Rahasia Keberkahan Usia Para Ulama
Minggu, 16 Agustus 2020 - 06:42 WIB
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an
Saya tidak membayangkan sekiranya para ulama , semisal Imam At-Thabari hidup di era digital seperti hari ini, karya apa yang beliau hasilkan ya?
Di masa kegemilangan para ulama kita yang hidup di masa abad pertengahan, ketika itu belum ada laptop, belum ada teknologi percetakan. Bahkan harga kertas lebih mahal dari harga kain, namun mereka masih bisa tetap menghasilkan karya-karya yang sungguh sangat berharga hingga zaman kita. ( )
Para ulama yang pada masa itu untuk memperoleh kertas saja masih sangat sulit, bahkan pada masa itu nilai selembar kertas sama nilainya dengan orang yang diberi hadiah I-Pad atau Laptop hari ini rasa kebahagiannya, tetapi tidak menyurutkan mereka tetap untuk bisa menulis.
Imam Jarir at-Thabari, salah satu ulama yang produktif berkarya pada masanya. Karyanya tidak bisa dihitung dengan jari atau hitungan kalkulator digital jika dikonversikan dengan jatah waktu masa hidupnya.
Imam at-Thabari telah menulis tafsir Al-Qur'an sebanyak 30.000 lembar atau sejumlah 30 jilid tafsir Al-Qur'an dalam jilid besar. Masya Allah!
Beliau juga menuliskan buku tentang sejarah secara lengkap sebanyak 30.000 lembar atau setara 30 jilid besar. Jika ditotalkan semua karya beliau mencapai 70 ribu hingga 80 ribu lembaran halaman. Bahkan, jika dirinci lebih detail lagi karya tulis yang beliau tuliskan mencapai 358.000 lembar. Subhanallah!
Tak berbeda dengan Imam al-Hafidz al-Mundziri telah meninggalkan karya sebanyak 90 jilid besar dalam bidang ilmu hadits. Bahkan, beliau masih sempat menyalinkan kitab hadits untuk orang lain sebanyak 700.000 salinan. Semua itu, ditulis dengan salinan tulisan tangan, bukan diketik, apalagi dicopy paste atau difotocopy. Allahu Akbar!
Imam Mundziri dikenal orang yang sangat sibuk bergelut dalam ilmu pengetahuan siang dan malam, bahkan beliau tetap menulis saat beliau sedang menyantap makanan.
Salah seorang ulama yang bertetangga dengan Imam Mundziri menceritakan bahwa selama ia 10 tahun bertetangga, tidak pernah lampu di rumah Imam Mundziri dipadamkan, sebab Imam Mundziri sibuk menuliskan ilmu siang dan malamnya sepanjang hidupnya.
Masih ada kisah ulama lainnya yang tak kalah hebatnya, semisal Imam Syarafuddin an-Nawawi yang sudah tidak asing namanya di kalangan para ulama yang dikenal sebagai ulama yang paling produktif berkarya di masa hidupnya. Imam Nawawi; ulama besar yang berasal dari Syiria itu hanya diberikan umur 45 tahun saja.
Namun, karyanya melebihi usianya. Dalam usia 45 tahun itu, beliau menghasilkan ratusan ribu lembaran tulisan serta puluhan jilid besar karya dalam berbagai bidang keilmuan. Usia beliau benar-benar full-berkah ya.
Dalam membaca dan menthala'ahi kitab, semisal Kitab al-Wasith yang berjilid-jilid itu, Imam Nawawi sanggup mengulangi sebanyak 400 kali. Bayangkan pernah kita membaca buku puluhan jilid sebanyak itu? (Baca Juga: Penghormatan Ulama Terhadap Kitab Sahih Al-Bukhari)
Imam An-Nawawi, seorang wali Allah itu bahkan dikenal sebagai Ulama Uzzab atau ulama yang memilih hidup membujang, disebabkan sibuknya beliau dalam berkonsentrasi dalam bidang keilmuan untuk umat ini. Subhanallah!
Bahkan menurut Imam Dzahabi, Imam Nawawi pernah tidak tidur dalam posisi telentang -hanya tidur sekejap sambil duduk selama dua tahun lamanya- hanya untuk membaca dan menuliskan karya ulasannya untuk mensyarah Kitab at-Tanbih dan al-Muhazzab dalam bidang ilmu Fiqh.
Bukan hanya kisah para ulama di jazirah Arab saja yang sangat mengagumkan dan bertabur inspirasi luar biasa itu. Bukan pada masa abad pertengahan saja, bahkan pada masa kita juga masih kita dapati semisal Ulama Nusantara yang tak kalah hebatnya.
