Hukum Musik dan Menyanyi Bisa Sunah: Melahirkan Perasaan Riang dan Menghibur Hati
Jum'at, 07 Juni 2024 - 08:09 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa dan menenangkan hati serta mengenakkan telinga, ialah nyanyian.
"Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak dicampuri omong kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa," tulis al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993)
Menurutnya, tidak salah pula kalau disertainya dengan musik yang tidak membangkitkan nafsu. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati, seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.
Dalam hadis diterangkan:
"Dari Aisyah ra , bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula:
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah SAW datang dan bertanya: "Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu?"
Mereka menjawab: "Betul!"
Rasulullah SAW bertanya lagi. "Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi?"
Aisyah menjawab: "Tidak!"
Kemudian Rasulllah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kami" (Riwayat Ibnu Majah)
"Dan dari Aisyah ra sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Iduladha), sedang Nabi SAW menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar: "Biarkanlah mereka itu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Imam Ghazali dalam Ihya'nya setelah membawakan beberapa hadis tentang bernyanyinya dua orang gadis itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam masjid Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan kata-katanya: karena kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya Aisyah melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama Aisyah sehingga dia sendiri yang bosan serta permainan Aisyah dengan boneka bersama kawan-kawannya itu, kemudian Ghazali berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua tersebut dalam Bukhari dan Muslim dan merupakan nas yang tegas, bahwa nyanyian dan permainan, bukanlah haram.
Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu aku melihat hai Bani Arfidah, adalah suatu perintah dan anjuran untuk bermain. Oleh karena itu bagaimana mungkin permainan itu diharamkannya?
Dilarangnya Abu Bakar dan Umar dengan alasan, bahwa hari itu adalah hari raya dan hari gembira, sedang bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk bergembira.
Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan dan mendengarkan nyanyian yang disetujui Aisyah, adalah cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik untuk menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan cara menyaksikan permainan adalah lebih baik daripada kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana terhalang dan dihalang.
Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan kalimat bertanya: "senangkah kamu untuk melihat?"
Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua anak gadis itu dan seterusnya, seperti yang dituturkan al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal mendengar). Dan dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahwa mereka itu pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa.
Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat, tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi Abubakar bin al-Arabi: "Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian."
"Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak dicampuri omong kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa," tulis al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993)
Menurutnya, tidak salah pula kalau disertainya dengan musik yang tidak membangkitkan nafsu. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati, seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.
Dalam hadis diterangkan:
"Dari Aisyah ra , bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula:
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah SAW datang dan bertanya: "Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu?"
Mereka menjawab: "Betul!"
Rasulullah SAW bertanya lagi. "Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi?"
Aisyah menjawab: "Tidak!"
Kemudian Rasulllah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kami" (Riwayat Ibnu Majah)
"Dan dari Aisyah ra sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Iduladha), sedang Nabi SAW menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar: "Biarkanlah mereka itu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Imam Ghazali dalam Ihya'nya setelah membawakan beberapa hadis tentang bernyanyinya dua orang gadis itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam masjid Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan kata-katanya: karena kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya Aisyah melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama Aisyah sehingga dia sendiri yang bosan serta permainan Aisyah dengan boneka bersama kawan-kawannya itu, kemudian Ghazali berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua tersebut dalam Bukhari dan Muslim dan merupakan nas yang tegas, bahwa nyanyian dan permainan, bukanlah haram.
Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu aku melihat hai Bani Arfidah, adalah suatu perintah dan anjuran untuk bermain. Oleh karena itu bagaimana mungkin permainan itu diharamkannya?
Dilarangnya Abu Bakar dan Umar dengan alasan, bahwa hari itu adalah hari raya dan hari gembira, sedang bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk bergembira.
Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan dan mendengarkan nyanyian yang disetujui Aisyah, adalah cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik untuk menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan cara menyaksikan permainan adalah lebih baik daripada kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana terhalang dan dihalang.
Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan kalimat bertanya: "senangkah kamu untuk melihat?"
Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua anak gadis itu dan seterusnya, seperti yang dituturkan al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal mendengar). Dan dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahwa mereka itu pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa.
Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat, tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi Abubakar bin al-Arabi: "Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian."
(mhy)