Tragedi Karbala dan Asyura di Mata Syiah, Begini Sikap Kalangan Suni
Rabu, 17 Juli 2024 - 05:15 WIB
Ubaidullah bin Ziyad menyetujui tawaran Husain. Namun tiba-tiba sosok jahat Syamr bin Dzil Jausyan memprotes. “Jangan. Jangan kabulkan tawarannya, sampai dia menjadi tawananmu, wahai Ubaid.”
Syamr sendiri masih termasuk kerabat dekat Ubaidillah. Mendengar usulan ini, Ubaidillah merasa mendapat dukungan. Dia pun menyetujuinya. Namun Husain menolak untuk menjadi tawanan Ubaidullah. Maka mulailah terjadi ketegangan antara pasukan Husain yang berjumlah 72 orang dengan pasukan Irak 4000 orang. Husain pun berceramah mengingatkan status dirinya dan kedekatannya di sisi Rasulullah SAW. Hingga sekitar 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein.
Meskipun demikian, peperangan yang sangat tidak berimbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa Husain ra seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya. Masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad SAW. Tiba-tiba datang Syamr bin Dzil Jausyan–semoga Allah menghinakannya– meneriakkan, ”Apa yang kalian lakukan, segera serang dia.”
Syamr pun melemparkan panah lalu mengenai Husain ra dan ditambah tombak Sinan bin Anas yang mengenai dada Husain ra. Beliau pun terjatuh dan dikeroyok hingga akhirnya terbunuh sebagai syahid. Kejadian berdarah tersebut terjadi di hari Jumat, 10 Muharam, hari Asyura.
Tragedi Karbala tersebut menyisakan luka mendalam di kalangan pendukung fanatik Ali dan keluarga Nabi SAW. Dari tahun ke tahun Asyura dianggap menjadi momen bersejarah yang terus diperingati bahkan diagungkan. Mereka meratapi peristiwa berdarah tersebut dengan cara berkabung, menangis, bahkan merintih dan melukai anggota badan sebagai bentuk kesedihan mendalam dan turut merasakan penderitaan ahlul bait tersebut.
Sebaliknya kalangan Nashibah, kelompok yang menampakkan kegembiraan dan suka cita karena peristiwa tersebut. Mereka adalah kelompok yang memang dari awal membenci Husain ra. Mereka menjadikan asyura sebagai hari raya. Karena itu, kelompok ini menganjurkan kaum muslimin untuk memberikan banyak kelonggaran di hari Asyura. Turunan dari anjuran ini adalah munculnya keyakinan hari menggembirakan anak yatim, hari keluarga, dan sebagainya.
Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tidak disangsikan lagi bahwa Husain ra terbunuh dalam keadaan terzalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain ra merupakan tindakan maksiat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah dan yang lainnya. Husain ra berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan".
Meski pun demikian, di halaman yang sama Syaikhul Islam menegaskan bahwa pembunuhan kejam terhadap Husien tidak lebih besar ketimbang pembunuhan-pembunuhan yang pernah di lakukan Bani Israil terhadap para Nabi mereka. Pembunuhan terhadap para Nabi dan ajaran mereka yang ditinggalkan kaumnya merupakan musibah besar bagi setiap kaum beriman, karena di sana terdapat kezaliman dan penghinaan terhadap ajaran agama itu sendiri.
Pembunuhan terhadap khalifah-khalifah sebelumnya pun—pada hakikatnya—merupakan rentetan musibah demi musibah. Oleh sebab itu, muslim Suni menyikapi peristiwa Karbala secara moderat dan proporsional. Tidak berlebihan dalam kesedihan dan tidak pula menganggapnya sebagai hari agung. Tanggal 10 Muharram diyakini sebagai hari yang mulia untuk memperbanyak amal saleh terutama puasa yang disyariatkan.
Syamr sendiri masih termasuk kerabat dekat Ubaidillah. Mendengar usulan ini, Ubaidillah merasa mendapat dukungan. Dia pun menyetujuinya. Namun Husain menolak untuk menjadi tawanan Ubaidullah. Maka mulailah terjadi ketegangan antara pasukan Husain yang berjumlah 72 orang dengan pasukan Irak 4000 orang. Husain pun berceramah mengingatkan status dirinya dan kedekatannya di sisi Rasulullah SAW. Hingga sekitar 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein.
Meskipun demikian, peperangan yang sangat tidak berimbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga tersisa Husain ra seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya. Masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad SAW. Tiba-tiba datang Syamr bin Dzil Jausyan–semoga Allah menghinakannya– meneriakkan, ”Apa yang kalian lakukan, segera serang dia.”
Syamr pun melemparkan panah lalu mengenai Husain ra dan ditambah tombak Sinan bin Anas yang mengenai dada Husain ra. Beliau pun terjatuh dan dikeroyok hingga akhirnya terbunuh sebagai syahid. Kejadian berdarah tersebut terjadi di hari Jumat, 10 Muharam, hari Asyura.
Tragedi Karbala tersebut menyisakan luka mendalam di kalangan pendukung fanatik Ali dan keluarga Nabi SAW. Dari tahun ke tahun Asyura dianggap menjadi momen bersejarah yang terus diperingati bahkan diagungkan. Mereka meratapi peristiwa berdarah tersebut dengan cara berkabung, menangis, bahkan merintih dan melukai anggota badan sebagai bentuk kesedihan mendalam dan turut merasakan penderitaan ahlul bait tersebut.
Sebaliknya kalangan Nashibah, kelompok yang menampakkan kegembiraan dan suka cita karena peristiwa tersebut. Mereka adalah kelompok yang memang dari awal membenci Husain ra. Mereka menjadikan asyura sebagai hari raya. Karena itu, kelompok ini menganjurkan kaum muslimin untuk memberikan banyak kelonggaran di hari Asyura. Turunan dari anjuran ini adalah munculnya keyakinan hari menggembirakan anak yatim, hari keluarga, dan sebagainya.
Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tidak disangsikan lagi bahwa Husain ra terbunuh dalam keadaan terzalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain ra merupakan tindakan maksiat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah dan yang lainnya. Husain ra berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan".
Meski pun demikian, di halaman yang sama Syaikhul Islam menegaskan bahwa pembunuhan kejam terhadap Husien tidak lebih besar ketimbang pembunuhan-pembunuhan yang pernah di lakukan Bani Israil terhadap para Nabi mereka. Pembunuhan terhadap para Nabi dan ajaran mereka yang ditinggalkan kaumnya merupakan musibah besar bagi setiap kaum beriman, karena di sana terdapat kezaliman dan penghinaan terhadap ajaran agama itu sendiri.
Pembunuhan terhadap khalifah-khalifah sebelumnya pun—pada hakikatnya—merupakan rentetan musibah demi musibah. Oleh sebab itu, muslim Suni menyikapi peristiwa Karbala secara moderat dan proporsional. Tidak berlebihan dalam kesedihan dan tidak pula menganggapnya sebagai hari agung. Tanggal 10 Muharram diyakini sebagai hari yang mulia untuk memperbanyak amal saleh terutama puasa yang disyariatkan.
Baca Juga
(mhy)