Rumah Tangga dalam Islam : Hak Suami Harus Dipenuhi, Hak Istri Wajib Ditunaikan
Selasa, 07 Mei 2024 - 14:10 WIB
“Berikanlah kepada mereka (istri-istri kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (QS An-Nisa: 24)
Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seorang sahabatnya yang ingin menikah dalam keadaan tidak memiliki harta,
“Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “(Ulama) kaum muslimin telah bersepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.”
Mahar merupakan milik pribadi si perempuan. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain (ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka) tidak boleh menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si perempuan. AllahTa'ala mengingatkan,
“Dan jika kalian ingin mengganti salah seorang istri dengan istri yang lain, sedangkan kalian telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka (istri tersebut) harta yang banyak, janganlah kalian mengambil kembali dari harta tersebut walaupun sedikit. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata?” (QS An-Nisa: 20)
“Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Apabila kalian tidak menyukai mereka, bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa: 19)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. at-Tirmidzi ) (
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat dalam surah an-Nisa di atas, menyatakan, “Maksudnya, perindahlah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) serta perbaguslah perilaku dan penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai apabila ia (istri) berbuat demikian, engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah azza wa jalla berfirman dalam hal ini,
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (QS Al-Baqarah: 228)
“Hendaklah orang yang diberi kelapangan memberikan nafkah sesuai dengan kelapangannya. Barang siapa disempitkan rezekinya, hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya.” (QS ath-Thalaq: 7)
Dari As-Sunnah pun ada dalil yang menunjukkan wajibnya mahar. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seorang sahabatnya yang ingin menikah dalam keadaan tidak memiliki harta,
انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ
“Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu walaupun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “(Ulama) kaum muslimin telah bersepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan.”
Mahar merupakan milik pribadi si perempuan. Ia boleh menggunakan dan memanfaatkannya sekehendaknya dalam batasan yang diperkenankan syariat. Adapun orang lain (ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, atau selain mereka) tidak boleh menguasai mahar tersebut tanpa keridhaan si perempuan. AllahTa'ala mengingatkan,
وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٍ مَّكَانَ زَوۡجٍ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيًۡٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنًا وَإِثۡمًا مُّبِينًا
“Dan jika kalian ingin mengganti salah seorang istri dengan istri yang lain, sedangkan kalian telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka (istri tersebut) harta yang banyak, janganlah kalian mengambil kembali dari harta tersebut walaupun sedikit. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata?” (QS An-Nisa: 20)
2. Suami harus bergaul dengan istrinya dengan akhlak mulia
AllahTa'ala berfirman,وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيًۡٔا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرًا كَثِيرًا
“Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Apabila kalian tidak menyukai mereka, bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa: 19)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. at-Tirmidzi ) (
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat dalam surah an-Nisa di atas, menyatakan, “Maksudnya, perindahlah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) serta perbaguslah perilaku dan penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai apabila ia (istri) berbuat demikian, engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah azza wa jalla berfirman dalam hal ini,
وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (QS Al-Baqarah: 228)
3. Mendapat nafkah dan pakaian
Hak mendapat nafkah dan pakaian ini ditunjukkan dalam Al-Qur’an,لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ
“Hendaklah orang yang diberi kelapangan memberikan nafkah sesuai dengan kelapangannya. Barang siapa disempitkan rezekinya, hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya.” (QS ath-Thalaq: 7)