab mana pun... Menurut pendapat saya, semua atau hampir semua sarana yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan itu sah-sah saja."
Ancaman-ancaman Israel mengenai pengembangan senjata-senjata semacam itu oleh negara-negara Arab adalah munafik. Bagaimanapun juga, orang-orang Israel adalah yang pertama mengembangkan senjata-senjata nuklir di wilayah itu.
Lebih-lebih, mencegah pengembangan senjata-senjata nuklir adalah tugas dari Agen Energi Atom Internasional di Wina, yang bekerja di bawah pengawasan internasional melalui Perjanjian Non-Proliferasi Senjata-senjata Nuklir. Hampir semua negara Arab telah menandatangani perjanjian itu. Israel tidak.
(mhy)