Kurban Wajib bagi yang Mampu: Begini Dalil Ulama yang Berpendapat Sunah
Kamis, 06 Juni 2024 - 15:22 WIB
Haji hukumnya wajib bagi orang yang mampu, maka sabda Rasulullah: “Siapa yang ingin menyembelih kurban ...” sama halnya dengan sabda beliau : “Siapa yang ingin menunaikan ibadah haji ……..”
Imam Al-‘Aini telah memberikan jawaban atas dalil mereka yang telah disebutkan -dalam rangka menjelaskan ucapan penulis kitab “Al-Hadayah” yang berbunyi : “Yang dimaksudkan dengan iradah (keinginan/kehendak) dalam hadis yang diriwayatkan -wallahu a’lam- adalah lawan dari sahwu (lupa) bukan takhyir (pilihan, boleh tidaknya -pent)”.
Al-‘Aini menjelaskan:“Yakni: Tidaklah yang dimaksudkan takhyir antara meninggalkan dan kebolehan, maka jadilah seakan-akan ia berkata : “Siapa yang bermaksud untuk menyembelih hewan kurban di antara kalian”, dan ini tidak menunjukkan dinafikkannya kewajiban, sebagaimana sabdanya:
“Siapa yang ingin salat maka hendaklah ia berwudlu“
Dan sabda beliau.
“Siapa diantara kalian ingin menunaikan salat Jum’at maka hendaklah ia mandi“ [Diriwayatkan dengan lafaz ini oleh Muslim (844) dan Ibnu Umar. Adapun Bukhari, ia meriwayatkannya dan Ibnu Umar dengan lafadh yang lain, nomor (877), 9894) dan (919)]
Yakni siapa yang bermaksud salat Jum’at, (jadi) bukanlah takhyir ….
Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana diriwayatkan dalam “Sunan Abi Daud” (2810), “Sunan At-Tirmidzi” (1574) dan “Musnad Ahmad” (3/356) dengan sanad yang sahih dari Jabir- bukanlah pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu untuk orang yang tidak mampu dari umatnya.
Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya kewajiban ini.
Imam Al-‘Aini telah memberikan jawaban atas dalil mereka yang telah disebutkan -dalam rangka menjelaskan ucapan penulis kitab “Al-Hadayah” yang berbunyi : “Yang dimaksudkan dengan iradah (keinginan/kehendak) dalam hadis yang diriwayatkan -wallahu a’lam- adalah lawan dari sahwu (lupa) bukan takhyir (pilihan, boleh tidaknya -pent)”.
Al-‘Aini menjelaskan:“Yakni: Tidaklah yang dimaksudkan takhyir antara meninggalkan dan kebolehan, maka jadilah seakan-akan ia berkata : “Siapa yang bermaksud untuk menyembelih hewan kurban di antara kalian”, dan ini tidak menunjukkan dinafikkannya kewajiban, sebagaimana sabdanya:
“Siapa yang ingin salat maka hendaklah ia berwudlu“
Dan sabda beliau.
“Siapa diantara kalian ingin menunaikan salat Jum’at maka hendaklah ia mandi“ [Diriwayatkan dengan lafaz ini oleh Muslim (844) dan Ibnu Umar. Adapun Bukhari, ia meriwayatkannya dan Ibnu Umar dengan lafadh yang lain, nomor (877), 9894) dan (919)]
Yakni siapa yang bermaksud salat Jum’at, (jadi) bukanlah takhyir ….
Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana diriwayatkan dalam “Sunan Abi Daud” (2810), “Sunan At-Tirmidzi” (1574) dan “Musnad Ahmad” (3/356) dengan sanad yang sahih dari Jabir- bukanlah pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu untuk orang yang tidak mampu dari umatnya.
Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya kewajiban ini.
(mhy)
Lihat Juga :