6 Istilah Berdebat Menurut Al-Quran, Salah Satunya Al-Hiwar
Senin, 22 Januari 2024 - 11:03 WIB
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , diskusi diartikan sebagai perundingan untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Sementara berdiskusi artinya mengadakan diskusi; bertukar pikiran.
Sementara itu, sebagai padanan dari istilah diskusi, di dalam al-Qur’an disebutkan istilah al-hiwar, al-mira’, al-muhajjah, al-jadal, syura, dan al-munazarah yang definisinya lebih mendekati perdebatan.
Ini kali kita bahas term al-hiwar. Menurut Ahmad Ibn Faris bin Zakariya dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah disebutkan bahwa kata ini berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf ha-wa-ra yang memiliki tiga makna dasar, yaitu kembali, warna, dan berputar.
Sedangkan Jamal al-Din Muhammad bin Makram Ibn Manzur dalam Lisan al-‘Arab menerjemahkan kembali dari sesuatu dan kembali terhadap sesuatu disebut al-hawur.
Abu al-Qasim al-Raghib al-Asfahani dalam kitab "al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an" menjelaskan bahwa makna kembali ini juga digunakan dalam QS al-Insyiqaq (84) : 14; innahu dzanna an lan yahur (sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali kepada Tuhannya).
Demikian juga digunakan dalam doa Rasulullah yang berbunyi; na‘udhu bi Allah min al-hawr ba‘da al-kawr (kami berlindung kepada Allah dari keadaan kembali berkurang setelah sebelumnya bertambah).
Kata al-hawar, kata Ibn Manzur, digunakan untuk arti bagian mata yang sangat putih dengan paduan bola mata yang hitam. Setiap wanita yang berkulit putih disebut al-hawariyyat.
Sedangkan kata al-hawariyyun diarahkan kepada para pengikut Nabi Isa karena menurut suatu pendapat mereka selalu menggunakan pakaian berwarna putih.
Sedangkan batang kayu yang tidak mungkin bisa berputar disebut al-mihwar.
Di dalam al-Qur’an , kata yang terbentuk dari akar kata ha-wa-ra ini disebut tidak kurang dari 13 kali.11 Dari 13 tempat, yang bermakna diskusi ditemukan dua kali dalam bentuk kata yuhawiruhu, yaitu dalam QS al-Kahfi (18) : 34 dan 37, dan dalam bentuk tahawurakuma terdapat dalam QS al-Mujadalah (58) : 1. Sebagai contoh al-hiwar bermakna diskusi bisa dijumpai dalam QS al-Kahfi (18) : 34 berikut ini:
"Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika berdiskusi dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat”. ( QS 18 : 34).
Abu al-Hasan ‘Ali Muhammad al-Mawardi dalam al-Nakt wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, terkait dengan ayat ini, memahami kata yahawiruh dengan arti perdebatan dan adu argumentasi. Ia menambahkan, bahwa kata yahawiruh pada ayat tersebut memiliki dua sudut pandang; keimanan dan kekafiran, serta kehidupan dunia dan akhirat.
Sementara al-Baghawi mengartikan kata tersebut sebagai bentuk adanya saling tanya jawab. (Lihat Muhammad al-Husain al-Baghawi dalam Ma’alim al-Tanzil - Tafsir al-Baghawi)
Berbeda dengan al-Baghawi, al-Zamakhshari dan al-Baydawi menafsirkannya dengan arti mengulas suatu pembicaraan seseorang yang telah didiskusikan sebelumnya. (Lihat Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyaf)
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa diskusi yang diungkapkan dengan kata al-hiwar mengindikasikan sebuah pembicaraan dan proses tanya jawab secara bergantian dengan argumentasi masing-masing. Kemudian bisa jadi salah
seorang peserta diskusi menarik argumentasinya yang ternyata keliru untuk kembali pada kebenaran yang terpampang secara gamblang di hadapannya.
