Pernikahan Anak-Anak di Bawah Umur Menurut Islam
Minggu, 28 April 2024 - 08:32 WIB
Kasus dugaan pertunangan anak di Sampang, Madura , sempat menjadi perbincangan warganet dan videonya ramai beredar di media sosial . Lalu, bagaimana sesungguhnya hukum pernikahan anak-anak menurut Islam?
Jumhur atau mayoritas ulama memandang umur bukan bagian dari kriteria calon mempelai. Oleh karenanya, mereka menganggap sah perkawinan anak kecil di bawah umur.
Syaikh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitab "Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh" [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H] mengatakan mayoritas ulama tidak mensyaratkan baligh dan aqil untuk berlakunya akad nikah .
Mereka berpendapat keabsahan perkawinan anak di bawah umur dan orang dengan gangguan jiwa. Kondisi anak di bawah umur, menurut jumhur ulama termasuk ulama empat mazhab , bahkan Ibnul Mundzir mengklaim ijma’ atau konsensus ulama perihal kebolehan perkawinan anak di bawah umur yang sekufu.
Pandangan jumhur ulama ini didasarkan pada sejumlah riwayat hadis yang berkenaan dengan perkawinan anak di bawah umur. Sedangkan beberapa ulama menolak perkawinan anak di bawah umur.
Mereka mendasarkan pandangannya pada Surat An-Nisa ayat 6 yang membatasi usia perkawinan.
Ibnu Syubrumah, Abu Bakar Al-Asham, dan Ustaman Al-Bitti RA berpendapat anak kecil laki-laki dan perempuan di bawah umur tidak boleh dinikahkan sampai keduanya baligh, berdasarkan “Sampai mereka mencapai usia nikah” ( QS An-Nisa : 6).
Kalau juga perkawinan dilangsungkan sebelum mereka baligh, maka perkawinan itu pun tidak memberikan manfaat karena keduanya belum berhajat pada perkawinan.
Ibnu Hazm berpendapat bolehnya perkawinan anak kecil perempuan di bawah umur dengan dasar sejumlah riwayat hadis perihal ini. Sedangkan akad perkawinan anak kecil laki-laki di bawah umur batal sampai anak itu benar-benar baligh. Kalau perkawinan juga dilangsungkan, maka ia harus difasakh.
Jumhur atau mayoritas ulama memandang umur bukan bagian dari kriteria calon mempelai. Oleh karenanya, mereka menganggap sah perkawinan anak kecil di bawah umur.
Syaikh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitab "Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh" [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H] mengatakan mayoritas ulama tidak mensyaratkan baligh dan aqil untuk berlakunya akad nikah .
Mereka berpendapat keabsahan perkawinan anak di bawah umur dan orang dengan gangguan jiwa. Kondisi anak di bawah umur, menurut jumhur ulama termasuk ulama empat mazhab , bahkan Ibnul Mundzir mengklaim ijma’ atau konsensus ulama perihal kebolehan perkawinan anak di bawah umur yang sekufu.
Pandangan jumhur ulama ini didasarkan pada sejumlah riwayat hadis yang berkenaan dengan perkawinan anak di bawah umur. Sedangkan beberapa ulama menolak perkawinan anak di bawah umur.
Mereka mendasarkan pandangannya pada Surat An-Nisa ayat 6 yang membatasi usia perkawinan.
Ibnu Syubrumah, Abu Bakar Al-Asham, dan Ustaman Al-Bitti RA berpendapat anak kecil laki-laki dan perempuan di bawah umur tidak boleh dinikahkan sampai keduanya baligh, berdasarkan “Sampai mereka mencapai usia nikah” ( QS An-Nisa : 6).
Kalau juga perkawinan dilangsungkan sebelum mereka baligh, maka perkawinan itu pun tidak memberikan manfaat karena keduanya belum berhajat pada perkawinan.
Ibnu Hazm berpendapat bolehnya perkawinan anak kecil perempuan di bawah umur dengan dasar sejumlah riwayat hadis perihal ini. Sedangkan akad perkawinan anak kecil laki-laki di bawah umur batal sampai anak itu benar-benar baligh. Kalau perkawinan juga dilangsungkan, maka ia harus difasakh.
(mhy)