Salah satunya, sebagaimana saya alfaqir mendapatkan cerita langsung dari Abuya Sya'rani; salah satu murid terdekat Musnid ad-Dunya Syeikh Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadhani di Kota Makkah; bahwa Syeikh Yasin Al-Fadhani tidak pernah tidur sepanjang siang dan malamnya, terkecuali hanya satu jam saja dalam keadaan sambil duduk.
Syeikh Yasin al-Fadhani merupakan ulama paling produktif di masa 70-90-an dalam bidang ilmu hadits . Beliau dikenal sebagai Mahaguru para ulama di Nusantara yang merangkum semua rangkaian mata sanad keilmuan di masanya.
Sisa waktu beliau siang dan malam hanya dihabiskan untuk mengajar, menulis dan menthala'ahi kitab-kitab hadits, sehingga ketika Syeikh Yasin mengajar hadits beliau cukup dengan hapalan di kepalanya saja, sementara para muridnya masih memegangi kitab tebal dihadapan beliau. Masya Allah.
Jika kita merenungkan makna hidup ini, tentu kita tidak akan memiliki waktu untuk bersedih atau menyesali peristiwa yang telah berlalu. Sebab ada banyak waktu dan kesempatan esok yang harus dan mesti kita lakukan.
Kita pun juga tidak mesti dibuat sibuk atau terlena dengan waktu sia-sia di sisa umur kita yang sangat terbatas ini. Menghabiskan banyak waktu untuk bermain-main, bercanda, bersantai atau sekadar mengamati semua status dan komentar orang lain di media sosial.
"Dua hal yang seringkali membuat orang lalai adalah kesehatan dan waktu luang", demikian nasehat terbaik dari seorang makhluk terbaik di muka ini; baginda Rasulullah SAW di antara hadits yang paling sering dikutip oleh Imam al-Ghazali dalam nasehatnya.
"Waktu laksana pedang, jika engkau tak mampu mempergunakannya, maka ia akan memotongmu." Begitu kata Imam Syafi'i.
"Jika dirimu tak kau sibukkan dalam kebaikan, maka dirimu pasti disibukkan oleh keburukan," ujar Imam Abdullah al-Mubarak.
Lantas, bagaimana dengan kita hari ini? Apakah sisa usia yang terbatas ini hanya kita habiskan dalam perdebatan dan komentar-komentar yang kurang bermanfaat, status-status candaan yang sama sekali yang hanya akan membuat kita kehilangan arah tujuan hidup yang berharga ini? ( )
Wallahu Ta'ala A'lam
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an
Saya tidak membayangkan sekiranya para ulama , semisal Imam At-Thabari hidup di era digital seperti hari ini, karya apa yang beliau hasilkan ya?
Di masa kegemilangan para ulama kita yang hidup di masa abad pertengahan, ketika itu belum ada laptop, belum ada teknologi percetakan. Bahkan harga kertas lebih mahal dari harga kain, namun mereka masih bisa tetap menghasilkan karya-karya yang sungguh sangat berharga hingga zaman kita. ( )
Para ulama yang pada masa itu untuk memperoleh kertas saja masih sangat sulit, bahkan pada masa itu nilai selembar kertas sama nilainya dengan orang yang diberi hadiah I-Pad atau Laptop hari ini rasa kebahagiannya, tetapi tidak menyurutkan mereka tetap untuk bisa menulis.
Imam Jarir at-Thabari, salah satu ulama yang produktif berkarya pada masanya. Karyanya tidak bisa dihitung dengan jari atau hitungan kalkulator digital jika dikonversikan dengan jatah waktu masa hidupnya.
Imam at-Thabari telah menulis tafsir Al-Qur'an sebanyak 30.000 lembar atau sejumlah 30 jilid tafsir Al-Qur'an dalam jilid besar. Masya Allah!
Beliau juga menuliskan buku tentang sejarah secara lengkap sebanyak 30.000 lembar atau setara 30 jilid besar. Jika ditotalkan semua karya beliau mencapai 70 ribu hingga 80 ribu lembaran halaman. Bahkan, jika dirinci lebih detail lagi karya tulis yang beliau tuliskan mencapai 358.000 lembar. Subhanallah!
Tak berbeda dengan Imam al-Hafidz al-Mundziri telah meninggalkan karya sebanyak 90 jilid besar dalam bidang ilmu hadits. Bahkan, beliau masih sempat menyalinkan kitab hadits untuk orang lain sebanyak 700.000 salinan. Semua itu, ditulis dengan salinan tulisan tangan, bukan diketik, apalagi dicopy paste atau difotocopy. Allahu Akbar!
Imam Mundziri dikenal orang yang sangat sibuk bergelut dalam ilmu pengetahuan siang dan malam, bahkan beliau tetap menulis saat beliau sedang menyantap makanan.
