Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat

Kamis, 18 Juni 2020 - 18:57 WIB
loading...
Akhlak Umar bin Khattab...
Karena tak dapat menahan duka dengan wafatnya Rasulullah yang dirasakannya sangat tiba-tiba, Umar tidak percaya bahwa yang demikian dapat terjadi. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Umar bin Khattab memang memiliki sifat yang keras. Mungkin karena itu saat Rasulullah sakit, beliau meminta Abu Bakar mengimami salat. Namun pada suatu ketika Abu Bakar tak ada di tempat, sehingga Umar menggantikannya. Suara Umar nyaring terdengar menggelegar. "Mana Abu Bakar? Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian," ujar Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam .

Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab menyatakan melihat wataknya yang keras dan tegar itu kita menjadi heran ketika Umar kebingungan begitu ada berita Rasulullah telah wafat. “Ia menolak setiap usaha orang yang hendak meyakinkannya mengenai kenyataan pahit itu,” tulisnya.



Umar berdiri di depan orang banyak sambil berkata: "Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!"



Setelah Abu Bakar datang dan sesudah melihat Rasulullah ia pun yakin bahwa Rasulullah memang sudah tiada. Abu Bakar mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun itu lalu katanya: "Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selamanya tak pernah mati."



Kemudian ia membacakan firman Allah: "Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali takkan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an, 3:144).

Setelah Abu Bakar membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi. Setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat, seolah ia tak pernah mendengar ayat itu sebelumnya.

“Saat itu mana wataknya yang keras dan tegar itu! Bahkan mana pula ketidaksabarannya dan yang selalu gelisah dibandingkan dengan ketabahan Abu Bakar yang begitu lembut hati, cepat keluar air mata, teman dekat dan pilihan RasuluUah itu. Mana pula tempat Umar dibandingkan dengan ketabahan Abu Bakar,” tulis Haekal lagi.

Baca Juga: Kisah Mush'ab bin 'Umair, Sahabat Nabi yang Dicintai
Tetapi tak lama setelah sadar, Umar kembali pula sebagai manusia politik. Kembali ia memikirkan masa depan kaum Muslimin sesudah peristiwa yang sungguh memilukan hati itu. Besar sekali dampak pemikiran dan tindakannya dalam menghadapi situasi kritis semacam ini, sehingga ia dapat menangkis setiap permusuhan terhadap Islam, dan sekaligus membuka jalan untuk penyebarannya di barat dan di timur.



Berpikir Masa Depan
Umar yakin sudah bahwa Rasulullah sudah wafat. Ia mulai berpikir mengenai masa depan umat Islam sepeninggal Nabi. Situasi itu memang memerlukan pemikiran yang mendalam. Andaikata orang-orang Arab terus berselisih di antara sesama mereka, niscaya Islam akan menghadapi bahaya besar. Mereka yang tinggal jauh dari Makkah dan Medinah, di pelbagai kawasan di Semenanjung itu tidak dapat menyembunyikan kejenuhan mereka terhadap kekuasaan Quraisy dan kekuasaan Madinah.



Kejenuhan terhadap kekuasaan inilah yang mem-buat al-Aswad al-'Ansi di Yaman memberontak. Dia juga yang membela Banu Hanifah di Yamamah supaya mendukung Musailimah bin Habib ketika ia mendakwahkan dirinya sebagai nabi dan membela Banu Asad supaya mendukung Tulaihah bin Khuwailid yang juga mendakwahkan dirinya nabi. Apa pula gerangan nasib yang akan menimpa Islam sepeninggal Rasulullah kalau kaum Muslimin tidak benar-benar teguh hati dalam menghadapi keadaan yang begitu genting dengan tetap bersatu dan hati tabah?

Menurut Haekal, hal inilah yang pertama kali dipikirkan Umar begitu ia yakin bahwa Rasulullah sudah wafat. Dan ini akan segera terlihat dengan jelas bahwa jika keadaan dibiarkan dan tidak ada orang yang dapat segera mengambil langkah dan mengatur strategi Muslimin yang tepat, kaum Muhajirin dan Anshar hampir saja terjerumus ke dalam perselisihan, dan di segenap penjuru negeri akan berkobar pemberontakan.

)

Oleh karena itu cepat-cepat ia menyeruak ke tengah-tengah jamaah Muslimin di Masjid membicarakan kematian Rasulullah. Ia terus menuju tempat Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan katanya: "Bentangkan tangan Anda akan saya baiat Anda. Andalah orang kepercayaan umat ini atas dasar ucapan Rasulullah."

Mendengar kata-kata Umar itu Abu Ubaidah terpengarah. Ia sadar, mengenai umat Islam sekarang ini memang perlu ada keputusan cepat. Tetapi pendapat Umar tidak disetujuinya. Ditatapnya laki-laki itu seraya katanya: "Sejak Anda masuk Islam tak pernah Anda tergelincir. Anda akan memberikan sumpah setia kepada saya padahal masih ada Abu Bakar, 'salah seorang dari dua orang '."
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2180 seconds (0.1#10.140)