Tolok Ukur Kelakuan Baik Menurut Al-Qur'an: Meneladani Allah dalam Semua Sifat-Nya

Kamis, 18 Juli 2024 - 18:21 WIB
Prof Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi: Ist
Prof Dr M Quraish Shihab mengatakan tolok ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama .

"Perlu ditambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk," tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).

Di sisi lain, Allah selalu memperagakan kebaikan, bahkan Dia memiliki segala sifat yang terpuji. Al-Quran suci surat Thaha (20) : 8 menegaskan:

"(Dialah) Allah tiada Tuhan selain Dia, Dia mempunyai Sifat-sifat yang terpuji (Al-Asma' Al-Husna)" ( QS Thaha [20] : 8).



Rasulullah SAW juga memerintahkan umatnya agar berusaha sekuat kemampuan dan kapasitasnya sebagai makhluk untuk meneladani Allah dalam semua sifat-sifat-Nya, "Berakhlaklah dengan akhlak Allah."

Ketika Aisyah ditanya mengenai akhlak Rasulullah SAW, beliau menjawab, "Budi pekerti Nabi SAW adalah Al-Quran (HR Imam Ahmad).

Semua sifat Allah tertuang dalam Al-Quran. Jumlahnya bahkan melebihi 99 sifat yang populer disebutkan dalam hadis.

Sifat-sifat Allah itu merupakan satu kesatuan. Bukankah Dia Esa di dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya? Karenanya tidak wajar jika sifat-sifat itu dinilai saling bertentangan.

Artinya, semua sifat memiliki tempatnya masing-masing. ada tempat untuk keperkasaan dan keangkuhan Allah, juga tempat kasih sayang dan kelemahlembutan-Nya.

Ketika seorang Muslim meneladani sifat Al-Kibriya' (Keangkuhan Allah), ia harus ingat bahwa sifat itu tidak akan disandang oleh Tuhan kecuali dalam konteks ancaman terhadap para pembangkang, terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika Rasul SAW melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang, beliau bersabda, "Itu adalah cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam kondisi semacam ini."



Seseorang yang berusaha meneladani sifat Al-Kibriya' tidak akan meneladaninya kecuali terhadap manusia-manusia yang angkuh. Dalam konteks ini ditemukan riwayat yang menyatakan, "Bersikap angkuh terhadap orang yang angkuh adalah sedekah".

Quraish menjelaskan ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran Ilahi, harus diingat bahwa sebagai makhluk ia terdiri dan jasad dan roh, sehingga keduanya harus sama-sama kuat.

Kekuatan dan kebesaran itu mesti diarahkan untuk membantu yang kecil dan lemah, bukan digunakan untuk menopang yang salah maupun yang sewenang-wenang. Karena ketika Al-Quran mengulang-ulang kebesaran Allah, Al-Quran juga menegaskan bahwa:

"Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang, angkuh lagi membanggakan diri" ( QS Luqman [31] : 18).

Jika seorang Muslim meneladani Allah Yang Mahakaya, ia harus menyadari bahwa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjukkan sifat itu adalah Al-Ghani. Ini yang maknanya adalah tidak membutuhkan --dan bukan kaya materi-- sehingga esensi sifat itu (kekayaan) adalah kemampuan berdiri sendiri atau tidak menghajatkan pihak lain, sehingga tidak perlu membuang air muka untuk meminta-minta.

"Orang-orang yang tidak tahu, menduga mereka kaya, karena mereka memelihara diri dari meminta-minta" ( QS Al-Baqarah [2] : 273)



Tetapi dalam kedudukan manusia sebagai makhluk, ia sadar bahwa dirinya amat membutuhkan Allah:

"Wahai seluruh manusia, kamu sekalian adalah orang-orang faqir (butuh) kepada Allah" ( QS Fathir [35] : 15).

Demikian seterusnya dengan sifat-sifat Allah yang lain, yang harus diteladaninya, seperti Maha Mengetahui, Maha Pemaaf, Maha Bijaksana, Maha Agung, Maha Pengasih, dan lain-lain.

Menurut Quraish, adalah merupakan keistimewaan bagi seseorang atau masyarakat jika menjadikan sifat-sifat Allah sebagai tolok ukur, dan tidak menjadikan kelezatan atau manfaat sesaat sebagai tolok ukur kebaikan.

"Karena kelezatan dan manfaat dapat berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, bahkan seseorang yang berada dalam kondisi dan situasi tertentu juga bisa berbeda, dengan kondisi lainnya. Boleh jadi suatu masyarakat yang terjangkiti penyakit akan menilai keburukan sebagai kebaikan," demikian Quraish Shihab.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوۡنَ الۡقُرۡاٰنَ اَمۡ عَلٰى قُلُوۡبٍ اَ قۡفَالُهَا
Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci?

(QS. Muhammad Ayat 24)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More