Dengan demikian, di samping orang yang aktif dalam diskusi harus argumentatif, ia seyogianya juga harus bersikap kooperatif dan siap kembali pada kebenaran bila ternyata argumentasinya terbukti keliru.
Sementara itu, sebagai padanan dari istilah diskusi, di dalam al-Qur’an disebutkan istilah al-hiwar, al-mira’, al-muhajjah, al-jadal, syura, dan al-munazarah yang definisinya lebih mendekati perdebatan.
Ini kali kita bahas term al-hiwar. Menurut Ahmad Ibn Faris bin Zakariya dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah disebutkan bahwa kata ini berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf ha-wa-ra yang memiliki tiga makna dasar, yaitu kembali, warna, dan berputar.
Sedangkan Jamal al-Din Muhammad bin Makram Ibn Manzur dalam Lisan al-‘Arab menerjemahkan kembali dari sesuatu dan kembali terhadap sesuatu disebut al-hawur.
Abu al-Qasim al-Raghib al-Asfahani dalam kitab "al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an" menjelaskan bahwa makna kembali ini juga digunakan dalam QS al-Insyiqaq (84) : 14; innahu dzanna an lan yahur (sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali kepada Tuhannya).
Baca Juga
Demikian juga digunakan dalam doa Rasulullah yang berbunyi; na‘udhu bi Allah min al-hawr ba‘da al-kawr (kami berlindung kepada Allah dari keadaan kembali berkurang setelah sebelumnya bertambah).
Kata al-hawar, kata Ibn Manzur, digunakan untuk arti bagian mata yang sangat putih dengan paduan bola mata yang hitam. Setiap wanita yang berkulit putih disebut al-hawariyyat.
Sedangkan kata al-hawariyyun diarahkan kepada para pengikut Nabi Isa karena menurut suatu pendapat mereka selalu menggunakan pakaian berwarna putih.
Sedangkan batang kayu yang tidak mungkin bisa berputar disebut al-mihwar.
Di dalam al-Qur’an , kata yang terbentuk dari akar kata ha-wa-ra ini disebut tidak kurang dari 13 kali.11 Dari 13 tempat, yang bermakna diskusi ditemukan dua kali dalam bentuk kata yuhawiruhu, yaitu dalam QS al-Kahfi (18) : 34 dan 37, dan dalam bentuk tahawurakuma terdapat dalam QS al-Mujadalah (58) : 1. Sebagai contoh al-hiwar bermakna diskusi bisa dijumpai dalam QS al-Kahfi (18) : 34 berikut ini:
"Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika berdiskusi dengan dia: “Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat”. ( QS 18 : 34).
Abu al-Hasan ‘Ali Muhammad al-Mawardi dalam al-Nakt wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, terkait dengan ayat ini, memahami kata yahawiruh dengan arti perdebatan dan adu argumentasi. Ia menambahkan, bahwa kata yahawiruh pada ayat tersebut memiliki dua sudut pandang; keimanan dan kekafiran, serta kehidupan dunia dan akhirat.
Sementara al-Baghawi mengartikan kata tersebut sebagai bentuk adanya saling tanya jawab. (Lihat Muhammad al-Husain al-Baghawi dalam Ma’alim al-Tanzil - Tafsir al-Baghawi)
Berbeda dengan al-Baghawi, al-Zamakhshari dan al-Baydawi menafsirkannya dengan arti mengulas suatu pembicaraan seseorang yang telah didiskusikan sebelumnya. (Lihat Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyaf)
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa diskusi yang diungkapkan dengan kata al-hiwar mengindikasikan sebuah pembicaraan dan proses tanya jawab secara bergantian dengan argumentasi masing-masing. Kemudian bisa jadi salah
seorang peserta diskusi menarik argumentasinya yang ternyata keliru untuk kembali pada kebenaran yang terpampang secara gamblang di hadapannya.
Dengan demikian, di samping orang yang aktif dalam diskusi harus argumentatif, ia seyogianya juga harus bersikap kooperatif dan siap kembali pada kebenaran bila ternyata argumentasinya terbukti keliru.
(mhy)