Salah seorang ulama yang bertetangga dengan Imam Mundziri menceritakan bahwa selama ia 10 tahun bertetangga, tidak pernah lampu di rumah Imam Mundziri dipadamkan, sebab Imam Mundziri sibuk menuliskan ilmu siang dan malamnya sepanjang hidupnya.
Masih ada kisah ulama lainnya yang tak kalah hebatnya, semisal Imam Syarafuddin an-Nawawi yang sudah tidak asing namanya di kalangan para ulama yang dikenal sebagai ulama yang paling produktif berkarya di masa hidupnya. Imam Nawawi; ulama besar yang berasal dari Syiria itu hanya diberikan umur 45 tahun saja.
Namun, karyanya melebihi usianya. Dalam usia 45 tahun itu, beliau menghasilkan ratusan ribu lembaran tulisan serta puluhan jilid besar karya dalam berbagai bidang keilmuan. Usia beliau benar-benar full-berkah ya.
Dalam membaca dan menthala'ahi kitab, semisal Kitab al-Wasith yang berjilid-jilid itu, Imam Nawawi sanggup mengulangi sebanyak 400 kali. Bayangkan pernah kita membaca buku puluhan jilid sebanyak itu? (Baca Juga: Penghormatan Ulama Terhadap Kitab Sahih Al-Bukhari)
Imam An-Nawawi, seorang wali Allah itu bahkan dikenal sebagai Ulama Uzzab atau ulama yang memilih hidup membujang, disebabkan sibuknya beliau dalam berkonsentrasi dalam bidang keilmuan untuk umat ini. Subhanallah!
Bahkan menurut Imam Dzahabi, Imam Nawawi pernah tidak tidur dalam posisi telentang -hanya tidur sekejap sambil duduk selama dua tahun lamanya- hanya untuk membaca dan menuliskan karya ulasannya untuk mensyarah Kitab at-Tanbih dan al-Muhazzab dalam bidang ilmu Fiqh.
Bukan hanya kisah para ulama di jazirah Arab saja yang sangat mengagumkan dan bertabur inspirasi luar biasa itu. Bukan pada masa abad pertengahan saja, bahkan pada masa kita juga masih kita dapati semisal Ulama Nusantara yang tak kalah hebatnya.
Salah satunya, sebagaimana saya alfaqir mendapatkan cerita langsung dari Abuya Sya'rani; salah satu murid terdekat Musnid ad-Dunya Syeikh Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadhani di Kota Makkah; bahwa Syeikh Yasin Al-Fadhani tidak pernah tidur sepanjang siang dan malamnya, terkecuali hanya satu jam saja dalam keadaan sambil duduk.
Syeikh Yasin al-Fadhani merupakan ulama paling produktif di masa 70-90-an dalam bidang ilmu hadits . Beliau dikenal sebagai Mahaguru para ulama di Nusantara yang merangkum semua rangkaian mata sanad keilmuan di masanya.
Sisa waktu beliau siang dan malam hanya dihabiskan untuk mengajar, menulis dan menthala'ahi kitab-kitab hadits, sehingga ketika Syeikh Yasin mengajar hadits beliau cukup dengan hapalan di kepalanya saja, sementara para muridnya masih memegangi kitab tebal dihadapan beliau. Masya Allah.
Jika kita merenungkan makna hidup ini, tentu kita tidak akan memiliki waktu untuk bersedih atau menyesali peristiwa yang telah berlalu. Sebab ada banyak waktu dan kesempatan esok yang harus dan mesti kita lakukan.
Kita pun juga tidak mesti dibuat sibuk atau terlena dengan waktu sia-sia di sisa umur kita yang sangat terbatas ini. Menghabiskan banyak waktu untuk bermain-main, bercanda, bersantai atau sekadar mengamati semua status dan komentar orang lain di media sosial.
"Dua hal yang seringkali membuat orang lalai adalah kesehatan dan waktu luang", demikian nasehat terbaik dari seorang makhluk terbaik di muka ini; baginda Rasulullah SAW di antara hadits yang paling sering dikutip oleh Imam al-Ghazali dalam nasehatnya.
"Waktu laksana pedang, jika engkau tak mampu mempergunakannya, maka ia akan memotongmu." Begitu kata Imam Syafi'i.
"Jika dirimu tak kau sibukkan dalam kebaikan, maka dirimu pasti disibukkan oleh keburukan," ujar Imam Abdullah al-Mubarak.
Lantas, bagaimana dengan kita hari ini? Apakah sisa usia yang terbatas ini hanya kita habiskan dalam perdebatan dan komentar-komentar yang kurang bermanfaat, status-status candaan yang sama sekali yang hanya akan membuat kita kehilangan arah tujuan hidup yang berharga ini? ( )
Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)