Konspirasi Freemasonry: Kisah Lelaki Pembawa Dokumen yang Disambar Petir
Jum'at, 10 November 2023 - 13:10 WIB
"Akan tetapi ternyata para tokoh Yahudi dan para pemilik modal internasional telah lama menyelusup ke dalam jaringan pemerintah negara-negara Eropa," tulis Willian G. Carr.
Mereka masih tetap mampu dengan mudah membungkam mulut para raja dan para tokoh gereja itu.
Pelajaran Berharga
Willian G. Carr menjelaskan peristiwa kebocoran rahasia tersebut dijadikan pelajaran berharga oleh Perkumpulan Konspirasi Yahudi. Para tokohnya bersikap lebih berhati-hati dan lebih waspada pada kondisi apa pun.
Sejak itu pergerakan mereka nyaris menghilang dari permukaan, meskipun kegiatan mereka sebenarnya masih berjalan seperti biasa. Hanya saja, kegiatan mereka selanjutnya banyak dialihkan masuk ke dalam perkumpulan Freemasonry yang lain, yang disebut The Blue Masonry dengan tujuan untuk mendirikan sebuah organisasi Masonry di dalam Masonry itu sendiri.
"Mereka sepakat memperluas jaringan kerja yang anggotanya terdiri dari beberapa tokoh Yahudi nomor wahid, agar program rahasia mereka tidak mudah bocor ke luar," tutur Willian G. Carr.
Pemilihan anggota inti dilakukan lewat pemantauan dan pertimbangan mendalam, diambil dari anggota perkumpulan rahasia itu, terutama dari mereka yang menganut paham atheisme, dan tidak berpegang pada prinsip moral.
Faktor yang amat dipentingkan ialah mereka harus berdedikasi tinggi kepada Freemasonry. Perkumpulan rahasia itu tidak jarang menggunakan kegiatan bakti sosial, sebagai kedok untuk menutupi rencana jahat yang disembunyikan di balik layar, seperti kasus yang menimpa John Robinson, seorang guru besar filsafat pada Universitas Skotlandia.
la tidak menyadari telah terperangkap dalam jaringan program Yahudi Internasional itu. la mengadakan perjalanan ke berbagai negara Eropa, untuk mempelajari program kerja yang telah disusun oleh Weiz Howight, dengan tujuan membentuk pemerintahan diktator yang ideal, yang menguasai dunia.
Pada mulanya John Robinson meragukan program Yahudi itu. Namun keraguannya segera berubah menjadi yakin, setelah ia mengetahui peran Perkumpulan Yahudi pada Revolusi Perancis tahun 1789, dan pengaruh mereka terhadap tokoh-tokoh gereja dan pemerintah Perancis.
Maka ia segera menyadari bahaya yang mengancam negaranya Inggris, dan segera pula menulis surat tentang bahaya persekongkolan Yahudi yang diberi judul Keterangan.
"Namun peringatan itu tidak mampu menggugah pemerintah negaranya disebabkan oleh besarnya pengaruh Yahudi, khususnya setelah berdirinya bank Inggris atas persekongkolan mereka," ujar Willian G. Carr.
Adapun di Amerika Serikat, Freemasonry bisa dikatakan relatif lebih muda. Meskipun relatif muda, perkumpulan tersebut sudah tersebar luas di seluruh negeri.
Mula-mula para tokoh Yahudi mendapat kesulitan, karena adanya peringatan dari Rektor Universitas Harvard, David Robin kepada segenap mahasiswa dan alumninya tentang pengaruh Yahudi yang terus meningkat di kalangan gereja dan para tokoh politik.
Mereka itu sudah menjadi sekutu bagi seorang tokoh bernama Mr. Jefferson, yaitu murid Weiz Howight yang kembali ke Amerika untuk terjun ke dalam kancah politik dengan dukungan Yahudi.
Seorang calon Presiden AS yang kuat, John Kowinsky Adams juga merasakan jeratan persekongkolan ini, terutama karena melihat peran yang dimainkan oleh Jefferson, ditinjau dari sudut gerakan Freemasonry dalam upaya mewujudkan cita-cita Yahudi untuk menguasai Amerika.
