Puasa 6 Hari di Bulan Syawal, Haruskan Berurutan?
Selasa, 16 April 2024 - 06:40 WIB
Syaikh Abdul Aziz bin Baz di dalam "Majmu’ Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah" menyatakan pelaksanaan puasa enam hari di bulan Syawal boleh dengan berurutan ataupun terpisah-pisah. " Rasulullah SAW menyebutkan pelaksanaannya secara mutlak, dan tidak menyebutkan caranya dilakukan dengan berurutan atau terpisah," ujarnya.
Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka ia seperti puasa satu tahun.[HR Muslim]
Menurut Syaikh Abdul Aziz, dari hadis tersebut dijelaskan bahwa seluruh bulan Syawal merupakan waktu untuk puasa enam hari. Hari pelaksanaannya tidak tertentu dalam bulan Syawal. Boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan.
"Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. Jika menyegerakan dan melakukannya secara berurutan di awal bulan, maka itu afdhal. Sebab menunjukkan bersegera melakukan kebaikan," ujar Syaikh Abdul Aziz.
Di sisi lain, para ulama menganjurkan (istihbab) pelaksanaan puasa enam hari dikerjakan setelah langsung Idulfitri. Tujuannya, sebagai cerminan menyegerakan dalam melaksanakan kebaikan. Ini untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada Allah, sebagai bukti tidak ada kebosanan beribadah (berpuasa) pada dirinya, untuk menghindari faktor-faktor yang bisa menghalanginya berpuasa, jika ditunda-tunda.
Syaikh Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd menjelaskan dalam hadis tentang puasa enam hari pada bulan Syawal, tidak ada nash yang menyebutkan pelaksanaannya secara berurutan ataupun terpisah-pisah. Begitu pula, tidak ada nash yang menyatakan pelaksanaannya langsung setelah hari raya Idulfitri.
Berdasarkan hal ini, siapa saja yang melakukan puasa tersebut setelah hari Raya Idulfitri secara langsung atau sebelum akhir Syawal, baik melaksanakan dengan beriringan atau terpisah-pisah, maka diharapkan ia mendapatkan apa yang dijanjikan Nabi SAW. "Sebab, itu semua menunjukkan ia telah berpuasa enam hari pada bulan Syawal setelah puasa bulan Ramadan. Apalagi, terdapat kata sambung berbentuk tsumma, yang menunjukkan arti tarakhi (bisa dengan ditunda),” ujar Syaikh Abdul Qadir.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka ia seperti puasa satu tahun.[HR Muslim]
Menurut Syaikh Abdul Aziz, dari hadis tersebut dijelaskan bahwa seluruh bulan Syawal merupakan waktu untuk puasa enam hari. Hari pelaksanaannya tidak tertentu dalam bulan Syawal. Boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan.
"Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. Jika menyegerakan dan melakukannya secara berurutan di awal bulan, maka itu afdhal. Sebab menunjukkan bersegera melakukan kebaikan," ujar Syaikh Abdul Aziz.
Di sisi lain, para ulama menganjurkan (istihbab) pelaksanaan puasa enam hari dikerjakan setelah langsung Idulfitri. Tujuannya, sebagai cerminan menyegerakan dalam melaksanakan kebaikan. Ini untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada Allah, sebagai bukti tidak ada kebosanan beribadah (berpuasa) pada dirinya, untuk menghindari faktor-faktor yang bisa menghalanginya berpuasa, jika ditunda-tunda.
Syaikh Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd menjelaskan dalam hadis tentang puasa enam hari pada bulan Syawal, tidak ada nash yang menyebutkan pelaksanaannya secara berurutan ataupun terpisah-pisah. Begitu pula, tidak ada nash yang menyatakan pelaksanaannya langsung setelah hari raya Idulfitri.
Berdasarkan hal ini, siapa saja yang melakukan puasa tersebut setelah hari Raya Idulfitri secara langsung atau sebelum akhir Syawal, baik melaksanakan dengan beriringan atau terpisah-pisah, maka diharapkan ia mendapatkan apa yang dijanjikan Nabi SAW. "Sebab, itu semua menunjukkan ia telah berpuasa enam hari pada bulan Syawal setelah puasa bulan Ramadan. Apalagi, terdapat kata sambung berbentuk tsumma, yang menunjukkan arti tarakhi (bisa dengan ditunda),” ujar Syaikh Abdul Qadir.
(mhy)