Ini Mengapa Keturunan Nabi Ismail sempat Menyembah Batu
Kamis, 30 November 2023 - 10:41 WIB
Ibnu al-Kalbi dalam kitabnya al-Ashnam menjelaskan sesungguhnya Ismail bin Ibrahim as ketika menempati tanah Makkah , melahirkan keturunan yang banyak sampai memenuhi kota itu dan mengikis orang-orang ‘Amaliq yang tinggal di sana.
"Makkah menjadi sempit bagi mereka. Terjadilah peperangan dan permusuhan di antara mereka. Sebagian saling mengeluarkan yang lain dari Makkah. Maka mereka berpencar di beberapa negeri untuk mencari penghidupan," ujarnya.
Pada saat meninggalkan Makkah, keturunan Nabi Ismail itu masing-masing membawa batu. Batu-batu dari Tanah Haram tersebut mereka agungkan untuk meluapkan kerinduan terhadap Makkah.
Di manapun mereka singgah, maka mereka meletakkan batu tersebut lalu bertawaf di sekitarnya sebagaimana dahulu mereka tawaf di sekitar Kakbah. Mereka memandang hal itu sebagai suatu kebaikan dan untuk meluapkan kerinduan terhadap tanah haram serta bentuk kecintaannya.
Ini mengingatkan mereka yang dulunya mengagungkan Kakbah dan Makkah, berhaji dan umrah di atas peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Lantas lambat laun hal itu membuat mereka menyembah sesuatu yang mereka senangi, dan lupa terhadap ajaran agama yang ditinggalkan leluhurnya. Mereka mengubah agama Ibrahim dan Ismail dan menjadi menyembah berhala. "Jadilah mereka seperti umat-umat yang telah lalu," tulis Ibnu al-Kalbi.
Abu Bakar Zakaria dalam buku yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah berjudul "Sang Ponir Kesyirikan" mengomentari kisah tersebut mengatakan riwayat ini memberikan faedah bahwa sebab peribadahan yang dilakukan oleh masyarakat Arab terhadap berhala, adalah pengagungan mereka terhadap tanah haram dan baitul haram.
Ketika mereka merasakan susahnya mencari penghidupan dan jauh dari tanah air, sehingga menjadikan batu sebagai pengingat terhadap negerinya. Dan tawaf di sekitar batu tersebut, sebagaimana dahulu mereka tawaf di sekitar Kakbah. "Akhirnya mereka melupakan ajaran agama orang tuanya setelah berlalunya waktu, dan menjadikan batu-batu tersebut sesembahan yang disembah selain Allah," ujar Abu Bakar Zakaria.
Ibnu Ishaq sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul "Al-Bidayah wan Nihayah" juga meriwayatkan hal yang sama tentang awal mula peribadahan kepada batu-batu yang dilakukan oleh anak cucu Nabi Isma’il.
Menurutnya, ketika keturunan Nabi Ismail as merasakan kesempitan untuk mencari penghidupan di Makkah, selanjutnya mereka mencari tempat lain, maka tak lupa mereka membawa batu-batu yang berasal dari tanah haram, sebagai pengagungan terhadap tanah haram.
"Di manapun mereka singgah, batu tersebut mereka letakkan, lantas mereka tawaf di sekelilingnya sebagaimana mereka tawaf mengelilingi Kakbah," ujar Ibnu Ishaq.
Lama kelamaan membuat mereka menyembah apa yang mereka kira baik dan membuat takjub, yaitu menyembah batu-batu yang dibawa dari tanah haram. "Hingga ketika lewat beberapa generasi akhirnya mereka lupa ajaran yang mereka anut dahulunya," ujarnya.
"Makkah menjadi sempit bagi mereka. Terjadilah peperangan dan permusuhan di antara mereka. Sebagian saling mengeluarkan yang lain dari Makkah. Maka mereka berpencar di beberapa negeri untuk mencari penghidupan," ujarnya.
Pada saat meninggalkan Makkah, keturunan Nabi Ismail itu masing-masing membawa batu. Batu-batu dari Tanah Haram tersebut mereka agungkan untuk meluapkan kerinduan terhadap Makkah.
Di manapun mereka singgah, maka mereka meletakkan batu tersebut lalu bertawaf di sekitarnya sebagaimana dahulu mereka tawaf di sekitar Kakbah. Mereka memandang hal itu sebagai suatu kebaikan dan untuk meluapkan kerinduan terhadap tanah haram serta bentuk kecintaannya.
Ini mengingatkan mereka yang dulunya mengagungkan Kakbah dan Makkah, berhaji dan umrah di atas peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Lantas lambat laun hal itu membuat mereka menyembah sesuatu yang mereka senangi, dan lupa terhadap ajaran agama yang ditinggalkan leluhurnya. Mereka mengubah agama Ibrahim dan Ismail dan menjadi menyembah berhala. "Jadilah mereka seperti umat-umat yang telah lalu," tulis Ibnu al-Kalbi.
Abu Bakar Zakaria dalam buku yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah berjudul "Sang Ponir Kesyirikan" mengomentari kisah tersebut mengatakan riwayat ini memberikan faedah bahwa sebab peribadahan yang dilakukan oleh masyarakat Arab terhadap berhala, adalah pengagungan mereka terhadap tanah haram dan baitul haram.
Ketika mereka merasakan susahnya mencari penghidupan dan jauh dari tanah air, sehingga menjadikan batu sebagai pengingat terhadap negerinya. Dan tawaf di sekitar batu tersebut, sebagaimana dahulu mereka tawaf di sekitar Kakbah. "Akhirnya mereka melupakan ajaran agama orang tuanya setelah berlalunya waktu, dan menjadikan batu-batu tersebut sesembahan yang disembah selain Allah," ujar Abu Bakar Zakaria.
Ibnu Ishaq sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul "Al-Bidayah wan Nihayah" juga meriwayatkan hal yang sama tentang awal mula peribadahan kepada batu-batu yang dilakukan oleh anak cucu Nabi Isma’il.
Menurutnya, ketika keturunan Nabi Ismail as merasakan kesempitan untuk mencari penghidupan di Makkah, selanjutnya mereka mencari tempat lain, maka tak lupa mereka membawa batu-batu yang berasal dari tanah haram, sebagai pengagungan terhadap tanah haram.
"Di manapun mereka singgah, batu tersebut mereka letakkan, lantas mereka tawaf di sekelilingnya sebagaimana mereka tawaf mengelilingi Kakbah," ujar Ibnu Ishaq.
Lama kelamaan membuat mereka menyembah apa yang mereka kira baik dan membuat takjub, yaitu menyembah batu-batu yang dibawa dari tanah haram. "Hingga ketika lewat beberapa generasi akhirnya mereka lupa ajaran yang mereka anut dahulunya," ujarnya.
(mhy)