Pergeseran Makna Imsak yang Perlu Diluruskan
Jum'at, 01 Mei 2020 - 17:00 WIB
Indonesia memiliki karakter unik yang tidak dimiliki negara berpenduduk muslim lainnya. Salah satunya memaknai istilah imsak, bahkan di tengah kaum muslimin Indonesia sudah akrab dengan istilah jadwal Imsakiyah. Padahal maksudnya adalah jadwal waktu salat.
Dalam Buku "Puasa: Syarat Rukun dan Membatalkan" karya Ustaz Ahmad Sarwat (pengasuh Rumah Fiqih Indonesia) beliau mengulas tentang imsak dan pergeseran maknanya.
Ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, kalau imsak itu berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, lantas apakah perbedaan antara puasa dan imsak? Jawabnya bahwa puasa dan imsak merupakan dua hal yang sama dalam beberapa hal, namun keduanya tetap berbeda. Persamaan puasa dan imsak adalah sama-sama merupakan tindakan untuk tidak makan, minum serta meninggalkan segala hal yang merupakan larangan ketika berpuasa. Dalam hal yang satu ini, puasa dan imsak tidak berbeda.
Perbedan puasa dan imsak tetap saja ada kalau lebih didalami, bahkan keduanya berbeda secara prinsipil. Perbedaan antara keduanya ada di niat. Puasa memang pada hakikatnya adalah berimsak, namun imsak dalam puasa harus didahului atau setidaknya diiringi dengan niat berpuasa. Orang yang tidak makan atau minum sejak subuh hingga maghrib bisa disebut berimsak, namun belum tentu bisa untuk disebut berpuasa.
Sebab, bisa saja dia memang tidak berniat untuk puasa. Maka kalau boleh kita buat rumus yang menghubungkan keduanya, kira-kira demikian: Puasa = Imsak + Niat
Kemudian, dari segi waktu, ibadah puasa itu harus terus berangsung dimulai sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Bila di tengah-tengah waktu itu terputus, maka puasa itu batal. Sedangkan imsak tidak harus selalu dimulai sejak fajar, tetapi bisa saja dilakukan sejak tengah hari atau sejak kapan seseorang diharuskan melakukannya.
Karena imsak itu bisa saja dilakukan ketika sedang berpuasa, namun bisa juga wajib dilakukan meski seseorang telah batal puasanya. Sebagai contoh adalah orang yang secara sengaja membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur yang syar'i. Orang itu diwajibkan untuk berimsak, yaitu tetap tidak boleh makan dan minum hingga masuk Maghrib. Jadi meski puasanya sudah batal, bukan berarti boleh makan dan minum. Dia tetap wajib ‘berpuasa’, tapi istilahnya adalah berimsak.
Pergeseran Makna Imsak
Istilah 'imsak' yang sangat populer di negeri kita sebenarnya merupakan istilah yang agak salah kaprah, baik secara pemahaman istilah atau pun secara hukum. Makna 'imsak' secara istilah telah bergeser menjadi 'tidak makan dan minum 10 menit sebelum masuknya waktu shubuh'.
Bahkan secara resmi ditulis di kalender dan poster. Kemudian orang menyebut dengan istilah 'jadwal imsakiyah'. Parahnya sampai ada yang keliru memahami bahwa seolah-olah batas awal mulai puasa justru dimulai sejak waktu imsak tersebut. Sehingga kalau ada orang yang masih makan dan minum di waktu imsak, dianggap puasanya telah batal.
Pergeseran makna seperti ini harus diluruskan agar tidak berlarut-larut kesalahan itu terjadi. Perlu diluruskan bahwa saat dimulai puasa itu bukan sejak masuknya waktu 'imsak', melainkan sejak masuknya waktu shubuh.
Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, istilah yang paling tepat digunakan bukan imsak, tetapi ihtiyath (إحتياط) yang artinya adalah berhati-hati. Wallahu A'lam.
Dalam Buku "Puasa: Syarat Rukun dan Membatalkan" karya Ustaz Ahmad Sarwat (pengasuh Rumah Fiqih Indonesia) beliau mengulas tentang imsak dan pergeseran maknanya.
Ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, kalau imsak itu berarti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, lantas apakah perbedaan antara puasa dan imsak? Jawabnya bahwa puasa dan imsak merupakan dua hal yang sama dalam beberapa hal, namun keduanya tetap berbeda. Persamaan puasa dan imsak adalah sama-sama merupakan tindakan untuk tidak makan, minum serta meninggalkan segala hal yang merupakan larangan ketika berpuasa. Dalam hal yang satu ini, puasa dan imsak tidak berbeda.
Perbedan puasa dan imsak tetap saja ada kalau lebih didalami, bahkan keduanya berbeda secara prinsipil. Perbedaan antara keduanya ada di niat. Puasa memang pada hakikatnya adalah berimsak, namun imsak dalam puasa harus didahului atau setidaknya diiringi dengan niat berpuasa. Orang yang tidak makan atau minum sejak subuh hingga maghrib bisa disebut berimsak, namun belum tentu bisa untuk disebut berpuasa.
Sebab, bisa saja dia memang tidak berniat untuk puasa. Maka kalau boleh kita buat rumus yang menghubungkan keduanya, kira-kira demikian: Puasa = Imsak + Niat
Kemudian, dari segi waktu, ibadah puasa itu harus terus berangsung dimulai sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Bila di tengah-tengah waktu itu terputus, maka puasa itu batal. Sedangkan imsak tidak harus selalu dimulai sejak fajar, tetapi bisa saja dilakukan sejak tengah hari atau sejak kapan seseorang diharuskan melakukannya.
Karena imsak itu bisa saja dilakukan ketika sedang berpuasa, namun bisa juga wajib dilakukan meski seseorang telah batal puasanya. Sebagai contoh adalah orang yang secara sengaja membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur yang syar'i. Orang itu diwajibkan untuk berimsak, yaitu tetap tidak boleh makan dan minum hingga masuk Maghrib. Jadi meski puasanya sudah batal, bukan berarti boleh makan dan minum. Dia tetap wajib ‘berpuasa’, tapi istilahnya adalah berimsak.
Pergeseran Makna Imsak
Istilah 'imsak' yang sangat populer di negeri kita sebenarnya merupakan istilah yang agak salah kaprah, baik secara pemahaman istilah atau pun secara hukum. Makna 'imsak' secara istilah telah bergeser menjadi 'tidak makan dan minum 10 menit sebelum masuknya waktu shubuh'.
Bahkan secara resmi ditulis di kalender dan poster. Kemudian orang menyebut dengan istilah 'jadwal imsakiyah'. Parahnya sampai ada yang keliru memahami bahwa seolah-olah batas awal mulai puasa justru dimulai sejak waktu imsak tersebut. Sehingga kalau ada orang yang masih makan dan minum di waktu imsak, dianggap puasanya telah batal.
Pergeseran makna seperti ini harus diluruskan agar tidak berlarut-larut kesalahan itu terjadi. Perlu diluruskan bahwa saat dimulai puasa itu bukan sejak masuknya waktu 'imsak', melainkan sejak masuknya waktu shubuh.
Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, istilah yang paling tepat digunakan bukan imsak, tetapi ihtiyath (إحتياط) yang artinya adalah berhati-hati. Wallahu A'lam.
(rhs)