Maka JK Adams segera mengirimkan karyanya kepada kawannya, kolonel William Stone dan menjelaskan tentang hakikat persekongkolan Yahudi. Tulisan tersebut masih tersimpan di perpustakaan Rotenberg Square Philadelphia.
Mereka masih tetap mampu dengan mudah membungkam mulut para raja dan para tokoh gereja itu.
Pelajaran Berharga
Willian G. Carr menjelaskan peristiwa kebocoran rahasia tersebut dijadikan pelajaran berharga oleh Perkumpulan Konspirasi Yahudi. Para tokohnya bersikap lebih berhati-hati dan lebih waspada pada kondisi apa pun.
Sejak itu pergerakan mereka nyaris menghilang dari permukaan, meskipun kegiatan mereka sebenarnya masih berjalan seperti biasa. Hanya saja, kegiatan mereka selanjutnya banyak dialihkan masuk ke dalam perkumpulan Freemasonry yang lain, yang disebut The Blue Masonry dengan tujuan untuk mendirikan sebuah organisasi Masonry di dalam Masonry itu sendiri.
"Mereka sepakat memperluas jaringan kerja yang anggotanya terdiri dari beberapa tokoh Yahudi nomor wahid, agar program rahasia mereka tidak mudah bocor ke luar," tutur Willian G. Carr.
Pemilihan anggota inti dilakukan lewat pemantauan dan pertimbangan mendalam, diambil dari anggota perkumpulan rahasia itu, terutama dari mereka yang menganut paham atheisme, dan tidak berpegang pada prinsip moral.
Faktor yang amat dipentingkan ialah mereka harus berdedikasi tinggi kepada Freemasonry. Perkumpulan rahasia itu tidak jarang menggunakan kegiatan bakti sosial, sebagai kedok untuk menutupi rencana jahat yang disembunyikan di balik layar, seperti kasus yang menimpa John Robinson, seorang guru besar filsafat pada Universitas Skotlandia.
la tidak menyadari telah terperangkap dalam jaringan program Yahudi Internasional itu. la mengadakan perjalanan ke berbagai negara Eropa, untuk mempelajari program kerja yang telah disusun oleh Weiz Howight, dengan tujuan membentuk pemerintahan diktator yang ideal, yang menguasai dunia.
Pada mulanya John Robinson meragukan program Yahudi itu. Namun keraguannya segera berubah menjadi yakin, setelah ia mengetahui peran Perkumpulan Yahudi pada Revolusi Perancis tahun 1789, dan pengaruh mereka terhadap tokoh-tokoh gereja dan pemerintah Perancis.
Maka ia segera menyadari bahaya yang mengancam negaranya Inggris, dan segera pula menulis surat tentang bahaya persekongkolan Yahudi yang diberi judul Keterangan.
"Namun peringatan itu tidak mampu menggugah pemerintah negaranya disebabkan oleh besarnya pengaruh Yahudi, khususnya setelah berdirinya bank Inggris atas persekongkolan mereka," ujar Willian G. Carr.
Adapun di Amerika Serikat, Freemasonry bisa dikatakan relatif lebih muda. Meskipun relatif muda, perkumpulan tersebut sudah tersebar luas di seluruh negeri.
Mula-mula para tokoh Yahudi mendapat kesulitan, karena adanya peringatan dari Rektor Universitas Harvard, David Robin kepada segenap mahasiswa dan alumninya tentang pengaruh Yahudi yang terus meningkat di kalangan gereja dan para tokoh politik.
Mereka itu sudah menjadi sekutu bagi seorang tokoh bernama Mr. Jefferson, yaitu murid Weiz Howight yang kembali ke Amerika untuk terjun ke dalam kancah politik dengan dukungan Yahudi.
Seorang calon Presiden AS yang kuat, John Kowinsky Adams juga merasakan jeratan persekongkolan ini, terutama karena melihat peran yang dimainkan oleh Jefferson, ditinjau dari sudut gerakan Freemasonry dalam upaya mewujudkan cita-cita Yahudi untuk menguasai Amerika.
Maka JK Adams segera mengirimkan karyanya kepada kawannya, kolonel William Stone dan menjelaskan tentang hakikat persekongkolan Yahudi. Tulisan tersebut masih tersimpan di perpustakaan Rotenberg Square Philadelphia.